Hahahahaha! Rasakan akibatnya. Lugalgin, kamu selalu menggangguku dan kini aku akan membunuh dua calon istrimu.
Aku melihat artileri yang terus mengeluarkan asap dari ujung laras. Meskipun aku harus mengorbankan rumput pada lapangan golf demi operasi ini, menurutku, sangat sepadan. Dengan serangan ini, Lugalgin dan Agade akan kehilangan dua anggota elitenya. Belum lagi dengan tewasnya Emir, Permaisuri pasti akan murka. Dengan demikian, dukungan kerajaan ini pada Lugalgin akan ditarik, Lugalgin akan dicopot dari posisi kepala intelijen.
Dengan dia dicopot dari posisi kepala intelijen, Lugalgin hanyalah pemimpin Agade. Dia tidak akan bisa meminta bantuan pada Akadia atau Guan. Aku yakin alasan Akadia dan Guan berpihak pada Lugalgin hanyalah karena dia intelijen. Dengan berpihak pada Lugalgin, mereka bisa mendapatkan kenaikan kuota transaksi.
Namun, setelah kejadian ini dan dicopot dari intelijen kerajaan, dia tidak akan memiliki wewenang untuk menaikkan kuota transaksi. Dengan kata lain, dia tidak akan lagi mendapat dukungan dari keduanya.
"Pak Leto, apa tidak lebih baik Anda pergi dari tempat ini? Berjaga-jaga kalau tiba-tiba diserang. Kita tidak mau pimpinan Apollo tewas begitu saja."
Rekan kerjaku memberi sebuah peringatan, yang menurutku, tidak berisi. Tempat ini berada di ujung kota. Bahkan walaupun mereka memiliki armada udara, butuh waktu beberapa belas menit untuk mencapai tempat ini.
Dan lagi, Justru dengan berada di sini, aku berada di tempat paling aman. Hampir seluruh anggota Apollo berada di tempat ini. Kalaupun ingin menyerang, mereka harus melalui para penjagaku ini. Seperti pepatah bilang, tempat paling berbahaya adalah tempat paling aman.
Hanya kelompok Karla yang tidak berada di tempat ini. Dia mengatakan bombardir dengan artileri tidak berseni. Jadi, dia memilih untuk pergi ke rumah Lugalgin, berharap ada orang yang bisa dia hadapi. Yah, aku tidak akan memaksanya.
"Ayah, Nana mau pulang."
Putriku yang aku gendong, yang terus menutup telinga, merengek.
"Terlalu berisik ya sayang? Mohon tunggu dulu ya sayang. Di luar sana berbahaya. Papa khawatir kalau ka–"
Blarr Blarr Blarr Blarr
***
Meski sudah bilang akan menanti penjelasan, aku tetap tidak bisa melepaskan pikiran dari Lugalgin. Apa yang akan dia lakukan? Kalau aku saja tidak memiliki kesempatan untuk menghentikan serangan ini, apa yang seorang inkompeten sepertinya bisa lakukan?
Aku akui, dia memang ahli strategi dan perangkap. Namun, sudah! Hanya di situ kekuatannya! Dia lebih cocok untuk pertarungan bertahan, bukan menyerang. Bukan hanya aku, Ukin pun juga sependapat.
Satu-satunya hal yang terpikirkan olehku adalah dia meminta Akadia atau Guan untuk melakukan serangan frontal. Namun, aku ragu dua organisasi ini mau melakukannya. Sebuah serangan frontal akan memberikan kerugian yang sangat besar, baik bagi pihak yang diserang dan menyerang. Bisa-bisa dua organisasi ini tidak layak menjadi enam pilar lagi setelahnya. Ada alasan kenapa Enam pilar tidak pernah mendeklarasikan perang secara terbuka.
Sementara memikirkan semua itu, pandanganku masih fokus ke depan, memastikan pesawat ini tidak tiba-tiba menukik. Karena ukurannya yang kecil, aku duduk di atas kokpit. Meskipun dibilang kokpit, lebih tepatnya disebut tempat meletakkan kaki dan pegangan tangan. Dengan dua kali kecepatan suara, aku menuju lokasi sumber masalah.
Ide Emir membuat pesawat dan membiarkan orang berlutut di atas kokpit dengan tekanan beberapa G benar-benar ekstrem. Hampir semua anggota elite Agade mampu mengemudikan pesawat kecil ini kalau hanya kecepatan rendah. Di kecepatan menengah, jumlahnya menurun tinggal setengah. Pada kecepatan tinggi, hanya Umma, Mari, dan Aku yang mampu.
[Halo, Mulisu?]
"IBLA! Akhirnya! Ada apa?"
"Entahlah. Tadi semua alat elektronik tiba-tiba mati. Sekarang sudah aktif lagi. Tapi, entah bagaimana, serangan di rumah Lugalgin sudah berhenti. Kini kami sedang bergegas untuk menyelamatkan Inanna dan Emir."
Apa? Sudah selesai? Apa yang Lugalgin lakukan.
[Apa menurutmu Lugalgin memiliki senjata jarak jauh?]
"Entahlah. Tapi, operator dan navigator senjata jarak jauh kita, Emir dan Inanna, tidak bisa bergerak. Jadi, aku tidak yakin."
[Lalu, apakah dia memiliki skenario atau senjata rahasia yang tidak pernah dia gunakan?]
"Mungkin. Entahlah. Aku tidak yakin."
[....]
Tidak terdengar respon lebih lanjut dari Ibla. Tampaknya, dia tidak terlalu yakin dengan jawabanku. Jangankan dia. Aku sendiri saja tidak yakin.
Di lain pihak, jujur, aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Ibla. Semenjak dia membuat kesalahan dengan meletakkan Yarmuti sebagai penjaga Lugalgin, dia seperti panik setiap saat. Dia tidak mampu tenang setiap saat seperti dulu. Tampaknya, kesalahan itu benar-benar menjadi momok baginya.
"Ibla. Saat ini, yang bisa kita lakukan, hanyalah percaya pada Lugalgin."
[....tapi–]
"Daripada memikirkan apa yang akan dilakukan Lugalgin, lebih baik, kamu mulai berpikir untuk membuat senjata jarak jauh. Jadi, kalau hal seperti ini terjadi lagi, kita tidak akan panik."
[....baiklah]
Akhirnya, lapangan golf yang dimaksud sudah mulai tampak di pandanganku. Namun, aku sudah tidak mampu melihat artileri yang membombardir rumah Lugalgin. Harusnya, untuk sebuah artileri yang mampu mencapai jarak belasan kilometer, akan terlihat beberapa benda memanjang ke atas, seperti menara kecil. Namun, aku tidak melihat apa-apa.