Niko selalu menyukai suasana di mana, ketika dirinya dan Arum melakukan aksi kenakalan berdua. Selayaknya menjadi ingatan khusus tidak terlupakan. Mengapa hal-hal aneh, sulit sekali dilupakan? Layaknya warna kontras di tengah warna pudar lain dalam sebuah desain, mata seakan secara spontan segera menatap lurus perbedaan dari warna paling aneh tersebut. Mengapa selalu berakhir seperti itu?
"Kita makan mi rebus pedes gini jangan sampe ketahuan Mama," bisik Arum pada Niko. Mereka sedang berada di kantin, kebetulan sekolah sudah pulang dari 20 menit yang lalu, akibat diperingatinya Hari Pancasila. Jadi mereka hanya melakukan upacara bendera saja, lalu sudah diperbolehkan pulang. Alhasil meskipun masih pukul setengah 10 pagi mereka menyempatkan diri jajan sebentar.
"Emang kenapa, Rum?" tanya Niko dengan khas suara lengkingnya. Mereka duduk berdampingan, memakan mi di depan toko mi-nya langsung. 1 mangkuk makan berdua menggunakan sendok masing-masing, membeli dengan menggabungkan sisa uang jajan.
"Nanti diomelin, tahu!" balas Arum sekenanya. "Pertama, mi nggak sehat, kedua, pedes bikin sakit perut," jelasnya panjang-lebar.
Niko mengangguk membentuk huruf o, ia mengusap keringat, kemudian melepas topi merah-putihnya. "Enak mi-nya, tapi pedes. Aku haus, Rum," oceh Niko lagi. Sebenarnya siapa di antara mereka yang seharusnya menjadi kakak?
Setelah menelan kunyahannya, Arum menaikan alis. "Minum kamu udah abis?"
Niko menggeleng, "Nggak ada," katanya sambil menaruh uang 500 perak ke atas meja mereka. "Gope ini udah paling terakhir." Kesedihannya begitu tertampak dari bagaimana notasi Niko berbicara.
Arum merogoh tasnya untuk mengambil tumbler mungil. "Aku masih ada, minum punya aku aja," balasnya lagi, dilanjutkan keinginan untuk menghabiskan porsi mi-nya. Di tengah kunyahannya, ia mulai mengingat, "Aku juga kayaknya masih ada gope lagi, Niko. Kalau minumnya udah abis, kita beli aja nanti," tambahnya bijak. Sekali lagi, siapa kakak sebenarnya di antara mereka? Mengapa Niko kelihatan malah seperti adiknya Arum?
Niko mengiyakan sehabis meneguk minumannya. Senyum mengkurva dengan deretan gigi. "Oke!" putusnya semangat. "Kalau nanti aku udah gede aku bakal beliin mi yang banyak buat kamu, Rum," binarnya berangan-angan.
Arum mengangah tidak percaya, "Yang ada malahan kita usus buntu!" balasnya yang membuat keduanya tertawa bersamaan.
Pandangan Niko menurun ke luka kering di leher Arum, terbayangkan bagaimana kecelakaan bis sekolah sehingga membuat keduanya berakhir di rumah sakit. "Aku minta maaf buat kecelakaan waktu itu," ujar Niko tiba-tiba, keluar dari topik.