"Wah, kakak benar-benar berpartisipasi sebagai Regal Knight tuan putri Emir."
"Ibu tidak menyangka kamu mengenal tuan putri Emir, gin."
"Wah, putra ayah diam-diam ternyata hebat juga ya."
Ninlil, ibu, dan ayah datang ke ruang tunggu yang disediakan untuk para Regal Knight. Ruangan ini cukup mewah. Sebuah sofa panjang, proyeksi tv yang cukup besar di ujung ruangan, mesin pembuat kopi, teh, dan minuman lainnya.
Ninlil Alhold, adikku, adalah perempuan yang lebih mudah empat tahun dariku. Berbeda denganku yang memiliki rambut coklat seperti ibu, dia menuruni rambut hitam berkilau ayah. Rambut panjangnya dikuncir dengan sebuah pita biru muda yang senada dengan gaun pestanya. Warna matanya juga menuruni ayah, hijau kebiruan. Dari matanya yang bulat dan lebar, kamu bisa melihat sebuah pandangan yang polos dan kagum. Dan seperti ayah, dia adalah spesial, memiliki pengendalian utama aluminium.
Ibu, Yueni Alhold, memiliki rambut panjang coklat yang dikepang panjang di belakang punggungnya. Ibu mengenakan gaun berwarna ungu cerah. Sepertiku, ibu memiliki mata berwarna biru gelap. Tapi jangan salah. Pandangannya tampak sangat tajam, tidak seperti ayah dan Ninlil yang carefree. Ibu memiliki pengendalian utama berupa kuarsa, sebuah pengendalian yang generik. Tapi itu tidak menghentikan ibu untuk menjadi salah satu orang paling berpengaruh di dunia ini melalui perusahaan-perusahaannya.
Ayah, Barun Alhold, memilki rambut pendek hitam rapi. Dia mengenakan tuksedo berwarna putih dengan jubah abu-abu cerah. Ayah adalah seorang dokter dan memiliki rumah sakit di beberapa kota. Sebenarnya banyak yang bisa kukatakan tentang ayah, tapi kelemahan utama ayah adalah sifat dan pandangannya yang carefree. Meskipun Ninlil cukup carefree, tapi dia masih memiliki sense dalam berpakaian, tidak seperti ayah.
Bukannya aku protes, tapi ayah sebagai kepala keluarga dan berasal dari keluarga utama Alhold, dia seharusnya sedikit sadar akan posisinya. Tapi kalau aku dengar dari ibu, ayah sejak kecil memang seperti itu. Alasan aku tidak protes adalah, tampaknya sifatnya yang satu itu menurun padaku.
Berbeda dengan yang lain, aku mengenakan pakaian igni abu-abu yang dilapisi kaos putih dan celana kargo abu-abu. Di bahu, dada, siku, dan lutut terpasang pelindung yang terbuat dari kulit tebal, sebuah pelindung kulit. Di atas pelindung kulit itu, masih terpasang zirah besi sebagai pelindung tambahan. Senjataku berada di ujung ruangan, terbungkus rapi dalam kain besar. Tentu saja, ayah dan ibu menganggap semua armor dan senjataku disediakan oleh Emir.
"Selamat sore bapak Barun Alhold, Ibu Yueni Alhold, dan Ninlil Alhold. Terima kasih karena telah mengizinkan Lugalgin untuk berpartisipasi."
Emir tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ketika kami sedang berbincang-bincang. Kami berempat langsung berdiri dari sofa. Aku dan ayah langsung merendahkan tubuh kami, satu lutut menyentuh lantai, kepala menghadap ke bawah. Ibu dan Ninlil melakukan hal yang sama, tapi mereka mengangkat sedikit rok gaun mereka dahulu sebelum merendahkahan tubuh mereka, jadi rok mereka tidak ada yang dibawah kaki mereka.
Tidak lama setelah kami merendahkan tubuh kami. Emir mengatakan "Berdiri", menyatakan kami diperbolehkan untuk berdiri kembali.
"Sungguh suatu kehormatan bagi kami ketika kami mengetahui Tuan Putri Emir telah menunjuk putra kami, Lugalgin, untuk menjadi Regal Knight Tuan Putri."
"Tidak. Kemampuan putra bapak lah yang membawanya sampai sini. Meskipun keluarga Alhold tidak memiliki status bangsawan resmi, tapi keluarga Alhold telah diakui setara dengan bangsawan. Melihat hal ini, rasanya cukup normal untuk Lugalgin menjadi Regal Knightku."
Ah, di saat acara formal seperti ini dia benar-benar berbeda. Benar-benar berbeda dari image tomboi yang terkenal karena dia suka bela diri dan latih tanding dengan tentara kerajaan.
Seperti yang dikatakan oleh Emir, seharusnya keluarga Alhold sudah menjadi keluarga bangsawan melihat pencapaian mereka dari masa ke masa. Namun entah kenapa, pendiri keluarga Alhold pertama menyatakan dia tidak menginginkan status bangsawan dan hanya ingin hidup sebagai warga biasa. Padahal pendiri keluarga Alhold adalah teman dekat pendiri kerajaan ini. Di lain pihak, berkat keputusan kakek moyangku ini, aku yang tidak memiliki kekuatan pengendalian tidak terbebani dengan kewajiban bangsawan. Mungkin dia juga tidak menyukai kewajiban bangsawan, noblesse oblige.
"Ngomong-ngomong, tadi saya mendengar Count Miserati mencari bapak dan ibu."
"Terima kasih atas kepedulian Tuan Putri. Kami akan segera menemui mereka."
Ayah dan ibu yang mendengar ucapan Emir pun sedikit membungkukkan tubuh mereka dan lalu berjalan keluar. Setelah mereka keluar, aku pun kembali duduk di kursi.
"Kakak, kakak tidak sopan. Duduk sebelum tuan putri memberi izin."
Percakapan dengan Tuan Putri selalu dibalas oleh ayah. Sudah tradisi kalau kepala keluarga atau minimal laki-laki lah yang harus menjawab bangsawan atau keluarga kerajaan. Perempuan hanya boleh berbicara kalau menyatakan keberatan dengan ucapan Tuan Putri atau laki-laki yang bersangkutan, seperti yang baru saja dilakukan oleh Ninlil.
"Tidak apa, Ninlil. Kamu juga silahkan duduk."
"Ma, maafkan atas kelancangan kakak saya, tuan putri."
Apa yang dilakukan Ninlil adalah sebuah etika yang normal ketika berhadapan dengan keluarga kerajaan atau dengan bangsawan yang memiliki status lebih tinggi, akulah yang tidak normal. Yah, normalnya aku juga akan melakukan hal yang sama, tapi Emir membencinya kalau aku melakukan itu jadi aku akan menurutinya. Dan lagi, pandanganku terhadapnya sudah tidak terlalu baik lagi.
"Jadi, Lugalgin, apa rencanamu?"
"Rencanaku? Aku tidak bisa mengembangkan rencana sekarang. Nanti aku akan membuat rencana ketika sudah di arena."
"Apa kamu yakin?"
"Ya. Meskipun aku sudah membaca semua dokumen dan keahlian masing-masing peserta di layar tv itu, tapi aku masih belum mengetahui sehebat apa mereka di arena. Membuat rencana setelah melihat mereka secara langsung akan lebih baik."