A month later
Ketika ada hal yang mengejutkan terjadi orang yang pertama kali menyadarinya sudah pasti adalah Devan, sebagai orang yang dekat dengan Yesa sebagai sekretarisnya sudah pasti dia bisa melihat apa yang berbeda darinya.
Setelah selesai menemui beberapa Direksi sejak awal bulan lalu, moodnya seakan melebihi perempuan yang sedang mengalami datang bulan.
Dia bisa senang selama 15 menit lalu kesal sepanjang hari, dan bahkan masalah makan pun dia lebih pemilih dari biasanya.
Sepanjang Devan bekerja untuk Yesa tidak pernah satu kali pun, Yesa memilih-milih makanan, dia selalu mudah untuk makan dan tidak peduli dimana tempatnya.
Dia bisa menyuruh Devan untuk masuk ke makanan cepat saji memesan makanan drive thru lalu makan di dalam mobil tapi sudah beberapa kali restoran yang direkomendasikan oleh Devan ditolak mentah-mentah.
Divisi sekretaris sudah kehabisan akal, tidak hanya Devan, Juliana dan Briana pun sudah bisa mengenali bosnya sama sekali, karena itu.
Hari ini jadwal Yesa hanya berada di kantor, Devan memanfaatkan hari ini untuk mengambil cuti sehari lalu berdiri di terminal kedatangan internasional untuk menunggu seseorang.
Tidak, seorang tapi dua orang.
Kedua manusia ini mungkin bisa memberikan solusi terkait masalah Yesa kali ini.
“Gue tuh rencananya masih sebulan lagi disana loh, kenapa sih Van?” ucapnya kesal.
“Kak Yesa kenapa Van?” sedangkan seorang lagi tetap memberikan suara yang tenang.
Ya, ini adalah Yohan dan Jasmine. Devan hanya mengambil koper mereka berdua lalu berjalan menuju mobil. Keduanya saling bertatapan dan tidak mengerti apa yang terjadi.
“Silakan masuk, saya cerita sambil jalan aja.”
Mereka pun masuk ke dalam mobil, keheningan masih menguasai mobil sampai akhirnya, Yohan sepertinya mengerti apa yang terjadi.
“Gue baru dua harian loh pergi, Kak Yesa bikin masalah apa? Bukannya dia lagi nyari uang untuk investasi ke kak Yuna?”
“Yuna? YK Beauty?” tanya Jasmine.
Yohan mengangguk.
“Ini bukan masalah Investasi mas, tapi Pak Yesa moodnya naik turun banget asli, saya bingung ngatasinnya.”
“Ah, Kak Yesa mah emang gitu kan, jadi udah sampai mana?”
“Beberapa direksi setuju, beberapa enggak, dan akhirnya mereka sepakat untuk pemungutan suara.”
“Ini cuma masalah duit 1M aja mereka pemungutan suara? Serius?”
“1M tuh gak sedikit Yohan,” ucap Jasmine.
“Ya, aku tahu untuk perorangan, tapi untuk perusahaan kita yang valuasinya udah sampe 250M.”
“Nggak segampang itu,” ucap Jasmine.
“Bener kata mbak Alexa. Ini bukan masalah uang 1M, ini masalah kita mungkin hanya bakar uang, dan kalau sampai ada berita bahwa kita Lesmana Grup investasi kesana dan akhirnya mereka bangkrut.”
“Lesmana Grup bakal dicap gak bisa analisa, dan kemungkinan integritasnya turun, dan ini juga ngorbanin reputasi Kak Yesa. Kamu ngerti kan Han?”
“Itu maksud saya Mas, saya mau coba ngomong itu ke Pak Yesa tapi gak bisa, bapak juga udah lepas tangan.”
“Ini yang gue maksud, Yesa itu lebih keras kepala dibanding gue, sekali dia udah bersabda, udah gak ada yang bisa menentang kemauan dia. Percuma kita berkoar-koar, gue tahu Yesa dan dia gak akan ubah keputusannya. Yang ada dia akan bikin semua orang ikutin kemauan dia.”
“Maksud kamu? Kak Yesa gak seegois itu Han.”
“Lex, aku tahu kamu ngeliat Yesa sebagai seorang kakak yang pengertian, tapi sifat asli Kak Yesa ya kayak gitu.”
Jasmine berhenti bicara, ya mau bagaimana pun juga, yang paling mengenal Yesa adalah keluarganya sendiri.
“Pemungutan suara kapan Van?”