"Berbeda dengan serangan di panti asuhan yang berhasil dinetralisir dengan bantuan Lugalgin, serangan di kantor pemerintah Afee masih belum mampu dinetralisir. Tuan Putri Inanna, ibu anda masih ditawan bersama kedua adik anda."
Aku hanya memberi perintah. Menurutku, MVP yang sesungguhnya adalah penembak jitu yang aku bawa, Inanna, dan Emir. Tanpa mereka bertiga, serangan itu tidak akan bisa dinetralisir.
Ngomong-ngomong, penembak jitu yang kubawa bukanlah penembak jitu terbaik di Bana'an. Bahkan, aku bisa bilang mereka masih pemula. Terbukti dari tembakan mereka yang meleset, tidak bisa memperkirakan ketebalan kaca. Namun, untungnya, aku sudah mempersiapkan rencana cadangan.
Sekarang, aku sedang mendengarkan penjelasan singkat mengenai keadaan di tempat ini, kantor pusat pemerintahan Afee.
Setelah Etana ditahan, dan para tawanan diselamatkan, sebuah mobil datang menjemput Inanna. Ketika aku akan kembali ke hotel bersama Jeanne, tiba-tiba Inanna memintaku ikut dengannya.
Meski awalnya aku menolak, Jeanne memintaku untuk ikut dengan Inanna. Dia ingin menolong teman baiknya itu. Di lain pihak, ke depannya, hal ini bisa menjadi bahan negosiasi.
Sebelum aku pergi, karena ini di luar kontrak, aku meminta bayaran tambahan ke Jeanne. Karena Jeanne tidak tahu apa yang aku inginkan, dan tampaknya dia tidak mau terlihat diperas oleh bawahannya, maka dia mengiyakan permintaanku tanpa mengetahui bayaran tambahan macam apa yang aku maksud.
Kami berada di sebuah trailer yang penuh dengan layar. Masing-masing layar menunjukkan rekaman langsung dari sekitar gedung. Gedung pemerintahan Afee memiliki eksterior seperti kantor, sebuah gedung dengan 60 lantai. Lantai 50 hingga lantai 60 adalah ruang pribadi keluarga selir.
Ketika melihat gedung ini, aku menyimpulkan Selir Filial adalah seorang workaholic. Maksudku, dia menjadikan kantor pemerintahan sebagai rumahnya. Kurang workaholic apa dia?
Aku tentu saja membawa kota arsenalku. Namun, sebagian senjata seperti toya yang dilipat, pistol, dan perisai bahu, sudah siap sedia di tubuhku.
Kondisinya adalah, awalnya, sebanyak kurang lebih 80 orang ditawan, termasuk Selir Filial dan kedua putra putrinya. Penyerangan dilakukan setelah jam kerja, jadi tidak seluruh karyawan ditawan.
Semua jendela ditutup dengan kain hitam, membuat kami tidak bisa mendapatkan pandangan ke dalam. Jumlah penyerang pun tidak diketahui. Sudah dua jam lebih berlalu, 20 orang sudah tewas.
Tapi, aku memiliki pertanyaan lain.
"Apa kalian yakin kalau ini adalah True One?"
"Kenapa kau bertanya demikian."
"Jika dibandingkan dengan grup yang menyerang kami, grup ini terlihat jauh lebih profesional. Salah satu contohnya adalah grup yang menyerang kami tidak repot-repot menutup jendela, membuat penembak jituku mampu menetralisirnya."
Kapten Iskandar, yang sebelumnya memberi penjelasan singkat, melempar pandangan pada beberapa orang yang berada di ruangan ini.
"Orang yang meminta tebusan adalah Shera, Second in command True One. Jadi, kami yakin kalau memang True One adalah pelaku penyerangan ini."
Meski sebenarnya Etana sudah mengonfirmasi kalau penyerangan ini juga dilakukan oleh True One, dari siaran yang dia lakukan, aku masih tidak sepenuhnya yakin. Namun, tidak ada fungsinya juga aku mempertanyakannya pada orang-orang di ruangan ini.
Aku ingat nama dan wajah orang yang dimaksud. Shera adalah pemimpin tertinggi True One saat ini. Siapa pemimpin tertingginya? Dia adalah Brau yang sudah ditahan sebelumnya, dan yang coba dibebaskan oleh True One.
"Tidak ada yang tahu bagaimana mereka menyerang?"
"Dari rekaman yang kami dapat, tampaknya mereka sudah bersembunyi di dalam gedung ketika jam kerja selesai. Jadi, tampaknya, mereka masuk entah di jam istirahat atau jam kerja."
Beberapa layar menunjukkan rekaman dimana orang tiba-tiba muncul dari kamar mandi atau beberapa titik buta kamera lain. Yang mereka lakukan pertama adalah menghancurkan kamera keamanan, menunjukkan kalau mereka sudah mengetahui lokasinya.
"Gin, itu tidak penting, kamu harus segera memikirkan cara untuk menyelamatkan ibu!"
Akhirnya, Inanna yang berdiri di sampingku, angkat bicara. Inanna panik karena dia mendapat larangan dari Yang Mulia Paduka Raja untuk berpartisipasi dalam operasi penyelamatan. Padahal, kalau Inanna berpartisipasi, operasi ini pasti akan jadi sangat mudah, semudah serangan balik di panti asuhan.
Alasan kenapa Inanna dilarang berpartisipasi adalah karena keluarganya menjadi sandera. Kalau orang normal bilang, justru itu adalah alasan kenapa Inanna harus berpartisipasi. Di lain pihak, aku setuju dengan keputusan Yang Mulia Paduka Raja.
Dengan keluarganya ditawan, kemampuan Inanna untuk berpikir normal akan menurun drastis. Inanna akan gegabah dan mudah diperdaya oleh lawan. Di saat itu, ada kemungkinan Inanna justru menjadi beban. Bahkan, bisa jadi dia memihak musuh karena mendapat tawaran keluarganya akan dibebaskan.
"Maaf, Tuan Putri Inanna, tapi saya tidak bisa gegabah."
Inanna tersentak ketika mendengar jawabanku. Tampaknya dia baru sadar kalau dia sudah membuang semua bahasa formal ketika memintaku barusan.
"Dari gerakan mereka, tampaknya mereka mengetahui keberadaan lokasi kamera pengawas. Dan, saya belum yakin jumlah penyerangnya. Kalau saya boleh terang-terangan, ada orang dalam yang berpartisipasi dalam serangan ini, entah salah satu pegawai atau bahkan keluarga Tuan Putri Inanna sendiri."
Cklak.
Beberapa orang di ruangan ini langsung menodongkan pistol ke arahku, tidak terkecuali kapten Iskandar.
"Maaf, mungkin kata-kata saya agak kasar, tapi saya tidak bisa membiarkan perkataan Anda yang menghina keluarga Selir Filial, yang adalah keluarga kerajaan."
Kamu bilang itu kata-kata kasar? Itu masih formal dan halus. Aku bisa bilang Kapten Iskandar masih menahan emosinya. Dia tidak mau kata-katanya menjadi pemantik kerusuhan antara Bana'an dan Mariander.
"Satu lagi, saya lupa. Ada kemungkinan orang dalam yang berpartisipasi dalam penyerangan ini adalah salah saru orang yang kini sedang berjaga, orang militer. Atau bahkan." Aku menoleh ke sekitar. "Ada kemungkinan orang itu berada di dalam ruangan ini."
"Kau—"
Cklak.