"Selamat datang, Permaisuri Rahayu. Saya turut berduka cita atas apa yang menimpa keluarga kerajaan Bana'an."
"Terima kasih atas ucapan belasungkawanya, Yang Terhormat Paduka Raja Arid. Saya...."
Dan seterusnya, dan seterusnya. Arid dan Rahayu bertukar sapa untuk formalitas, membiarkan wartawan mengambil gambar.
Aku berdiri beberapa langkah di belakang Rahayu. Di belakangku, terdapat 2 penjaga lain. Salah satu dari mereka membawa kotak arsenalku. Karena masih di lobi, senjata yang kami bawa belum disita. Nanti, waktu masuk ke ruang pertemuan, baru disita. Namun, sayangnya, hal itu tidak akan pernah terjadi.
[Selamat malam, tuan dan nyonya. Saya ucapkan juga selamat malam dan selamat datang kepada permaisuri Rahayu.]
Sebuah suara feminin terdengar di seluruh sepiker lobi hotel. Suara ini sangat familier bagiku dan orang-orang di kerajaan Mariander. Ya, suara feminin ini adalah milik Shera, second in command kelompok teroris True One, kekasih Etana.
Pengawal sisi Mariander bergerak cepat. Mereka langsung mengitari kami, menjaga kami. Aku langsung menarik peti arsenal dari satu pengawal dan mengambil pistol. Aku tidak menggunakan dua pistol, hanya satu di tangan kanan. Tangan kiri memegang peti arsenal, menggunakannya sebagai perisai.
Di lain pihak, dua pengawal dari Bana'an yang kami bawa bergerak terlambat. Bahkan, kalau aku tidak menarik peti arsenal secara paksa, mungkin dia masih membawanya. Hal ini normal karena mereka tidak mengenal suara ini.
"Lindungi permaisuri!"
"Siap!"
Kami bertiga mengelilingi permaisuri Rahayu, menambah lapisan perlindungan, berjaga-jaga kalau penjagaan Mariander ditembus.
Tidak lama setelah suara Shera terdengar, pintu dan jendela hotel tertutup secara otomatis. Yang menutup bukanlah kaca atau sejenisnya, tapi sebuah baja yang turun dari atas. Penutupan baja di pintu dan jendela pada sebuah bangunan merupakan hal yang umum ditemui pada hotel berbintang lima di Mariander. Hal ini mencegah serangan dari luar masuk ke dalam, jaga-jaga kalau ada serangan teroris atau perang.
Namun, sayangnya, prosedur penutupan baja pada pintu dan jendela hanya berfungsi untuk melindungi serangan dari luar, tidak dari dalam. Jadi, untuk skenario serangan dari dalam, seperti sekarang, perlindungan baja justru menjadi bumerang.
"KYAAA!"
"AAAHH!"
Para pengunjung panik. Mereka berlari tanpa arah, saling mendorong. Beberapa berlari ke jendela dan pintu yang telah ditutup oleh baja, menggedor-gedor, berharap ada bantuan dari luar.
Di lain pihak, para wartawan mengeluarkan smartphone. Mereka membuat panggilan atau berkomunikasi dengan pihak luar.
[Jangan khawatir. Kami tidak melakukan pemblokiran sinyal. Jadi, kalian masih bisa berkomunikasi dengan orang luar. Kalau sampai sinyal dan koneksi diblokir, ketahuilah, yang melakukannya adalah Yang Terhormat Paduka Raja Arid. Mungkin, dia akan membunuh kalian dan lalu melemparkan kesalahannya pada kami, menjadikan True One sebagai kambing hitam.]
"Dia benar, sinyal tidak diblokir!"
"Siaran masih bisa berlangsung!"
Para wartawan saling mengkonfirmasi satu sama lain. Bahkan, di saat genting seperti ini, mereka masih memikirkan siaran. Benar-benar profesional. Aku salut.
Di lain pihak, pengumuman Shera telah disiarkan dan menjadi informasi publik. Karena hal ini, personel kerajaan atau para agen gugalanna tidak bisa asal bertindak. Kalau mereka memblokir sinyal sekarang juga, semua korban yang jatuh akan dianggap tanggung jawab Arid. Warga akan menganggap Arid lah yang membunuh para korban meski belum tentu.
Dalam beberapa bulan terakhir, gerakan True One semakin menjadi-jadi. Mereka merampok dan merampas harta bangsawan dan pejabat. Setelah itu, mereka menjual harta rampasan dan mengirimkannya pada panti asuhan dan organisasi sosial lain di kerajaan Mariander. Selama proses, True One juga senantiasa menyiarkan dan melaporkan kegiatannya di internet.
Yang menjadi masalah utama adalah, dalam siaran dan laporan di internet, mereka memberi pemaparan dan laporan mengenai rekam jejak orang-orang yang dijarah. Sederhananya, para korban adalah bangsawan dan pejabat korup. Hal ini mencederai kepercayaan publik pada kerajaan.
Untuk harta yang dibagikan, kerajaan juga tidak bisa melakukan apa-apa. Kalau mereka menahan harta yang dibagikan, citra kerajaan akan rusak karena dianggap tidak peduli pada anak-anak yatim piatu atau masalah sosial lain. Kalau dibiarkan, secara tidak langsung seolah kerajaan menyetujui tindakan True One. Dalam hal ini, apa pun yang dilakukan oleh pihak kerajaan adalah salah.
Mengingat kejadian demi kejadian yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir, pihak kerajaan tidak berani untuk melakukan pemblokiran sinyal. Saat ini, satu-satunya hal yang bisa dilakukan kerajaan adalah mengerahkan intelijen, agen Gugalanna, untuk menyebarkan rumor kalau True One bukanlah ancaman besar. Oleh karena itu, perlakuan mereka dibiarkan begitu saja.
Dan, sama seperti sebelumnya, kalau serangan True One ditangani dengan salah, citra kerajaan semakin buruk. Hal ini akan berakibat pada semakin banyaknya simpatisan True One. Kalau terjadi, kudeta bisa terjadi dan tujuan True One pun tercapai.
Ting
"..."
Seriously? Lift? Di saat seperti ini?
Seolah tidak mengindahkan protesku, empat pintu lift terbuka, menunjukkan kerumunan orang. Kerumunan itu keluar dari lift dengan cepat. Mereka berdiri di antara pengunjung, wartawan, dan VIP yang dilindungi, membentuk lapisan di antara pengunjung dan para VIP. Sebagian orang menghadap kami, sebagian lagi menghadap pengunjung.
Anggota True One memakai perlengkapan komplit, seperti dulu. Pakaian igni, jaket militer, celana kargo, rompi anti peluru, dan assault rifle tipe Mi-16. Dan, sama seperti sebelumnya, tidak ada satu pun yang mengenakan topeng atau penutup wajah. Mereka semua membiarkan wajahnya dilihat dan disiarkan.
Melihat mereka tanpa penutup wajah membuatku teringat pada kejadian beberapa bulan lalu ketika menyelamatkan selir Filial. Gara-gara hal ini, aku tidak bisa menyamar menjadi anggota dan terpaksa menyerang secara frontal. Ah, padahal belum ada satu tahun sejak kejadian itu. Namun, entah mengapa, rasanya sudah lama sekali.
Di depanku, di arah kiri Rahayu, berdiri seorang perempuan dengan rambut coklat panjang dikuncir di belakang leher, seperti Ufia. Tidak ada fitur lain yang mencolok. Bahkan, kalau dia berjalan di kerumunan dengan rambut tidak dikuncir, mungkin tidak akan ada yang mengenalinya. Perempuan ini adalah Shera, second in command organisasi True One.
Di samping Shera, berdiri seorang laki-laki dengan gaya rambut yang mirip, seolah mereka mencoba pair look. Dia memiliki dagu lebar dan pandangan santai. Tidak terlihat pandangan tajam dan penuh ancaman yang kuterima saat kami pertama bertemu. Namanya adalah Etana, inkompeten.
Kenapa aku tidak melihat pandangan tajam dan penuh ancaman dari Etana? Karena dia mengenakan kacamata pilot dengan lensa buram. Dari informasi yang diberis, kalau Etana mengenakan kacamata buram, penghilang pengendalian yang dia miliki tidak akan aktif. Secara tidak langsung, kacamata buram yang dikenakan Etana seperti sarung tangan yang kukenakan.
"Selamat malam, Yang Terhormat Paduka Raja Arid dan keluarga. Dan yang terpenting, selamat datang Permaisuri Rahayu."
Shera memberi perlakuan yang sangat berbeda pada Arid dan permaisuri Rahayu. Ketika memanggil Arid, meski menggunakan pujian dan nama lengkap, Shera masih berdiri tegak dan bahkan meninggikan dagu. Di lain pihak, Shera justru membungkuk ketika menyebut Rahayu. Secara tidak langsung, dia menunjukkan pada semua orang kalau Permaisuri adalah sosok yang lebih pantas mendapatkan hormatnya daripada Raja.
"Maaf atas kelancangan saya. Maksud kami malam ini mengepung tempat ini, tidak lain dan tidak bukan, adalah untuk menemui permaisuri Rahayu."
"Menemuiku?"
"Ya, benar. Menemui Anda."