Tidak kusangka Mariander akan seberani ini. Dengan ini, Mariander telah secara terbuka melakukan penyerangan terhadap Permaisuri Bana'an. Namun, tentu saja, fakta serangan ini tidak akan pernah sampai ke permukaan kalau Permaisuri Bana'an dan semua personel tewas. Mereka, Mariander, akan menyalahkan kami.
Tadi, sebuah laporan masuk melalui komunikasi radio yang menyatakan beberapa benda meluncur dengan cepat di langit. Aku langsung membuka kaca mata dan melihat ke arah langit, berharap misil atau benda apa pun yang datang bisa dinonaktifkan dengan penghilang pengendalianku.
Dan, aku beruntung! Mariander menggunakan misil yang membutuhkan sistem elektronik dan komputer untuk navigasinya. Dengan kata lain, benda itu menggunakan mesin rotasi untuk beroperasi. Begitu empat misil itu masuk ke pandanganku, mereka pun kehilangan arah dan terjatuh.
Namun, karena masih memiliki energi kinetik dari dorongan jet, misil itu terjatuh di dekat trailer. Aku, dan orang-orang dari Bana'an, benar-benar beruntung. Kalau Mariander menggunakan peluru artileri yang jatuh dengan menggunakan jalur parabola, bukan misil navigasi, aku tidak akan bisa melakukan apa-apa.
"Laporan! Serangan itu berasal dari mana?"
[Lapor! Serangan berasal dari pangkalan militer Mariander terdekat, kota Emen.]
Sial! Maaf, Permaisuri. Maaf, Lugalgin. Namun, tampaknya, kami tidak akan bisa bertindak lebih jauh. Akan sulit bagi True One untuk menyerang pangkalan militer tanpa partisipasiku.
Di lain pihak, aku terkejut dengan tim yang memberi laporan. Belum ada lima menit sejak misil itu diluncurkan, tapi mereka sudah mengetahui asalnya. Atau kebetulan mereka berada di pangkalan itu? Entahlah.
[Sebuah misil meluncur dari arah jam 11]
"Eh?"
[Misil itu menuju ke pangkalan militer di kota Emen.]
Apakah Lugalgin menyewa mercenary atau organisasi pasar gelap lain? Bisa saja. Maksudku, ini Lugalgin. Aku bahkan tidak akan terkejut kalau dia memiliki rencana cadangan hingga ke Z. Jadi, mungkin, sebenarnya True One tidak benar-benar diperlukan di sini.
[Lapor! Misil yang dilaporkan tidak dapat mencapai pangkalan Militer kota Emen, dijatuhkan oleh senjata anti udara. Namun, sebagai gantinya, sebuah serangan sedang dilancarkan oleh organisasi yang identitas dan afiliasinya belum diketahui.]
Aku terus mendengar laporan dari komunikasi radio, berharap berita baik yaitu pangkalan militer itu jatuh. Namun, tentu saja, aku tidak bisa terlalu berharap.
[Misil lain meluncur! Jumlah 7 buah.]
"Sial!"
Aku melihat ke langit, ke arah kota Emen. Aku tidak tahu dari mana misil itu akan datang. Kalau sama seperti sebelumnya, bagus. Kalau lebih rendah dan lolos dari pandanganku? Tidak bagus!
***
"Terus injak pedal gas! Mereka menggunakan misil navigasi dan seseorang mematikan sistem navigasinya! Selama kita terus maju, tidak akan ada satu pun misil yang akan menyentuh kita!"
"Brengsek! Ini gara-gara kau!"
"Bagaimana kalau kita beri anak itu pada Mariander?"
"Lakukan itu dan aku akan bunuh Permaisuri Rahayu sekarang juga serta menjual seluruh keluarga kalian ke pasar gelap!"
Aku dan dua pengawal berdebat dari ujung trailer. Aku di belakang, mereka di depan. Sejak ledakan pertama, aku terus melihat ke belakang. Semua misil yang datang berubah jalur secara mendadak. Bukan. Bukan berubah, lebih tepatnya misil itu jadi berbelok-belok dan lalu terjatuh, seperti tiba-tiba tidak aktif.
Aku yakin Etana menggunakan penghilang pengendalian pada mesin rotasi di dalam misil. Ah, di saat seperti ini, aku sangat iri dengan kekuatan Etana. Maksudku, semua yang dilihatnya tidak dapat dikendalikan. Kalau seandainya aku memiliki kekuatan Etana saat Ninlil diculik, aku tidak akan kerepotan.
Di lain pihak, kekuatanku hanya menghilangkan kekuatan orang yang mengalami kontak dengan kulit atau tubuhku. Kekuatanku terlalu terbatas! Terlalu lemah kalau dibandingkan dengan Etana! Yah, sudahlah. Yang penting dia menghalau misil-misil itu.
"Hey, Gin! Kita mendapat masalah!"
"Apa?"
"Coba kamu lihat di kejauhan!"
Aku berada di bagian belakang trailer, jadi tidak bisa melihat terlalu jelas. Aku membuka peti arsenal yang juga berada di bagian belakang, di depan tempat duduk, dan mengambil satu senapan. Dengan teropong senapan, aku melihat sebuah barikade. Barikade itu memarkirkan dua kendaraan baja dengan beberapa personil dan ranjau paku.
Sial! Aku tidak punya bazoka atau roket. Satu-satunya senjata peledak yang kumiliki hanyalah pelontar granat, tambahan untuk assault rifle. Namun, pelontar granat tidak akan bisa menghancurkan barikade itu.
Sebenarnya, sejak kejadian semalam, aku sudah menghubungi militer dan menyuruh mereka bersiap di perbatasan. Selama perjalanan, aku mengirimkan lokasi ke petinggi militer, Akadia, Guan, dan juga Agade. Setelah serangan pertama tadi, aku langsung mengirimkan sinyal SOS.
Pesawat Jet tercepat yang dimiliki Bana'an mampu mencapai 2.000 Km/jam. Dengan tangki tambahan, pesawat itu bisa terbang hingga dua setengah jam. Jarak dari tempat ini ke perbatasan adalah 2.100 Km. Kalaupun pesawat itu diberangkatkan dari land aircraft carrier, butuh satu jam lebih untuk mencapai tempat ini. Dengan kata lain, kami masih harus bertahan satu jam.
Satu jam menghadapi semua ini? Tidak mungkin! Kalau Emir atau Inanna ada di sini, mungkin bisa. Bahkan, membalikkan keadaan. Namun, tanpa mereka? Tidak mungkin!
"Keluar jalan!"
"Kemana?"
"Kemana saja asalkan tidak di sini."
Kami juga tidak mungkin mundur karena ada kemungkinan misil yang mati mendarat pada jalur yang sudah dilewati.
Namun, bus ini tidak kunjung keluar dari jalan, masih di atas aspal. Dan, harapanku dikhianati.
Tanpa basa-basi, aku mengambil pistol dari peti arsenal dan maju ke depan. Tiba-tiba saja, bus berbelok, melempar kami semua yang ada di dalam. Namun, aku sempat berpegangan pada satu tiang.
"Kyaa!"
"Aku tidak ak-"
Dor
Belum sempat sopir menyelesaikan kalimat, aku sudah melubangi kepalanya.
"Brengsek!"
Meski bersumpah, satu orang yang tersisa langsung menahan setir, memastikan bus ini tidak terbanting. Aku meneruskan perjalanan ke depan dan menodongkan pistol ke kepala orang yang masih hidup.
"Jadi, Joe, apa kau juga berniat mengarahkan bus ini ke barikade itu dan menyerahkan semua orang di dalam bus?"
"Tentu saja tidak! Aku tidak akan melakukannya?"