"Sersan... bukankah sepertinya kita sudah melewati jalan setapak ini." Putra berbisik.
"Iya... aku juga merasa seperti itu. Aku ingat betul pepohonan ini, seoalah kita hanya berputar-putar saja sepanjang siang..."
"Kita berhenti dulu sejenak, kita beristirahat disini, besok pagi... kita bergerak dengan lebih teliti". Sersan Karni pun memberi aba-aba pada pasukannya untuk berhenti dan beristirahat, dibawah pepohonan lebat itu. Sebelum fajar benar-benar menyingsing, Putra memanfaatkan cahaya senja yang tersisa untuk berkeliling, menandai semua pohon disekitar tempat beristirahat mereka dengan sayatan pisau. Hal ini ia lakukan agar ketika malam, ia dapat leluasa menghafal medan disekitar pasukannya.
Kegelapan malam pun datang, suasana di hutan itu begitu mengerikan. Tidak ada suara-sedikitpun, bahkan suara serangga pun tidak ada, begitu sunyi. Ketika pasukannya semua tertidur, hanya Putra yang tetap terjaga, ia tentu ketakutan setengah mati. Keheningan malam itu terpecahkan, ketika dua orang prajurit terbangun karena ingin buang air kecil. Mereka berdua berdiri dan meminta ijin pada Putra dan pergi. Malam itu memang sangat dingin, Hutan tropis Kalimantan sungguh berhasil menjaga kelembabanya.
Tak lama, Putra kemudian juga ingin buang air kecil. Ia lalu menyusul kearah kedua prajuritnya pergi. Dari kejauhan nampak kedua prajuritnya sedang berbicara kecil sambil buang air, Putra lantas buang air di pohon dibelakang kedua orang itu, ia sengaja tidak menyapa prajuritnya, karena takut akan mengagetkan mereka. Sambil buang air, Putra menguping pembicaraan mereka berdua.