Lima hari berlalu sejak aku melawan Eliot. Setelah pertarungan itu, lokasi berlatih kami pindah ke zona militer kerajaan. Amulet untuk pengguna, seperti yang aku dan Ufia gunakan, tidak memiliki perbedaan. Namun Amulet yang digunakan untuk membuat dinding jauh lebih maju dibandingkan sekolah kesatria. Satu Amulet dapat membuat dinding pelindung hingga beberapa ratus meter persegi. Dan yang membuat dinding pelindung ini adalah salah satu pelayan Jeanne.
Aku menggunakan minigun untuk melepaskan hujan amunisi pada Ufia.
Ufia sudah berkembang sangat pesat. Dia sudah bisa membuang kode etik kesatrianya. Dia juga tidak sungkan menggunakan tanah, pasir, atau benda apapun yang bisa digunakan untuk melawanku.
Sambil menghindari hujan amunisi, Ufia mengirim bazoka ke atas atau ke belakangku, menyerang dari titik buta. Dia sudah melakukannya beberapa kali. Ketika aku lengah karena menghindari serangan bazoka, Ufia menerjangku.
Blarr blarr blarr
Beberapa ledakan muncul.
Ufia mundur sebelum ledakan-ledakan tersebut menghantam tubuhnya. Aku hanya mampu membalikkan badanku, menutupi kepala dari ledakan.
Sebelum ini, oleh permintaanku, Jeanne memberiku Amulet yang biasa digunakan oleh militer maupun sekolah kesatria. Setelah aku bongkar, aku mendapati Amulet tidak menggunakan kekuatan pengendalian seseorang untuk pengoperasiannya. Sebelum digunakan, amulet tersebut telah diisi dengan tenaga pengendalian seseorang. Dengan sistem komputer, amulet tersebut menggunakan pengendalian perak yang telah disimpan, membuat pelindung di sekitar tubuh pengguna.
Sederhananya, amulet ini adalah alat pengendali debu perak otomatis.
Kalau debu perak di amulet beroperasi dengan kekuatan pengendalian, maka pengendalian itu akan menghilang ketika mengalami kontak dengan kulitku. Kalau ada serangan yang datang ke wajahku, atau tubuhku yang tidak tertutup oleh kain, maka serangan itu akan mendarat ke tubuh. Hal ini menjelaskan kenapa tanganku mampu mencapai wajah Ufia di battle royale dan arrowhead Eliot menggores pipiku.
Keputusanku, untuk tidak sepenuhnya percaya pada amulet, di battle royale benar-benar tepat. Kalau aku membiarkan satu peluru saja mendatangi kepalaku, pasti hidupku sudah berakhir saat itu juga.
Karena sistemnya otomatis, menggunakan komputer, aku mampu memodifikasinya juga. Selain melindungi tubuh dari luka, normalnya, Amulet ini juga membuat penggunanya tidak merasa sakit. Aku memodifikasinya sehingga tubuh tetap menerima rasa sakit tapi tidak meninggalkan luka. Ufia harus membiasakan tubuhnya dengan rasa sakit. Dan tentu saja, aku dan Ufia mengenakan amulet yang telah kumodifikasi ini.
Dan karena modifikasi ini juga, sekarang aku merasa seolah-olah kulitku terbakar. Karena wajahku tidak terlindungi, aku harus menutupinya dengan tubuh.
"EMIR! KALAU MAU MENYERANG LIHAT-LIHAT! KAMU TIDAK TAHU SAKITNYA TERKENA LEDAKANMU!"
"Maaf..."
Tidak menyia-nyiakan kesempatan, ketika aku berbicara pada Emir, Ufia maju menerjang dengan pedang besarnya. Karena serangannya berasal dari atas, aku bisa menahannya dengan perisai bahu.
"Baik, istirahat!"
Aku menghentikan latihan ini sejenak.
"Hah, hah, hah, terima kasih."
Ufia mengucapkan terima kasih sambil mengatur nafas.
Wajar saja Ufia kehabisan nafas. Dia bergerak kesana kemari dengan pedang besar yang harus dikendalikan. Belum lagi, dia mengirim bazoka ke belakang dan atasku. Semakin jauh benda yang dikendalikan, semakin besar juga stamina dan konsentrasi yang dibutuhkan.
Aku juga berkeringat, tapi nafasku masih normal jika dibandingkan dengan Ufia. Kami berjalan menuju samping arena latihan, dimana Jeanne dan Emir sudah menanti dengan sebotol minuman.
Tanpa aba-aba, aku menarik pistol dan melepaskan tembakan ke Ufia. Ufia mampu menghalau tanganku, membelokkan jalur tembakan.
Ufia tersenyum sambil melihatku. Aku pun tersenyum.
Bagus. Instingnya sudah aktif meskipun dia tidak bertarung. Dengan begini dia sudah cukup layak untuk menjadi agen Schneider, meskipun sebenarnya aku tidak tahu persyaratan untuk menjadi agen Schneider sih.
Kami melanjutkan perjalanan ke Emir dan Jeanne.
"Ahh, panas sekali ya kalau latihan di luar ruangan."
"Itu bukan alasan untukmu membuka jaket." Jeanne menghentikan Emir yang meletakkan tangannya di ritsleting jaket. "Emir, Lugalgin sudah mengingatkanmu terus-terusan, tapi kok kelihatannya kamu enggak paham juga ya?"
"Panas. Di dalam jaket ini aku pasti sudah basah kuyup karena keringat."
Emir tidak mau mengalah. Dia menyanggah Jeanne.
"Justru itu adalah alasan utama kenapa kamu tidak boleh melepas jaketmu."
"Kamu yang mengenakan kaos dan celana kasual tidak punya hak untuk mengatakannya."
"Aku memang berlatih untuk bertarung menggunakan pakaian kasual. Kalau kamu protes, kenapa kamu tidak mengenakan kaos dan celana kasual juga?"
Aku mengayunkan tanganku, yang memegang botol air, ke arah Emir dan Jeanne, menyiram air ke kepala mereka.
"Di sini sudah panas, jangan membuat keadaan semakin panas."
"Ma, maaf."
Emir dan Jeanne menjawabku dengan nada memelas.
Di lain pihak, Ufia tidak lagi memrotesku seperti dulu. Dulu, kalau aku memperlakukan Emir dan Jeanne seperti ini, pasti dia akan langsung marah dan protes, mengatakan kalau aku lancang dan lupa posisi. Tampaknya, dia sudah menganggap posisiku dan Jeanne sama. Atau dia takut aku berhenti melatihnya?
Di lain pihak, Jeanne juga tidak protes atau merasa tersinggung dengan caraku memperlakukannya. Justru sebaliknya, setelah melihat caraku berbicara dan memperlakukan Emir, dia ingin aku memperlakukannya mirip seperti aku memperlakukan Emir.
Kalian adalah bangsawan yang tidak normal.