"Apa ini sudah cukup?"
"Sebentar, biar aku baca dulu."
Aku melihat ke layar komputer. Saat ini, aku dan Maul berada di salah satu ruang kerja lantai 1. Karena Maul bukan anggota elite, dia tidak memiliki ruangan sendiri. Dan, aku tidak bisa mengistimewakannya begitu saja. Aku harus tegas karena Kak Lugalgin susah tegas pada kami.
Namun, aku masih sedikit memberinya perlakuan khusus dengan memperbolehkan karyawan dan anggota lain pulang duluan. Jadi, saat ini, yang ada di ruang kerja ini hanya aku dan Maul. Dan, kami sudah berganti pakaian, menggunakan pakaian kasual, tentu saja.
"Kenapa tidak kita katakan saja langsung pada Kak Lugalgin? Menurutku, akan lebih baik kalau Kak Lugalgin mendengarnya langsung dari mulutku."
"Tidak! Aku melarangnya!" aku menjawab dengan tegas tapi nada rendah. "Aku harus memilah informasi yang mencapai Kak Lugalgin. Kamu mungkin tidak tahu, tapi, tampaknya, Kak Lugalgin menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang menimpa kita. Jadi, aku harus mencegah Kak Lugalgin semakin menyalahkan dirinya."
Aku masih ingat ketika Kak Lugalgin menyelamatkanku. Dia memelukku begitu erat dan berkata, "maafkan aku, maafkan aku," berkali-kali. Bahkan, rasanya, aku masih bisa merasakan tangan Kak Lugalgin yang gemetaran memelukku. Kak Lugalgin memelukku begitu erat, seolah tidak ingin berpisah dariku lagi.
Bukan hanya aku. Kak Lugalgin selalu melakukan itu ketika menemukan anak lain dari panti asuhan. Hanya waktu menemukan Maul beberapa hari yang lalu Kak Lugalgin tidak melakukannya. Yah, normal sih. Dulu, anggota Agade selalu meninggalkan Kak Lugalgin ketika dia menemukan anak panti asuhan. Saat menemukan Maul, dia tidak sendirian. Mungkin orang bilang Kak Lugalgin sudah tidak memperhatikan citra. Namun, bagi kami, Kak Lugalgin benar-benar masih jaga sikap.
Ketika menyelamatkan kami, yang aku lihat, bukanlah Kami diselamatkan, tapi sebaliknya. Yang aku lihat justru seolah Kak Lugalgin yang terselamatkan. Yah, benar. Itu yang aku lihat dari Kak Lugalgin.
"Eh? Tapi, semua itu bukan salah Kak Lugalgin. Sistem kerajaan ini yang salah, kan?"
Ya, aku juga sudah mengatakan hal itu berkali-kali pada Kak Lugalgin. Namun, sayangnya, Kak Lugalgin tidak pernah bisa menerimanya.
"Sayangnya, tampaknya, Kak Lugalgin tidak berpendapat seperti itu."
"Kenapa?"
"Entahlah. Tampaknya, Kak Lugalgin menyembunyikan sesuatu dari kita. Mungkin, mungkin, ada cara yang masih belum ditempuh Kak Lugalgin untuk mencari kita. Mungkin, inilah yang disesalkan oleh Kak Lugalgin."
"Kalau dugaanmu benar, aku bisa memahami perasaan Kak Lugalgin. Tapi, Kak Lugalgin pasti memiliki alasan kuat kan kenapa dia tidak menggunakan cara itu?"
"Tentu saja!"
Meski mulut ini memberi jawaban dengan tegas dan penuh keyakinan, saat ini, hatiku tidak bisa setuju. Aku tidak benar-benar tahu apa yang ada di dalam pikiran Kak Lugalgin. Jadi, sebenarnya, aku sendiri juga ragu. Daripada penuh keyakinan, lebih tepatnya, aku ingin yakin dan percaya.
"Bagian ini, yang aku blok, tolong dihapus. Informasi ini tidak terlalu penting dan bisa membuat Kak Lugalgin menduga yang tidak-tidak."
"Ah...oke."
Maul menjawabku dengan setengah hati. Tampaknya, dia sendiri mempertanyakan metode yang kugunakan. Namun, untungnya, dia masih setuju.
Aku berdiri kembali, membiarkan Maul membenahi laporannya di depan komputer.
"Ha–"
"HA?"
"Ma, Mari...."
Maul hampir memanggil nama lamaku. Namun, dia langsung mengoreksinya saat mendengar suaraku yang memberi tekanan.
Jujur, sebenarnya, aku tidak peduli dia mau memanggilku apa. Namun, sekarang, aku merasa nama ini, Mari, lebih mengena dan melekat di hati daripada namaku yang sebenarnya. Mungkin karena nama ini diberi oleh Kak Lugalgin, orang yang benar-benar memedulikan dan menyayangiku. Di lain pihak, nama lamaku diberi oleh orang tua yang tidak pernah kutemui. Yah, kemungkinan besar seperti itu.
"Jadi, Mari, kamu bilang Kak Lugalgin sudah menyelamatkan hampir semua teman-teman kita. Jadi, apa kamu tahu dimana mereka berada?"
"Ya, tentu saja aku tahu. Namun, aku sama sekali tidak memiliki niatan untuk membawamu menemui mereka. Sejak mereka diselamatkan Kak Lugalgin, aku baru menemui mereka satu kali. Itu pun tidak semua. Bahkan, Kak Lugalgin jauh lebih parah. Hingga saat ini, Kak Lugalgin masih rutin mengirimkan uang dan mempermudah pekerjaan mereka semua dari balik layar. Namun, dia tidak pernah menemui satu pun dari mereka sejak diselamatkan."
"Eh? Tidak menemui mereka? Kenapa?"
Aku terdiam sejenak, melihat ke arah Maul. Dia berhenti mengetik. Kepalanya sedikit memutar, memberi kesempatan untuk matanya memandang ke arahku.
"Itu pertanyaan serius?"
"Iya."
"Benar serius?"
"Apa aku tampak bercanda?"
Maul berhenti, bahkan membalikkan badan ke belakang, menghadapku. Matanya lurus, menatap ke mataku. Tampaknya, dia benar-benar serius dengan pertanyaannya. Rasanya, ingin sekali aku mencaci makinya. Kenapa dia bisa sebodoh ini?
Namun, setelah aku mengingat dia bersama True One sebelum bergabung dengan kami, aku terpaksa maklum. Aku banyak mendengarkan kisah kebodohan True One dari Kak Lugalgin. Bahkan, saat aku mencoba menelusuri rekam jejak True One, aku berpikir cerita Kak Lugalgin masih terlalu halus. True One jauh lebih bodoh dari ucapan Kak Lugalgin. Kalau tidak bertemu dan diberi arahan oleh Kak Lugalgin, aku yakin True One sudah menjadi sejarah.
"Alasannya adalah karena Kak Lugalgin adalah Sarru, pemimpin Agade, satu dari Enam Pilar. Selain itu, aku adalah anggota elite dari Agade juga. Kami adalah target semua orang. Hanya dengan mengenal kami, nyawa mereka sudah terancam. Mereka, kita, adalah korban perdagangan anak-anak. Dengan kata lain, kita semua sudah tercebur di dunia pasar gelap. Karena hal ini, aturan pasar gelap untuk tidak menyentuh dunia normal tidak berlaku bagi mereka."
"Oke. Lalu? Pasti ada alasan lain, kan?"
"...tidak. Tidak ada alasan lain."
"Eh? Sudah? Hanya itu?"
"Iya hanya itu. Dengan memutus komunikasi, kami memastikan mereka tidak akan disaiki hanya karena musuh mengincar kami. Memangnya alasan apa yang ingin kau dengar?"
"Itu....entahlah. aku juga tidak tahu. Hehe."