HYANG YUDA

mahes.varaa
Chapter #8

8. DEWA PERANG KEMBALI KE AMARALOKA

Setelah makan pagi bersama dengan Sasadara, Hyang Yuda kemudian mengucapkan terima kasih kepada Sasadara dan berpamitan pergi. 

“Jaga dirimu, Sasadara. Seorang gadis tinggal seorang diri di tempat yang jauh dari pemukiman dan dekat dengan hutan. . . itu pasti sangatlah berat,” ucap Hyang Yuda sebelum pergi.

Sasadara menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Hidup seorang diri di pinggir hutan akan lebih mudah bagi saya dan juga banyak orang daripada saya harus tinggal di desa dan membuat banyak orang di desa kesusahan.” 

Hyang Yuda mengerutkan alisnya dan memandang heran ke arah Sasadara, “Apa maksudnya dengan itu?” 

Sasadara tersenyum melihat ke arah Hyang Yuda, “Jika kita berjodoh dan bertemu lagi, saya akan menceritakan hal ini kepada Tuan. Bagaimana menurut Tuan?” 

Hyang Yuda tersenyum mendengar ucapan bijak dari Sasarada kepada dirinya.

“Baiklah, jika kita berjodoh dan bertemu lagi. . .” jawab Hyang Yuda. 

Hyang Yuda kemudian berjalan pergi meninggalkan area rumah Sasarada yang sederhana. Begitu berjalan sedikit jauh dan melihat bahwa Sasarada tidak mengikutinya, Hyang Yuda melepaskan Alesyan yang digunakannya untuk menyamar dan dalam sekejap mata kembali ke Amarloka. 

Begitu tiba di Amaraloka, Hyang Yuda terkejut melihat keadaan Amaraloka yang sedikit lebih berantakan dari biasanya. Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Hyang Yuda bertanya kepada satu Raksaka yang berdiri tidak jauh dari tempatnya tiba. 

“Ada apa ini?” tanya Hyang Yuda kepada satu Raksaka di dekatnya. 

“Itu. . . ah, selamat datang Hyang Yuda. . .” 

Menyadari siapa yang sedang berbicara padanya, Raksaka itu menundukkan kepalanya memberi hormat kepada Hyang Yuda. 

“Ada apa sebenarnya ini?” tanya Hyang Yuda lagi. 

“Itu. . . ulah Nagendra yang mengamuk tadi. Kami para Raksaka masih belum selesai membersihkan dan menata kembali Amaraloka karena ulah Nagendra.” 

Mendengar jawaban dari Raksaka di depannya, senyuman segera terbentuk di sudut kiri bibir Hyang Yuda. Untuk sesaat, Hyang Yuda kemudian teringat dengan pesan Hyang Tarangga melalui saluran komunikasi tadi. 

Jadi. . . benar – benar seperti yang aku harapkan. 

Hyang Yuda tertawa kecil dan bertanya lagi kepada Raksaka di depannya, “Jadi, bagaimana akhirnya? Bagaimana akhirnya Nagendra itu bisa dihentikan?” 

Raksaka itu menundukkan kepalanya lagi dan menjawab pertanyaan Hyang Yuda, “Hyang Amarabhawana turun tangan dan dengan menggunakan Bajrasani(1) miliknya untuk membuat Nagendra itu lemas dan tidak sadarkan diri.” 

(1)Bajrasani dalam bahasa sansketa berarti petir.

“Bajrasani. . .” Hyang Yuda menggelengkan kepalanya dengan tersenyum kecil. “Hanya satu ekor Nagendra saja harus membuat Bajrasani bertindak, apakah para Hyang yang lain tidak ada yang bisa menghentikan satu ekor Nagendra itu?” 

Raksaka menggelengkan kepalanya sebelum memberikan jawaban dari pertanyaan Hyang Yuda. “Tidak ada, Hyang Yuda. Begitu Sangkar Kausala menghilang dan kembali ke gudang Amaraloka, semua Hyang yang ada di aula Amaraloka kebingungan. Semua Hyang selain Hyang Tarangga dan Hyang Amarabhawana, memanggil senjata pusaka mereka. Namun bukannya menghentikan Nagendra, senjata pusaka yang digunakan oleh para Hyang justru menghancurkan pintu utama Aula Amaraloka dan membuat Nagendra keluar dari aula. Karena hal itu pula, kerusakan yang diakibatkan oleh Nagendra semakin meluas dan memaksa Hyang Amarabhawana memanggil Bajrasani, senjata pusaka miliknya.” 

Hyang Yuda tertawa keras mendengar penjelasan dari Raksaka yang ada di hadapannya dan berkata, “Andai saja aku di sini dan bisa melihat kejadian itu, pasti benar – benar menyenangkan melihat para Hyang yang kalang kabut hanya karena satu Nagendra saja.” 

Sebuah suara kencang terdengar dari Aula Amaraloka yang memanggil nama Hyang Yuda dan membuat kesenangan yang dirasakan oleh Hyang Yuda dalam sekejap menghilang. 

“Hyang Yuda. . . harap segera datang ke Aula Amaraloka untuk melapor.” 

Lihat selengkapnya