Destiny

Janis Etania
Chapter #36

Destiny--ENDING

Beberapa hari sudah berlalu.

Namun masih tidak ada tanda-tanda kalau Daisy akan tersadar dari pingsannya, kata dokter itu adalah hal yang wajar dan tak perlu dikhawatirkan, tapi Alex begitu mengkhawatirkan sekaligus merindukan Daisy, sangat merindukan istrinya. Sedangkan Alex, dia dinyatakan sudah sembuh total karena memang lukanya tidak parah.

Dokter sudah memperbolehkan Alex kembali ke rumah, tapi Alex memilih tetap disini untuk menjaga istrinya yang masih tidak sadarkan diri. Sedangkan Aditya, dia sesekali pulang karena memang kondisinya sudah tua dan kurang fit, Sophia dan Alex juga memintanya untuk tidak memaksakan diri dan memaksa Aditya pulang.

Lalu Aliando, dia akhrnya meminta maaf kepada Aditya untuk pertama kalinya dengan tulus, karena dia menyadari sikapnya yang tidak sopan dan kenyataan kalau Aditya memang sudah berubah, dia ingin menerima Daisy dan Sophia yang menurut Aliando itu sudah lebih dari cukup.

Aditya tentu langsung memaafkannya dan bahkan mengatakan kalau Aliando adalah anak ketiganya mulai sekarang, sontak itu membuat Aliando terharu, bahkan sangat, saat dia memanggil Aditya ‘Ayah’, itu sungguh tidak bisa dipercaya.

Seperti biasa, Alex menemani Daisy yang masih tidak sadarkan diri dan berkomunikasi dengannya, dia tidak bosan melakukannya dan tidak akan pernah.

“Daisy, sampai kapan kau mau tidur? Aku, Ayah, Sophia, Aliando, Keira, dan semua orang yang bekerja di rumah kita sekarang begitu merindukanmu,” ucapnya sembari memegang tangan Daisy.

Tidak ada jawaban disana membuat Alex menghela napasnya, kemudian mulai memegang dan membelai lembut rambut Daisy. “Cepat bangun, aku sangat merindukanmu. Ayah sudah merestui hubungan kita juga, jadi ayo bangun sayang,” ucap Alex.

Alex menghela napasnya, ketika air matanya kebali jatuh, padahal dia sudah berusaha untuk menahannya. Saat mengingat bagaimana Daisy melindunginya dari pukulan dan tembakan membuatnya tidak bisa menahan air matanya. Alex mengigit bibirnya kuat semari menahan diri untul tidak menangis, tapi tetap gagal.

Alex akhirnya hanya bisa menundukkan kepalanya sembari memegang tangan Daisy dan terus menangis. Tak lama, Alex meletakkan tangan Daisy di brankar, takut tangan Daisy basah karena air matanya atau terkena lendir di hidungnya sangat menjijikkan pasti untuk Daisy jika dia sadar. Tapi Alex tak bisa mencegah air matanya turun ke tangan Daisy.

Karena sibuk menangis, Alex tidak menyadari kalau sesuatu yang dia tunggu mulai terjadi. Jari Daosy yang hanya kaku perlahan mulai bergerak, satu persatu jarinya mulai bergerak sampai semuanya bergerak disusul dengan kelopak matanya yang bergerak dan perlahan-lahan mulai terbuka dengan kening mengeryit.

Pandangan Daisy yang buram, perlahan-lahan mulai terfokus dan jelas, dia mengeryit heran diantara pening di kepala, lalu dia menoleh dan terkejut menemukan Alex disana.

Alex sedang menangis.

Daiy bisa mendengar suara isakan itu dengan jelas membuatnya heran sekaligus bahagia karena ternyata dia masih hidup dan bisa bersama Alex. Tapi dia juga sedih, apa Alex menangis karenanya?

Daisy tersenyu, baru saja dia mau berbicara, Alex sudah membuka suara terlebih dahulu.

“Aku heran, kenapa diriku sendiri menjadi begtu cengeng, yang jelas aku mudah menangis karena dirimu, aku takut sekaligus rindu kepadamu. Jadi bisakah kau cepat sadar? Aku sangat, sangat merindukanmu,” ucap Alex sembari menangis.

Daisy yang mendengarnya termenung beberapa saat, Alex benar-benar tampak terpukul karena dia tidak sadarkan diri. Daisy tersenyum lemah. “A—“

“Maaf, aku tahu kau tidak suka aku menangis, tanganmu bahkan kena,” ucap Alex sembari menghapus air matanya, kemudian meraih tangan Daisy dengan kepala tertunduk dan menghapusnya tergesa.

Daisy tersenyum lemah mendengarnya. “Ya, aku memang tidak menyukaimu menangis, tapi kau malah menangis sampai tanganku basah, tanganku rasanya pasti asin.”

Ucapan yang cendeung lirih dan kecil itu berhasil membuat mata Alex membulat dan aktivitasnya yang tengah mengusap tangan Daisy sontak terhenti. Alex tampak tak percaya, disini hanya ada dia dan Daisy. Lalu tentu saja yang berbicara adalah Daisy, bukan siapapun, dia juga sangat mengenal suara Daisy.

Alex perlahan mengangkat kepalanya, kemudian menatap ke arah Daisy yang selama ini memejamkan mata sekarang sudah membuka mata dan menatapnya dengan senyuman lembut membuat Alex menatapnya tidak percya sekaligus senang.

"Daisy, apa kau benar-benar sudah sadar?"

Daisy tersenyum dan mengangukkan kepalanya berulang kali seakan menekankan kalau Alex tidak bermimpi dan Daisy memang sudah sadar karena dia bisa melihat mulut Alex yang sedikit menganga dan tampak tidak percaya dengan apa yang dia lihat, tidak percaya kalau Daisy sudah sadar.

Daisy bisa melihat Alex mengembangkan senyumnya, dia tampak begitu bahagia. “Kau benar-benar sudah sadar!” pekik Alex, kemudian langsung memeluk Daisy. Tak butuh waktu lama, Daisy juga membalasnya, dia juga sangat merindukan Daisy. “Syukurlah, aku benar-benar sangat merindukanmu.”

“Aku juga Alex,” balas Daisy dengan suara seraknya. Dia entah harus berapa kali mengatakan berapa kali Alex hadir didalam mimpinya.

“Kau jahat sekali, tidak seharusnya kau menyelamatkanku! Kau tahu betapa saktnya aku dan cemasnya aku?! Itu bahkan lebih gila dibandingkan aku harus terbaring lemah!” ucap Alex dengan sangat cepat dan dengan nada tinggi.

“Tapi aku tidk bisa membiarkan kau terluka sama sekali, kau suamiku.” Ucapan Daisy berhasil membuat hati Alex menghangat. Dia tidak menyangka Daisy sangat memikirkannya. “Ah ya, bagaimana keadaanmu? Aku ingat kalau kau tiba-tiba kesakitan saat terbentur di lantai. Apa aku mendorongmu terlalu keras?”

Daisy akhirnya bertanya, dia sudah sangat penasaran sebenarnya, sebelum pingsan dia sudah menanyakan itu berkali-kali didalam hatinya. Alex yang mendengarnya tersenyum lembut, padahal keadaan Daisy sebenarnya jauh lebih parah dibandingkan dengan dirinya.

Dia memegang tangan Daisy yang tampak cemas, kemudian menatap Daisy. “Jangan khawatir, aku baik-baik saja, aku begitu sakit karna dinding kepalaku terbentur, tapi itu justru sangat bagus, kau tahu kenapa?”

Kening Daisy sontak berkerut. “Kenapa?”

“Aku mengingat semuanya, amnesiaku sembuh. Aku mengingat Ayah, Ibu, Sophia, Justin, dan untungnya aku tidak melupakan dirimu sama sekali.”

Mendengarnya, Daisy langsung mengembangkan senyumnha, senyum bahagia. “Be-Benarkah?” tanyanya memastikan.

Alex mengangguk. “Ya, itu benar.” Alex kemudian berdiri dan memeluk Daisy, Daisy sempat mematung beberapa saat karena terkejut, tapi perlahan dia tersenyum dan membalas pelukan Alex. “Terima kasih, kau selalu mebawaku dalam segala keberuntungan, kau malaikatku,” ucapnya sembari memeluk Daisy erat.

“Ya, kau juga malaikatku Alex.”

“Jangan seperti ini lagi, kau mengerti? Jangan terluka lagi, kumohon,” ucap Alex begitu lirih membuat Daisy tidak tega mendengarnya.

“Hei Alex, aku berjanji. Tapi jangan sedih seperti ini, oke? Kau juga jangan terluka ya.”

“Baik malaikatku.”

Lihat selengkapnya