"Dan, itu adalah cerita bagaimana Agade terbentuk. Bagaimana aku, bertemu dengan mereka semua."
Aku mengakhiri ceritaku. Tepat setelah aku mengatakannya, sebuah tepuk tangan kecil muncul dari orang-orang ini. Bagian mana yang membuat kalian bertepuk tangan?
Aku melihat ke jalan, melihat ke pembatas kota yang memberi indikasi kalau kami sudah masuk ke kota Haria. . . tunggu dulu, Haria?
"Lalu, apa ada pertanyaan lain?"
Sementara aku melihat ke belakang bus, memastikan tulisan selamat datang antar kota, Mulisu membuka sebuah pertanyaan lain.
"Jadi," Inanna membuka mulut. "Kabar kalau Lugalgin, maksudku Sarru, memusnahkan organisasi mafia seorang diri adalah benar?"
"Ya, benar. Aku melakukannya seorang diri. Tapi ingat, aku tidak blak-blakan masuk dari pintu depan. Aku menyebar racun. Aku menyerang mereka dari dalam."
Setelah memastikan tulisan selamat datang, dan memastikan kalau kami benar-benar berada di kota Haria, aku kembali duduk dan menghadap depan.
"Tetap saja Gin, kamu, seorang diri, menghancurkan organisasi mafia adalah hal yang luar biasa." Emir menambahkan. "Apalagi organisasi sekelas Enam Pilar."
"Tidak juga. Mulisu, Ukin, dan Lacuna juga bisa melakukannya."
"Tidak, tidak." Mulisu menolak ucapanku mentah-mentah. "Kalau hanya mafia kelas 4, mungkin aku bisa. Kalau mafia Kelas 5 atau bahkan Enam pilar, aku tidak yakin bisa melakukannya. Bahkan, aku tidak yakin Ukin bisa memberantas mafia kelas Enam Pilar. Dia pasti kelelahan dulu dan mundur."
Aku terdiam sejenak. Sebenarnya, aku tidak sepenuhnya percaya dengan ucapan Mulisu. Kalau Ukin mau, dia bisa meruntuhkan bangunan hanya dengan mencabut pilar baja yang menyangga, seperti yang dia lakukan saat menyerangku dan Lacuna. Dan, hal ini sudah cukup untuk memusnahkan organisasi.
Di lain pihak, untuk Mulisu, dia memang tidak seandal aku dalam hal penyusunan strategi atau sekuat Ukin dalam hal kekuatan, tapi justru ini adalah nilai lebihnya. Dia bisa menutupi kekurangan kekuatannya dengan strategi, begitu juga sebaliknya.
Hal tersebut tidak berlaku bagiku dan Ukin. Kalau strategiku gagal dan situasi tidak mendukung, aku tidak memiliki kekuatan yang bisa kuandalkan. Di lain pihak, kalau Ukin lebih lemah dari lawan atau lawan menggunakan strategi, dia tidak akan bisa mengalahkannya.
Dengan kata lain, aku, Ukin, dan Mulisu tidak bisa disamakan satu sama lain. Kalau kami bertiga memulai organisasi masing-masing, ada kemungkinan kami bertiga akan saling menodong namun tidak ada seorang pun yang berada di atas atau di bawah, sebuah Mexican standoff.
Kami, Mulisu dan aku, sudah menjalani puluhan pekerjaan dan misi bersama-sama, dan selama itu, aku memperhatikan perempuan ini baik-baik. Yang membuat Mulisu tampak lebih lemah dari aku dan Ukin adalah kepercayaan dirinya yang kurang. Ketika Mulisu melihat sesuatu tampak besar, secara tidak sadar dia akan membatasi diri dan lalu pada akhirnya berkata "memang tidak bisa, ya".
Dan, tampaknya, meski sudah dua tahun lebih berpisah, dia masih memiliki sisi itu. Mungkin ada sesuatu yang terjadi di masa lalunya yang membuat Mulisu menjadi seperti ini. Namun, aku tidak akan bertanya kalau dia tidak memilih untuk menceritakannya.
"Hei, Ibla, bisa kamu beri tahu dimana markas baru kalian berada?"
Aku mulai penasaran karena kita semua kembali ke Haria.
"Hehehe, lihat saja nanti." Ibla menjawab sambil mengedipkan sebelah matanya yang sudah sipit.
"Ya, baiklah kalau begitu."
"Gin." Emir mengangkat tangan di belakang bus.
"Ya?"
"Lalu, apakah Agade juga yang bertanggung jawab atas tragedi keluarga Cleinhad?"
Aku terdiam sejenak. Tidak peduli seberapa sering aku membayangkannya muncul, tapi, aku masih belum bisa benar-benar menerima pertanyaan ini dengan baik.
"Ya, benar,"
"Kami lah yang bertanggung jawab."
"Kami melakukannya karena kami–"
"Diam kalian!"
Tanpa aku sadari, aku sudah meninggikan suara.
Orang-orang di dalam truk ini pun terdiam. Atmosfer menjadi berat. Bahkan, aku bisa mendengar beberapa orang menelan ludah.
Aku segera meredam emosiku. Suara nafas lega terdengar dari seluruh penjuru bus.
"Maaf." Aku menghela nafas. "Yang bertanggungjawab atas insiden keluarga Cleinhad adalah aku seorang. Tidak seorang pun dari Agade yang ikut serta atau andil alih. Itu semua adalah tanggung jawabku, seorang."
Meskipun aku sudah meminta maaf, atmosfer di dalam bus ini masih belum kembali normal. Atmosfernya masih terasa berat.
Setelah pertanyaan itu, kami semua terdiam. Tidak ada lagi pertanyaan muncul dari Inanna atau Emir. Tidak ada lagi suara para cewek yang mengobrol.
Ya, mau bagaimana lagi. Aku tiba-tiba meninggikan nada, membiarkan emosiku memuncak untuk sesaat. Bahkan, tampaknya, aku sempat mengeluarkan rasa haus darah meski hanya sejenak. Aku jadi merasa bersalah. Sedikit merasa bersalah.
"Maaf, ya. Karena aku, suasanya menjadi canggung." Aku meminta maaf lagi.
"Tidak apa, Lugalgin." Ninmar adalah orang pertama yang merespon. "Agade, tempat ini, adalah tempat yang kamu ciptakan. Kamu bebas mau melakukan apapun yang kamu mau."
Ninmar, dari semua orang di Agade, kamu adalah orang dengan loyalitas tertinggi. Bahkan, kamu tidak akan segan-segan kalau aku memerintahkanmu untuk mati sekarang juga. Tapi, ini, bukan–
"Gin, kita sudah hampir sampai." Ibla menyela pikiranku.
Akhirnya. Setidaknya, setelah kita keluar dari bus ini, atmosfer bisa kembali normal. Mungkin.