“Maaf Nona, kami---“
“Kalau kau berkata kau tidak berhasil menemukan Kakakku, sekarang lebih baik kalian enyah dari hadapanku.”
Nada datar nan dingin itu berhasil membuat semua pria bertubuh besar dan memakai jas hitam itu menundukkan kepala mereka. Mereka membungkukkan sedikit badan mereka, sebelum perlahan keluar dari ruangan itu. Wanita itu mengigit bibir bagian dalamnya bersamaan dengan air matanya yang mengalir.
Sophia.
Rasanya perasannya begitu hampa. Dia perlahan menundukkan kepalanya dengan air matanya yang masih mengalir. Tangannya naik untuk memukul dadanya yang terasa sesak. Dia menangis tanpa henti, memikirkan kenangan manisnya dan Kakaknya.
“Sophia! Kembalikan sepatuku!”
“Jangan menangis, aku aka membelikan es krim untukmu.”
“Agar kau tak menangis, aku bersedia menjadi kudamu, naik ke punggungku, aku akan membawamu mengelilingi rumah.”
“Bidadari itu jelek kalau menangis, jadi jangan menangis lagi, kau kan bidadari.”
Dan banyak lagi yang lainnya.
Sophia berusaha menepis kenangan manis itu, tapi semua sia-sia. Dulu ini bisa membuatnya tersenyum cerah dan sangat bahagia. Tapi sekarang rasanya begitu menyakitkan dan menyesakkan. Sophia sangat merindukan Kakaknya itu.
Namun deringan ponsel berhasil mengalihkan perhatian Sophia. Sophia lekas menghapus air matanya, mengabil ponselnya. Ternyata dari Ayahnya dan Alex, Aditya. Sophia menghela napasnya, berdehem sebentar, sebelum dia mengangkat telepon dari Ayahnya itu.
“Halo Ayah.”
“Bagaimana dengan pencarian Alex? Apa kau sudah menemukan tanda-tanda keberadaan Alex?”
Sophia mengigit bibir, dia sudah menyangka Ayahnya akan bertanya seperti itu. Dia menghela napasnya dan menggeleng, walau Aditya tidak dapat melihatnya. “Maaf Ayah, aku belum bisa---“
“Kenapa kau tidak berguna?! Untuk mencari Alex saja kau tidak bisa! Kau bayangkan jika kau yang hilang, Alex pasti sudah mengerahkan seluruh tenaganya untuk menemukan dirimu. Sedangkan kau?! Kau mungkin hanya mermalas-malasan dan menganggap Alex tidak penting untukmu! Bagaimana?! Aku benar kan?!”
Sophia membulatkan matanya dan langsung menggeleng kuat. Dia tidak menganggap Alex penting?! Bahkan dia menganggap Alex lebih penting dari apapun.
“Tidak Ayah, Kakak lebih penting dari diriku sendiri.”
“Bohong kau, dasar anak tak berguna!" ucap Aditya penuh emosi. "Seharusnya saat itu, aku tidak membawamu! Aku akan membawa Ibumu saja!"
Sophia merasakan hatinya tertusuk dengan hal yang tidak dia lihat, sangat sakit, oksigen rasanya snagat sulit dia hirup. Memang benar, sebenarnya Aditya bukan Ayah kandungnya. Saat itu, Ayah kandungnya meninggal dan Ibunya menikah lagi bersama Aditya, dia akhirnya tinggal disana. Aditya memang bersikap dingin kepadanya dan tidak jarang memarahinya, tapi setiap dia dimarahi, pasti Alex ada untuknya.
“A-Ayah.. Aku---“
Sophia terkejut ketika ponsel di telinganya diambil oleh seseorang. Kening Sophia mergenyit. “Justin?” Ya, kekasihnya yang tiba-tiba mengambil ponselnya.
Justin sedikit melirik ke arah Sophia, sebelum dia meletakkan ponsel itu di telinganya. “ Halo.. Permisi Tuan Aditya.”
“Justin..” pamggil Sophia sambil menggelengkan kepalanya sebagai peringatan kepada Justin agar tidak melakukan itu. Tapi Justin tampak tak peduli.