Salah satu materi yang disukai Niko adalah indra penglihatan, yaitu mata. Sebaris kalimat dibaca dalam hati oleh Niko, penjelasannya berupa; bagian mata yang berwarna disebut iris, orang Indonesia umumnya memiliki iris berwarna coklat. Bocah itu berjalan mendekati Arum, memanggil namanya sebentar untuk ia amati. "Rum," katanya.
Arum yang sibuk membaca buku dongeng tentang Bawang Putih dan Bawang Merah, menoleh. "Apa?"
Niko memusatkan atensi, ia terdiam sebentar; bagian tengah terdapat bulatan berwarna hitam yang dinamakan pupil. Pupil merupakan pintu masuk cahaya. Pupil akan mengecil di tempat terang dan membesar di tempat gelap. Seperti itu penjelasan yang sudah dibaca Niko. Ah, pantas saja pupil Arum kecil. Ia mengulurkan tangan ke arah kelopak mata Arum menunjukkan ekspresi penasaran kental. "Iris Arum adalah coklat."
Arum tersenyum, "Oh ya? Kamu habis baca buku yang mana?"
"Lihat!" Niko menunjuk ke penjelasan bagian bola mata di buku. "Ini iris katanya, kalo gitu kenapa ya walau warna iris orang Indonesia sama, tapi belum tentu kelihatan manis di tiap orang?"
Arum menaruh jamarinya di hidung, mulai tidak mengerti. "Hah, emangnya begitu? Bukannya semua kelihatan sama saja?"
Niko mengangkat kedua tangan, "Nggak tau juga," balasnya singkat, alis menaut tidak paham.
Wadha datang dari arah dapur, membawa kue bolu yang sudah selesai di oven dan siap dinikmati. Ia memotong bagian kue dan membagikan ke anak-anaknya. "Itu namanya rasa. Sama kayak halnya Niko dan Arum suka cokelat, tapi Mama nggak suka cokelat. Cokelat enak karena Niko dan Arum punya rasa suka. Hanya orang-orang tertentu kelihatan manis di mata Niko karena Niko punya perasaan emosional ke orang tersebut." Meski sedang menjelaskan, Wadha masih sempat mengunyah kue buatannya untuk sekedar mengicip. "Perasaan emosional itu bisa berupa suka, kasih sayang dan lain sebagainya."
"Jadi begitu," Niko mengangguk memahami dan melahap kue bolunya. Kegiatan tersebut tak luput dari pandangan Wadha, ia memperhatikan bagaimana perkembangan Niko dan Arum dari kanak-kanak, dan kini beranjak ke sekolah dasar. Awalnya Niko tertinggal kelas di taman kanak-kanak, disusul masuknya Arum ke TK, alasan tersebut yang membuat Arum dan Niko kini selalu sekelas, bahkan sampai di tingkat 4 SD.
Hobi keduanya sama, menyukai buku. Meski Niko selalu terlambat dalam perkembangan seperti sulit menghitung dan menghafal daripada Ningrum, bocah Nicholas itu masih sangat senang mempelajari materi baru. Misalnya buku-buku berbau pengetahuan. Disamping itu, Niko memiliki kebiasaan unik, seringkali ia membaca buku secara terbalik dan itu menggemaskan. Entah kenapa ia sering melakukan kecerobohan tersebut.
Wadha terbatuk, terlamun oleh pikiran panjangnya.
"Mama sakit?" Itu adalah suara Arum yang bergetar, tanpa menyembunyikan kekhawatiran.