"Jadi, apa yang kalian inginkan?"
Aku berbicara pada dua orang tua di kanan dan kiriku. Meski aku bilang orang tua, mereka belum mencapai usia pensiun, 60 tahun. Dua orang tua ini adalah Yang Mulia Paduka Raja Fahren Falch Exequeror dan yang Mulia Paduka Raja Arid Kai Behequem. Kami bertiga sedang berendam di pemandian air panas milik istana Mariander.
Aku diberi hak menggunakan pemandian air panas ini sebagai ucapan terima kasih oleh Mariander. Ucapan terima kasih itu diberikan karena aku berhasil menekan pemberontak di dua tempat berbeda. Namun, tidak lama setelah aku masuk, dua orang tua ini masuk. Dengan kata lain, ucapan terima kasih tersebut hanyalah kedok.
Aku tidak merasakan kehadiran orang lain, dan karena ini kamar mandi, tidak ada kamera pengawas juga. Karena tidak ada orang lain, aku pun menerima perintah mereka untuk membuang formalitasku.
"Kami ingin berbicara denganmu."
"Dan, karena ini juga menyangkut masa depan Bana'an, aku pun ada di sini."
Jujur, aku memiliki perasaan tidak enak. Lebih tepatnya, aku memiliki perasaan kalau aku tidak akan menyukai topik pembicaraannya.
"Yang Mulia Arid, bukankah Anda seharusnya berada di pesta, saat ini? Seharusnya, Anda bersama keluarga kerajaan yang lain, menemani dan melepas kepergian Tuan Putri Jeanne. Dan, Yang Mulia Fahren, aku tidak mendengar berita apapun tentang Anda datang ke sini."
"Hahaha, aku selalu memiliki orang yang bisa menggantikan posisiku seperti sekarang." Yang Mulia Arid menjawab dengan sebuah tawa keras.
"Begitu juga denganku. Kalau tidak ada hal yang urgen, aku bisa pergi kemana pun semauku. Seperti sekarang."
Dengan kata lain, dua orang ini meninggalkan pekerjaan mereka demi berada di sini, untuk bertemu denganku.
Di saat itu juga, aku menyadari satu hal. Kalau saat ini aku membunuh Yang Mulia Fahren, besar kemungkinan aku bisa lolos dengan mudah. Maksudku, mereka tidak mungkin mengumumkan kalau Yang Mulia Fahren dibunuh ketika dia pergi tanpa pengawal kan? Aku bisa melamp–
Tidak. Tidak. Aku harus menekannya. Aku tidak boleh membunuhnya. Semua itu sudah berakhir. Aku harus menganggapnya berakhir.
"Jangan terlalu kaku. Karena, di masa depan nanti, kami hanyalah bawahanmu."
"Hah?"
"Ya, Arid benar. Di masa depan, kamu lah yang akan menjadi atasan kami."
Apa maksud mereka? Aku sama sekali tidak memahami ucapan mereka.
"Lugalgin," Fahren mencari perhatianku. "Apa menurutmu, pertemuanmu dengan Emir dan Inanna di tol, adalah kebetulan?"
Aku tidak memberi jawaban.
"Hah! Aku rasa dia tidak akan berpikir begitu," Arid menyambung ucapan Fahren. "Iya, kan? Lugalgin Alhold."
Aku mencoba berdiri dari pemandian dan berbalik.
"Hei, tunggu, mau ke mana kamu?"
"Jangan terburu-buru."
Arid dan Fahren menahan bahuku sebelum aku bisa berdiri. Mereka tidak membiarkanku pergi.
"To the point! Apa yang kalian inginkan?"
Mereka berdua melepaskan tangan mereka dari bahuku. Meski aku sudah tidak ditahan lagi, aku belum beranjak
"Hei, ada apa denganmu? Kenapa pandanganmu tajam seperti itu?"
"TO.THE.POINT!"
Aku tidak memedulikan pertanyaan Arid.
"Baik, baik." Fahren menurut. "Singkat cerita, kami ingin kamu menjadi Raja dan menyatukan lima kerajaan kembali."
"Lima kerajaan?"
"Lebih tepatnya, empat kerajaan dan satu republik," Arid mengoreksi Fahren.
Setelah itu, mereka berdua pun memberikan sebuah cerita yang sudah diberi pada pelajaran sejarah.