I AM IN DANGER

Mizan Publishing
Chapter #3

A Cruel Boy Beside Me

Mata Ocha masih tertuju pada Axel, cowok berambut agak gondrong yang sebagian rambutnya diikat ke belakang itu tampak memilih-milih makanan untuk sarapannya. Setelah puas memilih, alisnya berkerut marah melihat seorang anak laki-laki berkacamata duduk di tempat kesukaannya. Tanpa basa-basi, dengan dagu terangkat, dia menghampiri anak laki-laki berkacamata itu, lalu menuangkan sepiring makanan yang telah dia pilih tadi ke atas kepala si anak laki-laki berkacamata tersebut.

Mulut Ocha dan Lisya menganga tak percaya.

“Raditya Ciano.” Axel membaca pelan name tag anak laki-laki yang saat ini sedang kelabakan membersihkan wajahnya dengan tisu.

“Dia pasti anak baru sama seperti kita. Dan, dia pasti enggak tahu kalau tempat duduk itu singgasana Kak Axel,” bisik Lisya ke telinga Ocha.

Axel duduk di depan Radit. Dia tersenyum miring menikmati ekspresi Radit yang terlihat sangat ketakutan. Puluhan pasang mata hanya bisa melihat dan enggan untuk menolong. Mereka semua tidak mau berurusan dengan Axel, ketua geng dari kelas XI IPS-A.

“Sebutkan satu kesalahan yang lo lakukan ke gue!” tanya Axel sembari menatap sinis ke arah Radit.

“Sa ... ya ... saya enggak tahu, Kak,” Radit terbata.

“Baiklah. Karena gue baik, gue akan kasih tahu lo kenapa gue marah.”

Semua orang menyimak. Ocha dan Lisya masih berdiri kaku di dekat pintu.

“Lo udah mencuri tempat duduk gue. Sekarang, sebagai hukumannya, lo harus makan nasi yang belum lo habiskan ini.” Axel menunjuk sepiring nasi milik Radit yang sudah tidak layak dimakan karena kotor terkena tumpahan makanan Axel.

“I ... iya, Kak.” Radit mengangguk, mengangkat sendok dengan tangan gemetar, lalu memakan nasi tersebut sambil menahan tangis.

“Bagus. Good boy!” Axel menyeringai puas.

Selama ini, Axel memang gemar merundung siswasiswa yang membuatnya kesal. Jika ada yang tidak mau melaksanakan hukuman, jangan harap bisa bersekolah dengan tenang di Delton International High School.

“Lo bener, Sya. Gue harus menghindari Kak Axel,” ujar Ocha pelan. Dia mengangguk penuh tekad.

Saat Ocha dan Lisya memberanikan diri melangkah menuju deretan hidangan, kaki mereka lagi-lagi terhenti saat semua mata tertuju pada seorang gadis yang tak sengaja terpeleset di dekat tempat Sean duduk. Membuat Sean melepaskan headset di telinganya, menutup buku, lalu mengamati seragamnya yang sedikit terciprati es teh yang tumpah di lantai.

“Kak Sean? Saya enggak sengaja, Kak. Saya minta maaf,” ucap gadis bernama Gisel itu, ketakutan.

Sean menatap datar ke arah Gisel yang masih terduduk di atas lantai. Dia mengambil buku dan headsetnya, lalu menghela napas.

“Untung lo cewek. Kalau enggak, gue bakal menenggelamkan lo di kolam renang,” kata Sean tanpa ekspresi. Dia memasukkan salah satu tangannya ke saku celana, kemudian berlalu pergi.

“Bener kata lo, Sya. Gue juga harus menghindari Kak Sean,” ucap Ocha semakin yakin kalau Sean dan Axel adalah jenis orang yang harus dia hindari.

Ocha masih tak habis pikir, mengapa ada banyak cowok tampan di sekolahnya yang teramat sangat berbahaya. Terlebih lagi, sikap kasar mereka seolah-olah membabi buta karena mereka terlahir menjadi anak orang kaya. Ocha mulai memiliki firasat buruk. Kehidupannya di Delton mungkin tidak akan baik-baik saja seperti yang dia harapkan.

“Sya, sebaiknya kita keluar, deh. Gue mendadak kehilangan nafsu makan.” Ocha melirik sebentar ke tempat Axel duduk. Dia merasa tak nyaman.

“Sama. Gue juga kehilangan nafsu makan,” Lisya berbisik. Dia merangkul Ocha keluar dari kantin secepatnya.

Lihat selengkapnya