Hyang Tarangga kembali ke posisinya dengan membawa Sangkar Kausala di tangannya. Melalui Awalokana miliknya, Hyang Tarangga mengawasi jalannya pertarungan antara Hyang Yuda dan pasukan Ashura. Baru sesaat Hyang Tarangga meninggalkan Hyang Yuda untuk mengambil Sangkar Kausala, namun situasi yang dihadapi Hyang Yuda sekarang sudah lebih buruk dari sebelumnya.
Dengan jelas, Hyang Tarangga melihat Hyang Yuda sudah benar-benar kelelahan. Tenaga milik Hyang Yuda sudah nyaris terkuras habis sementara pasukan Ashura di hadapannya terus berdatangan seakan tidak pernah habis. Hyang Tarangga beberapa kali mengirimkan Handaru Nara miliknya namun bantuan itu tidak bisa menghentikan langkah Ashura yang terus maju dan mendesak Hyang Yuda.
Sekali lagi dan untuk terakhir kalinya, Hyang Tarangga menghubungi Hyang Amarabhawana melalui saluran komunikasi khusus yang dibukanya.
“Bagaimana Hyang Amarabhawana? Apakah bisa segera memberi bantuan kepada Hyang Yuda?” Hyang Tarangga mencoba bertanya.
Hyang Byomanthara yang mendengar ucapan Hyang Tarangga menggelengkan kepalanya dan berbicara dengan lirih. “Sepertinya usaha Hyang Tarangga itu sia-sia. Lihatlah!!” Hyang Byomanthara memperlihatkan Awalokana miliknya yang sedang melihat pertarungan antara Hyang Amarabhawana dan pasukan Rase. “Seperti yang kamu lihat saat ini, pasukan Rase yang tadi jumlah tinggal setengah kini bertambah dan membuat Hyang Amarabhawana bersama dengan Hyang Baruna dan Hyang Warsa kesulitan untuk menghentikannya.”
Hyang Tarangga terkejut dengan perubahan drastis situasi di Janaloka yang berbalik dan nyaris membuat kekalahan bergerak ke sisi Amaraloka. “Lalu bagaimana dengan kelompok yang lain? Apa mereka sudah selesai mengatasi pasukan Saradula dan Baluka?”
Hyang Byomanthara menggelengkan kepalanya lagi dan memperlihatkan Awalokana miliknya yang juga mengawasi dua kelompok lainnya. “Sama seperti keadaan Hyang Amarabhawana, kelompok lainnya pun mengalami kesulitan untuk segera menyelesaikan serangan yang mereka hadapi.”
Hyang Tarangga tidak bisa lagi menunggu Hyang Amarabhawana lebih lama lagi untuk memberi bantuan kepada Hyang Yuda yang kini sudah berada dalam situasi yang genting. Aku ... Hyang Tarangga dari Amaraloka yang bertugas mencatat takdir manusia. Kini merasa benar-benar putus asa karena tidak bisa melihat takdir sesama Hyang. Seandainya aku bisa melihat takdir dari para Hyang mungkin aku akan sedikit merasa lega bisa mengetahui takdir dari Hyang Yuda setelah ini.
Hyang Tarangga yang biasanya bersikap bijak, sabar dan tenang, kini kehilangan ketenangan dan kesabarannya. Hyang Tarangga tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk melihat kematian Hyang Yuda di hadapannya tanpa melakukan usaha apapun. Dengan terpaksa Hyang Tarangga yang membawa Sangkar Kausala di tangannya melemparkan sangkar milik Hyang Yuda itu ke Janaloka.
“Sangkar Kausala ... bawalah Tuanmu kembali ke Amaraloka sekarang!” Hyang Tarangga berteriak pada Sangkar Kausala sembari melempar Sangkar Kausala ke Janalok.
Mendengar perintah Hyang Tarangga kepada sangkar milik Hyang Yuda, Hyang Byomanthara yang berada di samping Hyang Tarangga terkejut.“Apa yang kamu lakukan Hyang Tarangga??? Kamu bisa mendapat hukuman dengan melakukan hal itu!!”
Hyang Tarangga berusaha tersenyum menahan kecemasan di dalam hatinya dan bergumam lirih berusaha menghibur dirinya, “Aku lebih baik menerima hukuman daripada melihat Hyang Yuda mati begitu saja. Setidaknya aku bisa menyelamatkan nyawa Hyang Yuda meski aku berakhir dengan hukuman!!!”
“Kenapa kamu melakukan itu, Hyang Tarangga??? Kamu tidak yakin dengan kemampuan Hyang Yuda sebagai Dewa Perang yang Agung dari Amaraloka?” Hyang Byomanthara bertanya melihat keputusan yang dibuat oleh Hyang Tarangga.
“Apakah kamu tidak melihatnya, Hyang Byomanthara? Seseorang yang sedang mengendalikan pasukan Ashura di belakang pasukan Ashura saat ini adalah musuh lama kita yang hingga saat ini tidak pernah bisa kita kalahkan!!”
Mendengar penjelasan Hyang Tarangga, wajah Hyang Byomanthara langsung berubah menjadi pucat. Masih dengan rasa tidak percaya, Hyang Byomanthara bertanya balik kepada Hyang Tarangga, “Jangan katakan yang kamu maksud adalah dia???”
“Lihatlah!!!“ Hyang Tarangga menunjukkan Awalokana miliknya yang memperlihatkan situasi yang dihadapi oleh Hyang Yuda. Hyang Tarangga kemudian menunjuk sosok yang berdiri di belakang pasukan Ashura. Meski tertutup oleh kabut, Hyang Byomanthara mengenali sosok itu dan dalam sekejap membuat Hyang Byomanthara sedikit gemetar karena tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya saat ini.
“Menurutmu, apakah Hyang Yuda bisa mengalahkannya hanya dengan seorang diri? Sementara kita para Hyang yang sebelum kedatangan Hyang Yuda tidak pernah bisa mengalahkannya?” Hyang Tarangga bertanya lagi.
Mendengar ucapan Hyang Tarangga, Hyang Byomanthara hanya bisa diam dan tidak lagi mengeluh mengenai keputusan yang dibuat Hyang Tarangga untuk membawa Hyang Yuda kembali ke Amaraloka secara paksa.
Hyang Tarangga sudah siap menerima konsekuensinya nanti. Baginya, saat ini yang terpenting adalah menyelamatkan nyawa Hyang Yuda lebih dulu.
Sementara itu di Janaloka ...
Nafas Hyang Yuda terengah-engah dan mulai merasakan kelelahan menyerang di sekujur tubuhnya. Di depannya saat ini, pasukan Ashura datang dengan jumlah yang lebih besar daripada pasukan Nagendra sebelumnya. Tangan kanannya yang terus menggenggam erat Mahakandaga miliknya kini sudah tidak bisa lagi merasakan genggamannya. Sementara itu, tangan kirinya yang menyimpan Buntala miliknya dan terus menerus melempar Buntala untuk menghentikan pasukan Ashura pun juga sudah mulai mati rasa.
Berapa banyak pun Hyang Yuda menebas, berapa banyak pun Hyang Yuda mengayunkan Mahakandaga miliknya dan berapa banyak pula Hyang Yuda melemparkan Buntala miliknya, pasukan Ashura di depannya terus berdatangan dan seakan tidak pernah ada habisnya membalas serangan yang diberikan oleh Hyang Yuda.