I am No King

Ren Igad
Chapter #117

Arc 4 Ch 10 - Overpowered? Tidak Semudah Itu

Aku menggerakkan helm baju zirah ke kiri, mengarahkan kepalaku ke sebuah sumber suara.

Tidak terlalu jauh, terlihat dua orang sedang berdiri. Yang satu laki-laki dengan rambut perak agak panjang, menyentuh telinga. Dia mengenakan celana tiga perempat biru tua dengan kaos putih dan jaket hijau. Kombinasi warna yang aneh.

Di samping laki-laki itu, berdiri seorang perempuan dengan mengenakan singlet hitam, jaket biru dengan kerah berbulu, dan celana jeans hitam pendek. Seperti si laki-laki, dia juga memiliki rambut perak, panjang dan bergelombang.

Kalau rambut perak mereka berdua adalah murni, bukan warna cat atau semir, pasti mereka bukan orang Bana'an. Aku tidak pernah menemui warna rambut itu.

Yang berteriak menggunakan megaphone, pengeras suara, adalah si perempuan. Setelah memberikan megaphone ke laki-laki di sebelahnya, dia mendekatkan tangan kanan ke wajah.

Entah kenapa, aku mendapat perasaan tidak enak. Instingku memberontak.

Aku langsung membuat dinding raksasa di depan, memisahkan kami. Tepat setelah itu, aku tidak mampu lagi merasakan dinding raksasa ini. Bukan hanya dinding ini. Sebagian besar benda dan material di sekitar sini langsung menghilang. Bukan menghilang dari pandangan atau sentuhan, tapi menghilang dari indra pengendalian. Seolah-olah, semua benda itu dihapus.

Namun, seperti yang kukatakan, sebagian besar. Benda yang ada di sebelah dan belakang perempuan itu masih terasa. Selain itu, banyak benda kecil yang ada di dalam lubang atau tergeletak di tanah masih dapat kurasakan. Kesimpulannya adalah, dia adalah inkompeten dan memiliki kekuatan seperti Etana, menghilangkan pengendalian melalui penglihatan.

Kalau seandainya tadi perasaan tidak enak itu tidak muncul, mungkin sekarang aku sudah terjatuh ke tanah dan tewas. Untuk berjaga-jaga kalau dia tiba-tiba muncul dari samping, aku turun ke tanah.

Namun, perkembangan ini benar-benar tidak aku duga. Aku sama sekali tidak menduga akan bertemu dengan inkompeten lain. Bahkan, bukan aku yang mencarinya, tapi dia yang mendatangiku. Kemungkinan besar dia juga lah yang menggunakan identitas Akadia sebelumnya.

"Hey, Lugalgin Alhold, bagaimana kalau kau menghentikan kebrutalan ini? Kalau tidak, aku yang akan memaksamu."

Sebenarnya, saat ini, aku sangat ingin berteriak dan memulai pembicaraan. Namun, lidah dan pita suaraku tidak bisa digerakkan. Gigiku terlalu sibuk menggertak untuk menahan rasa sakit ini. Bahkan, aku masih mengubah dan mengendalikan benda di balik dinding ini secara acak, mencoba mengurangi rasa sakit.

Namun, aku pikirkan itu nanti saja. Saat ini, aku memiliki pemikiran lain. Kalau aku tidak berhenti, dia bilang akan memaksaku. Meskipun belum tentu, tapi saat ini aku bisa menganggap dia sebagai musuh.

Aku memperkirakan lokasi perempuan itu dari benda-benda yang hilang. Sederhananya, karena kekuatan perempuan itu berbasis penglihatan, maka benda-benda yang menghilang dari pengendalian akan mengerucut pada lokasinya berdiri. Dan, di situlah aku akan menyerang.

Aku melempar benda besar dari balik dinding ini ke arah perempuan itu.

"Tunggu dulu! Hei! Kenapa kau menyerangku?"

Dari balik dinding, terdengar suara benda besar dan berat terjatuh. Sumber penghilang pengendalian, ujung kerucut, bergerak. Tampaknya, dia berhasil menghindari benda-benda yang kulempar.

Yah, dia adalah inkompeten. Tidak heran kalau dia memiliki kemampuan motorik yang tinggi.

"Hey, Lugalgin, aku bilang berhenti!"

Akhirnya kerucut itu bergerak ke samping. Dia berusaha meletakkanku di pandangannya agar aku tidak bisa menggunakan pengendalian. Namun, aku juga tidak sebodoh itu. Aku membuat dinding lain di samping kanan dan aku pun melemparkan badan ke kiri.

"Hei! Jangan kabur!"

Siapa yang mau menurut?

Pengendalian semua material ini memang benar-benar menguasai medan perang dalam keadaan normal. Bahkan, aku bisa bilang overpowered. Namun, efek samping yang membuatku tidak bisa bergerak menjadi kelemahan terbesar. Jika lawannya adalah orang normal, hal ini bukanlah masalah. Sayang, jika lawannya adalah inkompeten yang mampu menghilangkan pengendalian, hal ini mengubah segalanya.

Hingga kini, aku terus melemparkan tubuhku ke sana kemari, menghindari perempuan ini. Ya, yang bisa kulakukan hanyalah berlari dari perempuan ini hingga efek obat menghilang. Namun, sambil berlari, aku juga membuat senjata yang tersebar di seluruh area ini. Setelah kekuatan pengendalian ini menghilang dan kondisi kembali normal, aku bisa mengonfrontasinya secara langsung.

"Lugalgin Alhold, bisa tolong berhenti menyerang kakakku? Kami tidak bermaksud buruk."

Dor dor dor

Kali ini, sebuah suara tembakan terdengar. Suara tembakan ini muncul dari arah selatan. Aku bisa merasakan satu senjata dipegang oleh seseorang. Karena komposisi senjata itu adalah tembaga, aku menduga dia adalah Mulisu.

"Jangan keluar, Lugalgin! Kita tidak tahu mereka disewa oleh siapa!"

Ya, benar. Dia adalah Mulisu.

"Kumohon. Kami tidak bermaksud buruk."

Dor

Satu buah tembakan terdengar.

"Jangan bergerak atau peluru yang selanjutnya akan bersarang di tubuhmu."

"Jangan macam-macam kau dengan adikku!"

Kau lah yang jangan macam-macam!

Tampaknya perempuan itu mengalihkan pandangan ke Mulisu. Aku tidak bisa lagi merasakan assault rifle yang digunakan oleh Mulisu.

Aku langsung melemparkan benda besar ke atas. Kali ini aku tidak melempar dan membiarkan gravitasi mengambil alih. Karena perempuan itu tidak melihat ke arahku, atau atasku, aku bisa menjatuhkan benda-benda itu tepat di atas kepalanya.

"Ah!"

Setelah menghindar beberapa kali, akhirnya perempuan itu melihat ke atas. Benda-benda yang sebelumnya kukendalikan di udara pun terjatuh ke tanah.

Lihat selengkapnya