I am No King

Ren Igad
Chapter #119

Arc 4 Ch 12 - Kriminal

"Ulangi lagi?"

"Apollo sudah berakhir. Semua bangunan dan fasilitas vital mereka telah diakuisisi dan diambil alih oleh Enam Pilar yang lain."

"Enam Pilar yang lain? Quetzal dan Orion juga?"

"Iya. Quetzal dan Orion juga. Yah, yang bergerak duluan adalah Quetzal sih, Orion baru bergerak di akhir. Jadi, yang berkhianat hanya Quetzal. Orion hanya mengambil rempah-rempah."

Aku terdiam, mencoba mencerna ucapan Ukin. Laki-laki berambut pirang ini mengatakan hal itu dengan sangat enteng, seolah-olah itu adalah hal yang normal, sudah diduga.

Sebenarnya, aku juga menduga kalau hal ini akan terjadi cepat atau lambat, tapi tentu saja tidak menginginkannya. Aku berharap mereka melakukan akuisisi dan saling serang setelah perang melawan Lugalgin dan kerajaan selesai, tidak secepat ini!

Saat ini, aku dan Ukin sedang duduk di sebuah sofa, di ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah berukuran 6 x 8 meter ini adalah salah satu ruang aman yang kubeli dengan uang saku. Selain sofa, tempat ini juga memiliki televisi, komputer, kamar mandi, kulkas. Lengkap.

"Apollo, seharusnya, mengumpulkan semua anggota dan senjatanya di lapangan golf itu, kan? Apa kamu memiliki penjelasan bagaimana sebuah organisasi pasar gelap besar, satu dari enam pilar, hancur dalam waktu singkat? Apa yang dilakukan oleh Lugalgin?"

"Sayangnya, aku tidak memiliki informasi soal itu. Entah kenapa, ketika serangan itu berlangsung, semua kamera cctv di sekitar lokasi kejadian mati. Jadi, sayangnya, kita tidak tahu apa yang terjadi di tempat itu. Yang jelas, informasi yang beredar mengatakan Lugalgin dan perempuan berambut coklat panjang kepang dua, yang aku yakin adalah Mulisu, pergi dari tempat itu setelah serangan selesai."

Jadi ini adalah hasil perbuatan Lugalgin dan Mulisu ya. Sebenarnya, aku tidak terlalu terkejut karena di masa lalu, kata Ukin, Lugalgin pernah menghancurkan organisasi kelas enam pilar seorang diri. Ukin juga mengklaim dirinya dan Mulisu juga bisa melakukan hal itu, tapi baru Lugalgin yang terbukti. Jadi, kalau Lugalgin dan Mulisu menyatukan kekuatan, ya, aku sangat bisa percaya kalau mereka menghancurkan Apollo.

Di lain pihak, yang membuatku terkejut, dan merasa terganggu, adalah bagaimana semua cctv di tempat itu tidak aktif ketika kejadian. Apa ini ulah Guan dan Akadia? Tidak! Daerah itu adalah wilayah kekuasaan Apollo. Mereka tidak akan memiliki kuasa di tempat itu sama sekali.

Apakah ini dilakukan oleh intelijen yang berada di bawah kendali Lugalgin? Rasanya juga tidak. Secepat apa pun intelijen bergerak untuk menghapus rekaman cctv, tidak mungkin secepat ini. Paling cepat, seharusnya, baru besok rekaman-rekaman itu dihapus, setelah diperiksa.

Satu-satunya kemungkinan lain yang tersisa adalah–

"Ada kemungkinan Lugalgin memiliki backing orang atau pihak lain di belakangnya yang belum kita ketahui."

Ukin mengatakan apa yang ada di pikiranku. Entah dia bisa membaca pikiranku atau kami memang satu frekuensi.

"Info tambahan, tampaknya, Karla dan anak buahnya tidak berada di lapangan golf itu ketika serangan. Jadi, seharusnya, dia masih hidup dan kemungkinan besar akan melakukan serangan balasan."

"Ah, serangan balasan ya....."

"Hei!"

Akhirnya pihak yang diacuhkan pun membuka suara. Suara itu datang dari ujung ruangan. Seperempat dari ruangan ini adalah penjara lengkap dengan kamar mandi dengan sekat.

Di dalam penjara, duduk seorang laki-laki berambut hitam yang....tidak terawat. Berewoknya tumbuh tidak beraturan dan rambutnya pun tidak lagi rapi. Dia pun mengenakan pakaian berwarna putih seperti pasien, padahal buak. Orang ini, tidak lain dan tidak bukan, adalah Yang Mulia Paduka Raja Fahren.

"Kalau perempuan bernama Karla itu akan menyerang Lugalgin, sudah sewajarnya kalian membantunya, kan?"

Aku dan Ukin saling melempar pandang. Kami berdua tampaknya benar-benar satu frekuensi. Mata kami sama-sama setengah terbuka, malas menanggapi ucapan raja buangan ini.

"Kamu?"

"Kamu saja."

"Baiklah," Ukin menurut dan melempar pandangan ke Fahren. "Dengar, Apollo, telah melakukan pelanggaran berat dengan menyerang calon istri Lugalgin, yang adalah orang pasar gelap, di tempat umum dan melibatkan orang non pasar gelap. Dan, pelanggaran ini, membuat Apollo tidak lagi berhak meminta atau mendapat bantuan dari organisasi lain."

Ya, benar. Pasar gelap memiliki banyak sekali peraturan ketat yang tidak boleh dilanggar, salah satunya adalah dilarang menyerang pihak lain di dan atau dari tempat umum. Kalau pihak pasar gelap ingin mengonfrontasi pihak lain, mereka harus melakukannya di tempat yang memang seluruh karyawannya adalah orang pasar gelap.

Lapangan golf yang dikelola Apollo adalah wahana wisata yang dibuka untuk umum. Ketika dia melakukan serangan di tempat itu, secara tidak langsung, Apollo sudah melanggar peraturan ini karena sebagian karyawan di lapangan golf dan di tempat usaha di sekitar adalah orang umum, non pasar gelap. Jadi, walaupun yang menghancurkan lapangan golf itu adalah Lugalgin, kesalahan tetap jatuh pada pihak Apollo karena mereka yang memilih lokasi penyerangan.

Aku bisa menduga Apollo ingin membalas dendam serangan artileri Lugalgin beberapa waktu yang lalu. Namun, mereka melakukannya di tempat dan waktu yang salah. Kalaupun mereka melancarkan serangan di lapangan golf, setidaknya, pilih waktu malam. Ketika lapangan golf tutup, semua karyawan dianggap sudah pulang dan yang beraktivitas diasumsikan orang pasar gelap. Sayangnya, Apollo tidak melakukan ini. Entah apa yang merasuki Leto.

"Dan kalau membantu Karla untuk menyerang Lugalgin, yang sekarang ada di rumah sakit dan tidak sengaja menyeret orang normal dalam konflik, reputasi kami pun akan hancur. Kalau hal itu terjadi, selesai sudah karier kami di pasar gelap."

Akhirnya, Ukin selesai memberi penjelasan.

"Cih!" Fahren tidak terima. "Untuk kumpulan kriminal, kalian punya peraturan yang terlalu banyak."

"Kami kriminal karena melanggar peraturan yang kalian buat, pemerintah. Kami tidak akan pernah melanggar peraturan yang kami buat sendiri. Tidak seperti kalian yang mengubah peraturan seenaknya agar tidak melanggarnya."

"Kau!"

"Apa? Apa kau punya pendapat lain?"

Fahren hanya bisa menggertakkan gigi tanpa perlawanan.

Tiba-tiba, handphoneku di atas meja berbunyi. Aku mengambilnya dan melihat nama pimpinan Orion sebagai penelepon.

***

Lihat selengkapnya