Suasana di meja makan sekarang hening. Ketiganya sama sekali tidak menikmati hidangan mereka, mungkin mereka semua diam karena Daisy tidak berbicara sama sekali, dia hanya diam dengan tatapan kosong ke depan. Dia masih mengingat dengan jelas kejadian tadi dan dia tidak bisa melupakannya.
Setelah makan berakhir, Daisy bahkan masih memikirkan kejadian itu saat dia mencuci piring mereka semua. Aliando sudah kembali ke kamar duluan. Bianca dan James, dua orang itu tidak lepas dari otaknya, Daisy rasanya membenci hal itu. Dia menjadi mengingat juga bagaimana sikap Alex yang berbeda tadi.
Apakah sebenarnya itu adalah sikap asli Alex?
"Daisy!" Hingga sebuah pekikan berhasil membuyarkan lamunan Daisy, pekikan itu dari Alex.
"H-Hah? Ya kenapa?" tanyanya sambil menatap Alex yang sudah disampingnya, menatapnya dengan alis terangkat sebelah. Melihat tatapan mendominasi Alex, Daisy menundukkan kepalanya, kembali mencuci piring, dia dapat merasakan degup jantungnya sendiri yang menggila karena melihat Alex.
"Kau sebenarnya kenapa sih? Semenjak kita bertemu dengan mereka, kau banyak diam. Ada masalah apa? Kau tidak usah mengingatnya. Aku tidak mengingat mereka sama sekali, wanita itu hanya--"
"Karena kau amnesia, Alex," sela Daisy. Dia meletakkan piring yang sudah bersih di tempatnya, kemudian memandang Alex yang lebih tinggi darinya. "Bisa saja semua perkataannya benar, tapi kau melupakannya karena kau amnesia. Dia menangis keras saat kau pergi meninggalkannya, dia benar-benar mencintaimu! Dia sangat terpukul saat tahu aku adalah istrimu," ucap Daisy tanpa jeda.
Alex menghela napasnya dan perlahan menggeleng. "Kau tidak boleh langsung percaya begitu saja."
"Tapi itu pasti benar." Daisy berucap dengan nada datarnya.
Dia menatap Alex sekilas, sebelum menghadap ke depan. Dia menarik napas dalam, dia sudah memutuskan sesuatu yang dia pikirkan sejak tadi, harus Daisy akui, ini keputusan berat yang dia ambil seumur hidupnya setelah dia memutuskan untuk menikah dengan Alex. Dia kemudian kembali menatap Alex yang bingung.
"Alex. Aku sudah memutuskan sesuatu."
Kening Alex mengeryit. "A-Apa?" Dia menjadi gugup sendiri melihat Daisy yang begitu serius.
"Aku--" Entah kenapa suara Daisy seakan tertahan di tenggorokan. Namun dia menghela napasnya, memejamkan matanya. "Aku ingin kita bercerai!" ucapnya sambil memejamkan matanya.
Dia merasakan jantung dan hatinya begitu sakit saat mengucapkannya. Selang beberapa detik, dia perlahan membuka matanya, namun dia terkejut ketika menemukan wajah Alex yang begitu dekat dengan wajahnya membuatnya mematung beberapa saat karenanya.
"A-Apa yang kau lakukan? Ke-Kenapa--" Bahkan untuk berbicara dengan normal saja Daisy tidak bisa, rasanya sangat sulit. Dia sedikit menjauh, namun tepat saat itu, Alex malah melangkah maju, mendekati Daisy.
"Katakan lagi."
"H-Hah?"
Alex semakin mendekat membuat Daisy semakin mundur. Alex menatap matanya lekat membuatnya mengarahkan mata ke berbagai arah agar dia tidak gugup. Namun, tepat saat itu, Alex memegang dagunya, membuatnya hanya menatap ke arah Alex saja, mau tidak mau. Alex mengembangkan senyum yang dapat membuat Daisy berantakan.
"Katakan jika kau ingin bercerai denganku, tatap mataku, kau tidak boleh mengalihkan pandangan. Katakan juga jika kau sama sekali tidak ada perasan untukku."
Daisy menelan ludah, dia heran sekaligus gugup mendengar kata perasaan. "Pe-Perasaan?"
Alex mengangguk. "Saling mencintai, tidak mau kehilanganku. Kenapa aku bertanya? Karena aku sudah memiliki perasaan itu, aku sangat yakin." Alex menghela napas pelan. "Aku mencintaimu."
Ucapan Alex berhasil membuat Daisy terkejut, otaknya berusaha mencerna ucapan Alex. Alex mencintainya? Apa pria itu sudah gila? "Kau gila ya? Kau bilang apa? Kau mencintaiku?" tanya Daisy yang masih terkejut.
Namun dia juga berusaha menahan degup jantungnya yang menggila, ada sesuatu dalam dirinya yang malah bersorak girang mendengar ucapan Alex. Dia bisa melihat Alex mengangguk dengan tatapan seriusnya, dia memasukkan kedua tangannya di saku celananya, dan itu terlihat keren di mata Daisy.
"Aku memang mencintaimu, kau masih mengingat masalah aku kepanasan?" Daisy mengangguk, dia memang sangat penasaran dengan hal itu. Alex tersenyum, kemudian memegang dadanya sendiri. "Hatiku yang kepanasan, panas melihatmu berbincang dengan pria lain dan tampak sangat akrab."
Jawaban Alex berhasil membuat mata Daisy membulat seketika dan rona merah mulai muncul di pipinya yang putih. Selang beberapa detik, dia memandang kesamping, dia tidak mau menatap Alex karena jantungnya bisa semakin menggila, selain itu, rasanya Daisy mau berteriak karena ucapan Alex tadi.
"K-Kau jangan bercanda," ucapnya tanpa menoleh.