Sesuai yang dikatakan Justin, dia membawa Sophia berjalan-jalan agar perasaan gadisnya itu menjadi lebih baik. Justin membawanya menuju ke kafe, ke restoran, dan sekarang ke taman, dia berusaha membuat perasaan Sophia menjadi lebih baik dan dia bersyukur karena tampaknya gadis itu menjadi lebih baik, walau tidak sepenuhnya.
Sekarang keduanya tengah menikmati es krim yang dibelikan Justin. Sophia menikmati es krim dan bersandar di bahu Justin yang lebar, tangannya melingkar di lengan Justin. Keduanya tampak begitu romantis, semua yang melihatnya mungkin akan iri melihat keromantisan mereka.
Sophia tersenyum, perasaannya menjadi lebih baik karena semua yang dilakukan Justin. Jika ada yang bilang, Sophia beruntung mendapatkan Justin, itu semua benar, Sophia sangat merasakan itu. Dia tidak bisa membayangkan hidupnya, tanpa sosok Justin.
Justin tersenyum melihat sudut bibur Sophia yang terkena cokelat. Dia geleng-geleng kepala, tersenyum gemas dan menghapus cokelat di sudut bibir Sophia membuat Sophia terkejut dan membuka matanya, menemukan Justin tengah menghapus cokelat di sudut bibirnya.
“Tadi perasaanmu yang berantakan, sekarang bibirmu.” Justin tersenyum gemas, sebelum menjauhkan jarinya. “Kau memang sangat menggemaskan.”
“Ish! Kenapa kau mmbersihkannya?!” Reaksi Sophia yang malah terlihat kesal membuat Justin menjadi heran. Sophia meraih jarinya, kemudian mengambil tissue basah, membersihkan jari Justin yang terkena cokelat itu. “Jarimu kan kotor,” sambungnya sambil membuang tissue basah itu ke tempat sampah.
Justin terkekeh. “Astaga.. Hanya kotor saja, aku bisa membersihkannya sendiri, itu tidak akan membuat ketampananku berkurang.”
“Tapi tetap saja aku tidak suka.”
“Begini saja tidak suka, apalagi jika sampai aku mati? Mungkin saja kau akan menangisiku 7 hari 7 mal—“
Justin menghentikan ucapannya ketika melihat tatapan dan raut wajah Sophia yang berubah. Selang beberapa detik, Justin menepuk jidatnya sambil merutuki dirinya sendiri didalam hati. Dia lupa jika Sophia sangat benci ketika dia berucap tentang kematian ataupun hal buruk yang mengarah ke dirinya sendiri.
“Sayang.. Maaf..” lirih Justin menyesal.
“Bukankah kau tahu aku tidak suka kau berbicara seperti itu?!’ kesal Sophia, walau dia berusaha terlihat galak, nada bicaranya malah menjadi gemetar dan itu membuatnya benci dengan dirinya sendiri.
“Iya, aku tahu. Maaf, tadi aku hanya bercanda.”
“Tidak ada di kamusku bercanda seperti itu! Aku benci ucapan seperti itu.”
“Iya, aku tahu. Maafkan aku.” Justin meraih tangan Sophia, tatapannya menunjukkan betapa menyesalnya dia. “Aku berjanji tidak akan mengulanginya, jadi jangan marah ya?” bujuk Justin.
Justin terus menatap Sophia yang hanya terdiam, namun beberapa detik kemudian, dia terkejut ketika Sophia tiba-tiba memeluknya membuatnya terkejut. Terlebih tak lama kemudian, dia mendengar suara isaka san punggung Sophia yang dipeluknya mulai gemetar membuat Justin terkejut bukan main.
“Sayang.. Kenapa malah menangis?” tanyanya merasa bersalah sekaligus panik, dia mulai membalas pelukan Sophia.
Sophia tidak membalas, dia menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Justin. Hanya begitu sampai beberapa saat kemudian, Justin terus berusaha menenangkan Sophia. Sophia membuka suara masih dengan isakannya dan dadanya yang terasa sesak.
“Kumohon Justin, aku sangat mencintaimu, kau sangat berharga didalam hidupku. Hanya kau, Ibu, dan Kak Alex yang masih memperhatikanku dan sangat aku cintai. Ibu sudah tidak ada, Kak Alex menghilang, sekarang hanya tersisa kau disini. Kau bisa memahaminya kan? Aku tidak mau kehilangan orang yang kusayangi lagi, jadi jangan pergi.”
Sophia berucap dengan suara pelan dan serak, pelukannya begitu erat, dia benar-benar tidak mau kehilangan Justin. Ibunya dan Alex sudah meninggal sejak dia berumur 14 tahun karena kecelakaan, dia kecelakaan ketika sedang berjalan dengan Aditya, namun Aditya selamat, tidak dengan Ibunya yang tak bisa bertahan.
Justin menatap rambut gadisnya itu dengan tatapan sendu, punggungnya masih bergetar karena menangis. Dia menggerakkan tangannya, mengelus punggung gadis itu dan memeluknya semakin erat. Dia tahu jelas penderitaan yang harus dijalani oleh Sophia selama ini, selama ini ada Alex, tapi sekarang Alex sudah menghilang.
“Ya, tenanglah. Aku tidak mungkin meninggalkanmu, bukankah aku sudah mengatakannya berkali-kali?” Justin mencium puncak kepala Sophia yang masih menangis dan mengelus punggngnya. “Aku berjanji, aku tidak akan meninggalkanmu dan membawa Alex kembali lagi kesini, jadi jangan menangis lago, maaf berkata seperti itu tadi.”
Sophia menghembuskan napasnya ketika mendengar Justin begitu menyesal. Dia melepaskan pelukan mereka, kemudian menarik senyum sambil menghapus air matanya. Lalu dia menatap Justin yang masih setia menatapnya dengan tangan yang memegang sebelah tangannya dan mengelusnya dengan sangat lembut.
“Maaf, aku begitu cengeng.” Sophia terkekeh sambil membalas genggaman tangan Justin. “Aku begini semenjak Kak Alex pergi, maklumi saja ya.”
Justin tersenyum hangat dan mengangguk. “Tidak masalah, kau jangan khawatir, aku sangat mengerti dirimu.” Justin menaikkan dan mengecup tangan Sophia. “Aku berjanji, akan membawa Alex dan mencintaimu seumur hidupku.”