I am No King

Ren Igad
Chapter #50

Arc 3-2 Ch 1 - Penyesalan dan Permintaan

"Kau bercanda, kan?"

"Sayangnya, tidak. Ini adalah laporan rekrutmen dan pelatihan sejak divisi intelijen diambil alih oleh keluarga Azzaha."

Aku mendapatkan informasi kalau Intelijen kerajaan ini memiliki kantor pusat di setiap kota. Karena aku tinggal di Haria, Fahren menyatakan aku bisa mengatur semua urusan dari Haria. Kantor pusat di Kota Haria berada di mal terbesar, Mal Haria Tomorrow. Beberapa lantai paling atas Mal, yang merupakan hotel, adalah ruang kerja agen schneider di kota ini. Dan, ya, aku sudah tahu ini sejak lama.

Ruanganku berada di lantai paling atas, di sisi utara gedung. Ruangan ini sudah memakan setengah lantai padahal hanya berisi sofa di ujung, meja dan kursi tinggi di tengah, dan beberapa rak. Jendela yang menyambung balkon terpasang di belakangku.

Saat ini, aku duduk di kursi tinggi dan Jeanne duduk di depanku, di seberang meja. Dia mengenakan pakaian kasual, bukan pakaian militer atau kerajaan.

Dari informasi yang diberi Fahren, kantor pusat berpindah-pindah sesuai dengan tempat tinggal pimpinannya. Dan, ini adalah kali kedua kota Haria digunakan sebagai kantor pusat.

Karena kantor pusat sering berpindah, semua dokumen harus memiliki bentuk elektroniknya dan disimpan di istana. Karena sifatnya rahasia, dokumen elektronik tidak pernah dikirim melalui email, tapi dipindahkan melalui flash drive melalui kurir, yang juga adalah agen schneider.

Pagi ini, sekitar sehari sejak aku menjadi pimpinan Intelijen, aku memutuskan untuk langsung datang ke sini. Kemarin, aku meminta Jeanne untuk membuat kompilasi data rekrutmen dan pelatihan semua anggota Agen Schneider sejak diambil alih oleh keluarga Azzaha. Dan, entah apa niatnya, dia juga melampirkan data rekrutmen dan pelatihan ketika intelijen masih dipegang oleh keluarga Cleinhad.

Dugaanku pun terkonfirmasi. Keluarga Azzaha benar-benar tidak kompeten. Sejak diambil alih, rekrutmen hanya fokus pada sekolah-sekolah kesatria. Selain itu, boro-boro siswa yang memiliki potensi dan keunggulan, yang direkrut hanya orang-orang dengan latar belakang bangsawan. Meskipun agen schneider memberi masukan sebuah nama, kalau nama itu tidak memiliki latar bangsawan, nama itu langsung ditolak.

Selain itu, latihannya pun, entahlah, sangat ringan. Bahkan hampir sama dengan latihan sekolah kesatria. Jadi, dengan kata lain, orang-orang itu direkrut hanya untuk meninggikan gelar bangsawan dan menambah jabatan.

Karena buruknya manajemen oleh keluarga Azzaha, manajemen oleh keluarga Cleinhad tampak begitu baik dimana mereka tidak memedulikan latar belakang. Rekrutmen langsung melalui pengintaian dan pengumpulan informasi terhadap siswa-siswa yang sedikit atau sangat menonjol. Keluarga Cleinhad tidak peduli siswa itu dari sekolah mana dan latar belakangnya apa.

Latihan yang diberi oleh keluarga Cleinhad pun tampak cukup kompeten, mirip seperti latihan yang kuberi pada Emir dan Ufia beberapa bulan lalu. Bahkan, di sela-sela latihan, kandidat agen Schneider tersebut akan dipaparkan oleh rasa haus darah sesering mungkin, membuat mereka terbiasa.

Meskipun ada cukup banyak titik yang tidak lolos dari korupsi, kolusi, atau nepotisme, tapi, setidaknya, konsep dasar mereka jauh, aku ulangi, jauh lebih baik daripada keluarga Azzaha.

Namun, yang menjadi masalah utama adalah, menurutku, fakta bahwa Fahren membiarkan semua ini terjadi begitu saja. Dia, sebagai seorang Raja, seolah tidak peduli dengan semua ini.

Aku mengambil smartphone dan menekan nomor telepon. Aku hanya melakukan panggilan suara, bukan video. Tampaknya, untuk mencegah informasi bocor, handphone Fahren tidak pernah menerima panggilan video.

"Jeanne, kalau kamu memiliki kesetiaan dan loyalitas tinggi terhadap ayahmu, aku sarankan kamu keluar dari ruangan ini."

"Tidak apa, aku juga ingin sesekali mendengar ayah dimarahi oleh seseorang. Bahkan, kalau kamu tidak keberatan, aku berharap kamu menelepon dengan mode loudspeaker."

Aku terdiam sejenak sambil melihat ke arah Jeanne.

Jeanne mengatakan itu semua dengan sebuah senyum dan mata terpejam.

Meski dia mencoba menutup niatnya yang sebenarnya, aku setengah paham kenapa dia ingin aku melakukan telepon dengan loudspeaker.

Aku pun menurut. Telepon dilakukan dengan metode loudspeaker. Setelah beberapa kali mendengar nada dering, akhirnya panggilan ini diangkat.

[Selamat pagi, Yang Mulia Paduka Raja Lugalgin. Maaf atas kelancangan hamba, apakah Yang Mulia Paduka Raja memiliki sebuah kepentingan dengan hamba sehingga hamba memiliki kehormatan untuk mendapatkan telepon dari Yang Mulia Paduka Raja?]

Mendengarnya membuatku sedikit naik pitam.

"Mendengar kamu memanggilku dengan sebutan Yang Mulia Paduka Raja, aku asumsikan kamu sendirian, kan?"

[Bukaan maksud ham–]

"Hentikan cara berbicara itu." Aku memotong.

Fahren terdiam sejenak, lalu kembali berbicara. [Maaf, aku hanya bercanda. Saat ini, aku bersama istriku. Dan, ya, kami sendirian.]

"Sebelum aku melanjutkan, aku sarankan kamu jauhkan teleponmu sedikit dari telinga."

[Jangan khawatir. Aku sudah melakukannya.]

"Bagus. Kalau begitu." Aku menarik nafas, bersiap meninggikan suara. "Apa kamu bercanda? Manajemen macam apa ini? Daripada divisi intelijen, agen schneider hanyalah divisi pemberian gelar pada bangsawan! Dan lagi, ini semua terjadi di bawah pengawasanmu! Kamu serius apa tidak mengurusi kerajaan ini, HAH? Apa jumlah kematian agen dalam tugas yang meroket tidak menjadi masalah? Apa semua nyawa itu hanya lah angka untukmu, Hah?"

Ya, selain rekrutmen dan pelatihan, terdapat laporan lain yang mengganggu. Hal itu adalah angka kematian agen yang meroket setelah intelijen Kerajaan diambil alih oleh keluarga Azzaha. Dan, repotnya, sebagian besar laporan menyatakan agen-agen lama tewas karena kesalahan agen baru. Entah apakah agen lama itu benar-benar mengorbankan diri atau mereka dikorbankan.

"Baiklah, jawabanmu?"

Aku menarik nafas dalam, mencoba menenangkan diri.

[Baiklah, pertama, aku ingin menyampaikan permintaan maaf atas semua ini.]

Lihat selengkapnya