"Silakan tunggu di sini."
Kami bertiga, aku, Emir, dan Inanna, diminta menunggu. Meskipun Emir adalah putri raja dan Permaisuri Rahayu, tapi secara status, dia bukan lagi keluarga mereka. Oleh karena itu, kami berada di mansion untuk menerima tamu yang tidak memiliki urusan administrasi.
Sebelumnya, biar aku bicarakan mengenai tata letak istana secara singkat. Istana Bana'an bukanlah istana jaman primitif seperti yang ada di buku sejarah, melainkan sebuah kompleks bangunan. Bagian dalam istana terbagi menjadi beberapa kawasan, yaitu kawasan administrasi, kawasan militer, kawasan pemukiman, kawasan hiburan, dan bangunan inti.
Stadium untuk battle royale berada di kawasan militer sedangkan ruang pesta dan ruang audiensi berada di bangunan inti. Bangunan inti juga berfungsi sebagai tempat tinggal Raja dan Permaisuri.
Bangunan pertama yang harus kamu datangi adalah bangunan penerima tamu. Bangunan ini adalah bangunan pertama yang harus didatangi setelah melewati gerbang. Kamu harus melapor pada petugas mengenai keperluanmu datang ke istana. Apakah pengaduan, meminta pertemuan, pengajuan keringanan upeti atau pajak, permintaan pengawalan, dan lain sebagainya. Lalu, setelah itu, baru diantar ke kawasan yang dituju.
Normalnya, untuk pertemuan, kami harus datang dua kali. Pertama, kami mengisi formulir untuk mengetahui pihak yang akan ditemui beserta tujuannya. Selanjutnya, bagian administrasi akan mengecek apakah pertemuan itu bisa dilakukan dengan keluarga kerajaan yang dimaksud. Seminggu kemudian, orang yang ingin bertemu akan kembali ke istana untuk mengecek apakah pertemuan itu bisa dilakukan.
Pemberitahuan diberikan dengan surat dalam amplop bersegel. Istana menolak memberi pemberitahuan secara online atau melalui telepon untuk menghindari penipuan. Bahkan, arsip mereka juga offline.
Namun, karena yang meminta pertemuan adalah Emir, kami pun dipandu ke bangunan ini. Kami dibawa ke kawasan pemukiman, dimana selir dan anak-anaknya tinggal. Bangunan ini diperuntukkan untuk selir atau anak-anaknya menerima tamu sebelum dibawa ke rumah mereka.
Aku ke kamar mandi untuk mengambil sebuah senjata. Aku membuka tempat air kloset duduk dan mengambil sebuah plastik kedap air. Di dalam plastik kedap air itu, terdapat sepasang pistol dengan bayonet dan beberapa magasin peluru.
Pistol ini bukanlah yang kubawa di Arsenalku, tapi disediakan oleh Mulisu. Aku meneleponnya tadi malam dan mengatakan kondisiku. Dan, dia menyatakan akan meletakkan senjata di dalam kamar mandi, di tempat air kloset.
Namun, melihat kondisi ini, dimana senjata bisa diselundupkan ke kawasan pemukiman istana, keamanan kerajaan ini benar-benar sudah bobrok. Dulu aku tidak terlalu tahu karena tidak peduli. Tapi, semenjak serangan orang yang mengaku bernama Kinum itu, aku mulai mencari tahu keadaan kerajaan ini. Dan, hasilnya cukup mengejutkan. Kerajaan ini diambang kehancuran.
Ya, aku tidak bisa protes sih karena aku lah alasan utama kenapa keadaan bisa menjadi seperti ini.
Aku kembali ke ruang utama dimana aku meninggalkan tas selempangku. Tas itu hanya berisi satu botol air mineral. Aku mengeluarkan botol itu dan memasukkan pistol ini. Pisau di kakiku disita saat pemeriksaan di gedung administrasi.
"Dari mana kamu mendapat pistol itu?" Inanna bertanya.
"Di kamar mandi. Aku meminta kenalanku memasukkannya karena aku tahu kalau senjataku akan disita di gerbang."
"Heh... keamanan kerajaan ini bobrok sekali ya."
"Ya, aku tidak memungkirinya." Aku memberi tas ini ke Inanna. "Pelurunya adalah peluru timah berjaket baja. Jadi, kamu juga bisa mengendalikannya."
"Hehe, terima kasih." Inanna tersenyum sambil menerima tas.
Berbeda dengan Inanna yang penasaran dan bertanya, Emir hanya terdiam dan melihat ke pintu.
Sejak kemarin malam, Emir tidak bisa tenang. Bahkan, aku meniadakan latihan menjadi ibu rumah tangganya tadi malam.
Klak
Tidak lama kemudian, knop pintu berputar. Kami melihat ke pintu dan mendapati empat orang berdiri. Empat orang itu adalah Permaisuri Rahayu, Tuan Putri Yurika, Raja Fahren, dan satu kesatria.
Permaisuri Rahayu dan Yurika mengenakan kemeja dan rok panjang berwarna putih, membuat rambut merah muda mereka tampak semakin lembut. Raja Fahren, dengan rambut hitamnya, mengenakan setelan dengan jubah kerajaan. Untuk si kesatria, dia mengenakan baju zirah ringan lengkap dengan tombak, perisai, helm. Di pinggangnya, tampak sebuah sub machine gun dan pedang.
Ketika melihatku, si kesatria itu menggertakkan geraham dan memicingkan mata. Tampaknya, dia adalah salah satu dari orang yang memandangku... ung, tunggu dulu, tampaknya aku pernah melihat wajahnya. Ah, sudahlah.
"Ah, Ayah, ibu, kakak."
"Ah, sayang..."
Permaisuri Rahayu adalah yang pertama bergerak, meraih dan memeluk Emir erat. Mereka melepas kerinduan setelah beberapa bulan tidak bertemu. Permaisuri Rahayu memeluk Emir dengan erat.
"Ibu kangen sekali."
"Aku juga kangen, bu."
Permaisuri Rahayu tidak kunjung melepaskan Emir. Namun, setelah beberapa saat, akhirnya Permaisuri Rahayu melepaskan Emir.