"Dengan ini, akhirnya, kita lulus dari SMA Eksas. Dan aku dengan bangga mengumumkan, SMA kita kembali menjadi SMA dengan nilai kelulusan paling tinggi di kerajaan Bana'an. Tidak perlu lama-lama lagi, selamat berpesta."
"Yeah!" mereka semua merespons dengan riuh.
Akhirnya, Illuvia menyelesaikan pidato pembukaan pesta. Siswi ini, tidak! Lebih tepatnya perempuan ini, karena kami sudah resmi lulus, memiliki nama lengkap Illuvia Nerras. Dia adalah ketua Badan Eksekutif Siswa SMA Eksas dan merupakan salah satu siswi paling populer di sekolah. Illuvia memiliki nilai paling tinggi kedua untuk kelas teori dan tertinggi pertama untuk kelas praktik. Ditambah dengan rambut hitam panjang berkilau yang menyentuh pinggul dan mata hijau, semua laki-laki maupun perempuan jatuh hati padanya. Belum lagi fakta kalau dia adalah seorang bangsawan. Meskipun aku harus bilang dari segi fisik dia kurang, tapi wajahnya sudah menjadi kompensasi untuk tubuh yang kurang berkembang itu.
Orang bilang dia adalah sosok yang sempurna tanpa cacat, tetapi aku tidak berpikiran demikian. Aku, yang hampir selama tiga tahun menjadi wakil Badan Eksekutif Siswa SMA Eksas, tahu benar kalau dia sama sekali tidak sempurna. Dia penuh dengan keteledoran. Revisi. Kami tahu benar kalau dia sama sekali tidak sempurna. Semua pengurus inti Badan Eksekutif Siswa, aku sebagai wakil, Arde sebagai bendahara, dan Maila sebagai sekretaris, mengetahui hal itu. Ya, kami bertiga tahu benar tentang semua cacat yang dimiliki oleh ketua eksekutif itu.
Eksas memiliki tiga organisasi badan eksekutif setiap tahun. Satu organisasi badan eksekutif mewakili satu angkatan. Dan tentu saja, setiap tahun, organisasi badan eksekutif masing-masing angkatan memiliki semangat patriot untuk menjadi yang terbaik dalam hal akademik maupun non akademik, mengalahkan angkatan atas maupun angkatan bawah.
Illuvia akhirnya sampai ke meja kami, meja pengurus inti badan eksekutif kelas 3 SMA Eksas. Dia duduk di sebelah kananku. Gaun yang dia kenakan malam ini benar-benar mencoba mengekspos kelebihan tubuhnya. Dia mengenakan gaun terusan berwarna ungu dengan belahan di bagian samping, memanjang dari pinggangnya ke bawah, yang menjadi perhatian utama. Di lain pihak celah atau eksposur di sekitar dada sangatlah minim. Yah, benar-ben–
"Gin, kamu baru saja memikirkan sesuatu yang kasar dan tidak senonoh kan?"
"Ung....."
Aku hanya bisa diam menanggapi ucapan Illuvia. Seperti biasa, bagaimana dia bisa membaca pikiranku?
"Hahaha, sudah tidak perlu ditanyakan lagi, Lugalgin pasti melakukannya."
Arde pun ikut nimbrung. Rambut pendek pirang dan mata birunya memberi kesan positif dan cerah, layaknya seorang bangsawan. Namun, entah mengapa, sama denganku, Arde memilih untuk menggunakan setelan sederhana berwarna abu-abu gelap dan dasi kupu-kupu. Karena itu, kami berdua mencolok di pesta ini, dimana yang lain justru tampil ekstravagan.
"Hahaha, Sudah, sana pacaran saja kalian, Lugalgin, Illuvia. Biar hinaan Lugalgin berhenti." Maila memberikan pernyataan tambahan.
"Ah—"
"Tidak, terima kasih." aku memotong Illuvia sebelum dia sempat memberi jawaban.
Bersamaan dengan jawabanku, aku bisa melihat Illuvia murung dan menggantungkan kepalanya.
Aku sudah tidak menghitung berapa kali aku menolak Illuvia, baik secara halus maupun secara langsung. Ada banyak alasan kenapa aku tidak mau menerimanya, tapi yang paling utama adalah karena dia bangsawan dan aku hanyalah rakyat jelata. Aku hanya ingin hidup normal tanpa ada beban kewajiban sebagai kekasih bangsawan.
Di lain pihak, Maila sendiri gaun terusan bergaya timur yang penuh dengan renda di bagian rok. Berbeda dengan Illuvia yang mengenakan gaun gelap, Maila mengenakan gaun berwarna biru cerah, sama dengan warna rambut yang menyentuh punggung dan juga matanya. Sama seperti Illuvia dan Arde, dia juga adalah seorang bangsawan.
Hanya aku, Lugalgin Alhold, dari empat pengurus inti, yang bukan bangsawan. Panjang ceritanya bagaimana tiga bangsawan ini bisa menerimaku, tapi itu tidak terlalu penting untuk saat ini.
"Tidak terasa sudah tiga tahun ya sejak kita masuk di SMA ini," aku mencoba membawa topik baru.
"Dan hari ini, resmi dua tahun delapan bulan kita berempat menjadi anggota badan eksekutif utama di angkatan 49." Arde menambahkan pernyataannya.
"Sungguh suatu hal yang aneh. Entah bagaimana seorang inkompeten sepertiku bisa masuk di Eksas, lalu menjadi pengurus inti, dan bahkan lulus dari SMA ini."
"Sudah berapa kali aku bilang, kamu tidak inkompeten!" Illuvia membantah. "Bahkan kamu jauh lebih kompeten dari semua orang yang pernah kukenal."
Illuvia terus melirik tajam ke arahku dengan pandangan penuh kemarahan.
Yah, dia selalu menunjukkan pandangan itu setiap kali aku memanggil diriku inkompeten. Mau bagaimana lagi, aku memang seorang inkompeten, seseorang tanpa kekuatan pengendalian.
"Illuvia benar, bagi kami, kamu adalah orang yang paling kompeten yang bisa kami temui di sekolah ini." Maila menambahkan pernyataan Illuvia.
"Bahkan," Arde ikut menambahkan. "Bukan hanya kami, semua orang di angkatan 49 sudah mengakui kalau kamu adalah orang paling kompeten dalam menangani masalah yang muncul. Yah, selama itu tidak berhubungan dengan pengendalian sih."
"Pernyataan yang terakhir gak perlu!" Illuvia dan Maila langsung menolak pernyataan Arde.
"Iya, iya, ampun."
"Hahaha."
Aku hanya mengeluarkan tawa kecil melihat dialog mereka bertiga. Ah, masa SMA yang dibilang sebagai masa-masa paling indah sudah berakhir. Akhirnya kami dilepas di dunia nyata. Arde dan Maila sudah diterima di universitas ternama di ibukota Bana'an, Kota Karia. Illuvia sendiri mendapatkan tawaran beasiswa dan kerja di berbagai universitas dan perusahaan. Namun, hingga saat ini, aku belum mendengar keputusannya.
Di lain pihak, aku belum diterima di universitas manapun. Semua lamaran beasiswa dan magang yang kukirim pun tidak ada yang diterima. Meskipun aku sudah memegang surat rekomendasi dari kepala sekolah, tapi kelihatannya percuma.
"Jangan khawatir, Lugalgin, pasti akan ada universitas atau perusahaan yang menyadari betapa hebatnya kamu."
"Benar kata Illuvia, Gin. Jangan menyerah."