"Apakah ini berarti, keputusanku untuk mundur saat itu adalah salah?"
[Tidak, keputusanmu tepat. Kita tidak bisa terlalu mengambil risiko saat itu.]
Dia menjawabku dengan enteng.
Aku sudah berkomunikasi dengan suara ini cukup lama, tapi aku tidak pernah bertemu dengannya secara langsung. Sebagai agen Gugalanna, kami memang tidak pernah mengetahui siapa sosok yang memberi perintah langsung kepada kami. Namun, yang jelas, kami mengetahui kalau perintah itu adalah kehendak sang Raja.
"Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku mencoba mengikuti dan mengumpulkan informasi mengenai laki-laki bernama Lugalgin ini, tapi laki-laki bernama Lugalgin itu benar-benar sulit diikuti. Dia selalu mengetahui keberadaanku ketika aku mengikutinya. Hanya ada satu hal yang kuketahui tentang Lugalgin ini selain dari rumor."
[Dan apakah itu?]
"Setiap pagi, sebelum matahari terbit, dia selalu pergi ke suatu tempat. Namun, seperti yang kubilang sebelumnya, dia sangat tajam. Aku tidak bisa mengikutinya hingga tujuan."
[Hmm, begitu ya.]
Reaksinya lemah sekali. Apa ini berarti mereka sudah kehilangan minat pada pria bernama Lugalgin ini? Tapi aku masih penasaran bagaimana pria ini mampu melumpuhkan senjataku malam itu.
"Kalau kuteruskan, mungkin aku bisa mengetahui tujuannya satu atau dua minggu lagi."
[Tidak. Tahan dulu. Jangan lupa kamu harus kembali untuk menerima tamu kerajaan.]
Ah, iya, aku hampir lupa kalau akan ada kunjungan delegasi dari kerajaan ini. Normalnya, aku tidak perlu datang, tapi, entah kenapa, Sang Raja tiba-tiba memerintahkanku untuk mendampingi delegasi ini. Padahal yang akan negosiasi adalah Karisma, lalu kenapa aku juga harus kembali?
Yah, sudahlah.
"Baik, aku akan segera kembali."
***
Aku akhirnya tinggal di rumah milikku sendiri. Aku membeli rumah standar dua lantai. Lantai satu terdapat kamar mandi untuk tamu, satu kamar tamu, dapur, ruang keluarga, ruang tamu, garasi, pekarangan, dan juga kebun di sekeliling rumah. Di lantai dua terdapat kamarku, kamar Emir, satu kamar kosong, dan satu kamar mandi. Kamarku berada di kiri tangga sedangkan kamar Emir berada di kanan tangga. Kamar di tengah kosong.
Rumahku terletak antara rumah ayah dan pelabuhan, jadi, kalau aku mau ke gudang di dekat pelabuhan, jaraknya tidak sejauh dulu lagi.
Daripada itu, aku mau bilang momen aku jatuh hati pada Emir belum terlihat. Yah, belum terlihat.
Sudah hampir dua minggu sejak Emir tinggal denganku, tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda menjadi mandiri.
Permasalahan pertama, dia tidak bisa bangun di pagi hari tanpa dibangunkan oleh orang lain. Setiap pagi, setelah aku pulang, aku harus masuk ke kamarnya untuk membangunkannya. Dia mengenakan piama yang agak transparan, tapi tidak di bagian dada dan pinggangnya. Setiap pagi, aku bisa melihat piamanya, yang entah bagaimana, setengah terbuka, menunjukkan kulitnya yang seputih lilin dan selicin sabun itu.
Kalau melihat seorang perempuan mengenakan piama yang setengah terbuka seperti itu, normalnya, aku akan terpesona dan mungkin tidak mampu mengendalikan naluri lelakiku. Namun, untungnya, setiap pagi aku mampu menahannya.
Bukan, bukan menahannya. Lebih tepatnya pikiranku teralihkan oleh sesuatu yang lain. Di pagi hari, rambutnya benar-benar mekar dan menjalar ke segala arah, seperti singa jantan. Ditambah warna rambut yang merah membara, penampilannya, mungkin, seperti singa yang kebakaran.
Untuk momen sebelum Emir bangun, aku selalu mengeluarkan handphoneku dan mengambil foto selfie dengannya, yang masih tertidur. Rambutnya adalah sesuatu yang benar-benar spektakuler. Ditambah hari ini, koleksi foto Emir yang masih tidur di pagi hari sudah mencapai angka 12.
Ketika melihat rambut Emir yang bergelora seperti itu, aku jadi penasaran bagaimana rambut ibu dan Ninlil bisa tetap lemas, dan menawan, meskipun mereka baru bangun. Hmm, kalau dilihat dari keadaan saat tidur, ibu dan Ninlil terlihat lebih bangsawan daripada Emir.
Permasalahan kedua, kamarnya benar-benar berantakan. Dia meletakkan barang-barangnya di sembarang tempat. Bahkan, kursi yang ada di kamarnya, menjadi sebuah tumpukan pakaian, entah apakah itu pakaian bersih atau pakaian kotor.
Aku berkali-kali harus memaksanya membersihkan kamarnya, meskipun aku juga membantu sih. Namun, tidak peduli sebersih apapun kamarnya, dalam waktu kurang dari dua hari, kamarnya akan kembali hancur.
Gara-gara kamarnya yang berantakan, Emir beberapa kali pindah ke kamarku untuk tidur. Aku pun terpaksa pindah ke kamar kosong di tengah.
Aku tidak mau tidur satu ranjang dengannya dulu. Aku masih laki-laki normal. Entah hal apa yang mungkin terjadi kalau aku tidur satu ranjang dengan perempuan. Dan ya, aku akui, dia cantik dan seksi.
Permasalahan ketiga, dia benar-benar kasar dalam melakukan pekerjaan rumah. Ketika dia menyapu, dia akan menggerakkan gagang sapunya benar-benar cepat dan kuat, berpikir pekerjaannya akan selesai lebih cepat. Yang terjadi justru sebaliknya. Debu dan kotoran justru terbang kemana-mana. Aku pun harus menunjukkan cara yang benar.
Lalu, ketika dia mencoba mencuci pakaian dalamnya, dia datang padaku, menangis, karena merusaknya. Tentu saja pakaian dalamnya akan rusak, dia mencucinya dengan sekuat tenaga.
Karena dia sudah menjadi rakyat jelata, aku memaksanya untuk menggunakan pakaian dalam yang biasa dijual di pertokoan. Pakaian dalam yang dijual di pertokoan memang tidak sehalus pakaian dalam yang biasa dia gunakan, tapi setidaknya bahannya cocok untuk dicuci dan dikeringkan dengan mesin. Pada awalnya, dia mengeluh kalau gatal, tapi setelah beberapa hari dia sudah terbiasa, tampaknya.
Permasalahan keempat, ah..., lebih baik aku berhenti mengeluh sekarang. Daftarnya akan terlalu banyak kalau aku menyebutkan masalah yang ada di Emir satu per satu. Yah, setidaknya, meskipun dia kesusahan, dia masih berusaha sebaik mungkin.
Hari ini kami baru saja memotong rumput di pekarangan dan sedikit berkebun. Setelah selesai, pelajaran berlanjut ke kelas memasak camilan dan roti, dan lalu sedikit bersih-bersih rumah.
"Ahh.... capek....."
Emir tiduran di atas sofa, menggunakan pangkuanku sebagai bantal, sementara aku menonton acara tv. Di saat santai seperti ini, dia selalu mengenakan kaos oblong dan celana jeans pendek. Ketika aku bilang pendek, yang aku maksud adalah celana yang kurang dari setengah pahanya. Dia bilang pakaian semacam itu adalah pakaian favoritnya karena tidak mengganggu gerakan.
Kalau aku boleh protes, bahkan pakaian seperti yang kugunakan, kaos oblong dan celana tiga perempat, juga tidak akan mengganggu gerakan. Mungkin ada alasan lain yang tidak bisa dia ungkapkan karena dia perempuan. Yah, sudahlah.
Aku istirahat sejenak sebelum nanti siang melanjutkan pekerjaan. Seorang klien menginginkan sepeda motor dengan model yang sama, dengan yang kugunakan. Setelah aku menjadi juara battle royale, klien itu mengatakan ingin mengendarai sepeda motor yang sama sepertiku. Dia melakukannya supaya bisa pamer kalau dia memiliki kendaraan yang sama denganku, yang jumlahnya sangat terbatas dan harus dipesan khusus.
Aku menerima pekerjaan itu dengan senang hati dan siang ini, knalpot dan suspensi, part terakhir yang kuperlukan, datang. Aku hanya perlu merakitnya. Semua suku cadang dibuat oleh pabrik yang berbeda. Karena desainnya berbeda dengan mesin yang sekarang dijual, aku harus membawa blueprint yang kumiliki kepada mereka dan membuat pesanan khusus untuk setiap suku cadang. Aku sengaja memesan suku cadang di beberapa tempat yang berbeda untuk menghindari desainku dicuri.
"Gin, aku lapar."
"Baru jam 10. Tadi baru sarapan jam 7 kan."
"Tapi..." Emir kembali melanjutkan keluhannya. "Aku kecapekan. Tidak pernah kuduga bersih-bersih rumah sekecil ini bisa melelahkan. Aku tidak bisa membayangkan tenaga para pelayanku. Jujur, latihan di militer terasa jauh lebih mudah daripada ini semua."
"Hahaha, itu karena di militer kerajaan ini, kamu hanya diajarkan untuk mengerahkan segala kekuatanmu. Untuk beres-beres rumah seperti ini, kamu justru harus menahan kekuatanmu agar tidak berlebihan dan membuat kekacauan."
"Ohh...." Emir merespon pelan. "Gin, manjain aku."
"Gak mau," aku menolak permintaannya. "Daripada itu, lebih baik kamu membuat teh sana. Normalnya setelah bersih-bersih seperti ini sang istri akan ke dapur dan membuatkan teh dan mengambilkan makanan untuk sang suami."
"Ehhh... Tapi aku capekkkk......"
"Kalau begitu sudah, tiduran saja di sini."
Aku mengusap rambutnya, sedikit memanjakannya agar dia tidak terlalu banyak mengeluh.
Kalau sebelumnya, aku dan ayah yang bersih-bersih rumah sementara ibu dan Ninlil akan menyiapkan makanan kecil dan teh.
Normalnya aku akan bersih-bersih rumah hanya di hari libur. Sayangnya, saat ini, statusku adalah pekerja serabutan, jadi ada beberapa momen di hari kerja yang justru santai seperti sekarang. Namun, kadang di hari libur malah penuh dengan pekerjaan. Dan dengan uang yang kudapatkan setiap bulannya, aku jadi agak kehilangan motivasi untuk bekerja.
Aku beruntung permintaan kali ini adalah sepeda motor sehingga aku tidak terlalu bosan. Kalau permintaan kali ini hanya lampu lentera atau mesin ketik manual, aku pasti sudah kehilangan motivasiku.