Sudah lama juga aku tidak melakukan misi bersama Agade. Sekarang, aku, Emir, dan Inanna sedang di dalam bus yang dikemudikan oleh Ibla. Kami akan berkumpul di markas Agade, di pelabuhan.
Aku turun di salah satu gudang, mengambil kotak arsenal. Karena dekat, Inanna dan Emir pun turun bersamaku sementara Ibla lanjut ke markas.
Kalau dilihat dari luar, kamu tidak akan tahu kalau isi gudang ini berbeda. Aku menekan tombol di dinding dan memunculkan sebuah keyboard. Aku menjalankan beberapa aplikasi, yang urutannya tidak boleh berbeda, dan memasukkan password sebanyak 6 kali.
"Ini adalah kesekian kali aku melihat kamu melakukannya, tapi aku tetap masih terkejut."
"Kalau salah membuka aplikasi atau salah memasukkan password, satu saja, apa yang akan terjadi?"
"Kalau aplikasi tidak boleh salah. Kalau password, boleh salah tapi maksimal dua kali. Kalau gagal, ada pelontar api dan senapan mesin yang akan memberondong siapa pun di depan keyboard."
Inanna terdiam sejenak, "...aku tidak akan mencoba membuka ruangan ini tanpa kamu."
"Jangan khawatir," aku mencoba meredam ketakutan Inanna. "Aku akan mengajari kalian urutan software dan passwordnya."
Aku menekan enter dan pintu terbuka. Kami bertiga masuk ke dalam gudang senjataku. Di bagian kanan ruangan, terlihat berbagai senjata api yang rapi tertata. Ketika aku bilang berbagai, maksudku berbagai macam dan tipe. Ada senapan, sub machine gun, pistol, shotgun, senapan mesin, pelontar roket, pelontar api, gatling, dan lain sebagainya, lengkap dengan magasin peluru tentu saja.
Di sebelah kiri, terdapat berbagai macam senjata jarak dekat seperti toya, pedang, golok, sai, katar, rantai, pisau, dan lain sebagainya. Di bagian belakang, terdapat peralatan dan perlengkapan seperti kevlar, kaca mata thermal, teropong, helm, penjebol pintu, dsb. Dengan tinggi gudang yang mencapai 10 meter, aku membuat koridor tambahan sebanyak dua tingkat.
Di balik pintu, terdapat dua sepeda motor dan satu mobil. Tentu saja, kendaraan ini adalah barang antik yang kubuat sendiri, tidak memerlukan pengendalian untuk mengemudikannya. Di antara kendaraan dan dinding peralatan, terdapat tiga peti arsenal berjajar.
"....wow,"
"Benar-benar lengkap, kan?"
Inanna dan Emir bertukar pendapat sementara aku mendatangi peti arsenal. Ketiga peti arsenal ini memiliki bentuk yang sama, peti mati. Yang membedakan ketiga peti ini adalah isinya.
Peti di kanan lebih didominasi senjata dengan ledakan seperti granat, pelontar roket, pelontar granat, ranjau. Selain senjata dengan ledakan, ada empat assault rifle, satu shotgun, sepasang pistol, tiga buah golok. Arsenal ini adalah yang dulu kubawa ketika menjadi pengawal Jeanne.
Peti di kiri lebih didominasi dengan senjata jarak dekat seperti toya, tombak, perisai, pedang, pistol, dan lain sebagainya. Senjata jarak jauh yang dimiliki oleh peti ini hanyalah gatling. Sebagai catatan, aku menganggap pistol sebagai senjata jarak pendek. Peti ini adalah yang kubawa ketika melatih Ufia.
Dan lalu, untuk yang tengah, perpaduan antara keduanya. Dengan varian yang lebih banyak, jumlah masing-masing senjata pun lebih sedikit, begitu juga dengan magasin peluru. Perlu kuingatkan bahwa tombak dan tongkat yang kusiapkan di dalam arsenal adalah senjata rakit atau senjata multi fungsi seperti toya yang bisa menjadi triple stick.
Tentu saja, isi ketiga peti ini tidak paten. Aku bisa menggantinya kapan pun aku mau, sesuai misi dan selera. Karena kali ini aku hanya melihat, mungkin sedikit ikut serta kalau bosan, aku memutuskan untuk mengambil peti yang di tengah.
"Gin," Inanna memanggil, "Berapa banyak sepeda motor yang kamu miliki? Maksudku, kamu di garasi rumah juga ada, kan?."
"Di rumah dua, di sini dua. Total hanya empat." Aku menjawab Inanna.
"Eh?" Emir terentak. "Lalu, yang lainnya? Bukannya kamu beberapa kali membuat sepeda motor juga ya?"
Sebagai catatan, aku tidak membuatnya, aku hanya merakitnya. Suku cadangnya aku pesan khusus dari beberapa pabrik.
"Itu adalah pesanan klien. Untuk apa aku memiliki sepeda motor banyak-banyak, kan? Bahkan, sejak kalian datang, aku hanya mengendarai sepeda motor di malam hari, untuk sekedar jalan-jalan, berkeliling kota kalau sedang bosan."
Tin tin
Sebuah suara klakson terdengar. Kami menoleh dan melihat sebuah mobil hitam 4wd bak terbuka berhenti di depan gudang.
Mulisu menampakkan wajah dari jendela yang terbuka, "Gin, sudah selesai pilih senjatanya?"
"Sudah," aku menjawab Mulisu lalu menoleh ke Inanna dan Emir. "Ayo."
"Ya!"
Setelah kami keluar, aku menekan tombol di samping, menutup pintu gudang. Kami bertiga naik ke bak belakang mobil.
Mobil pun melaju menuju kantor, yang tidak sampai satu menit. Di kantor, semua anggota Agade sudah bersiap. Total ada empat mobil 4wd bak terbuka, termasuk yang kami naik. Mereka semua sudah siap dengan senjata masing-masing.... yang tidak terlihat tentu saja.
Setiap orang mengenakan jubah yang sangat besar, menutupi barang apapun yang dibawa. Di bawah jubah, selain senjata, mereka semua tentu saja mengenakan pakaian igni.
Ninmar mendatangi kami. "Inanna, Emir, ayo masuk dulu, ganti baju. Pakaian dan jubah kalian sudah disiapkan."
"Baik!" Inanna dan Emir menjawab dengan energik.
Mereka pun pergi, masuk ke kantor.
Mulisu pun keluar dari mobil.
Aku melihat ke sekitar. Dinding tinggi di sekitar membuat tidak seorang pun bisa melihat ke dalam sini. Satu-satunya cara orang bisa melihat adalah dengan naik ke crane atau menara pengawas pelabuhan dan lalu menggunakan teleskop.
"Jangan khawatir," Mulisu menjelaskan. "Kantor kami bukan hanya mengurus jual beli barang, tapi juga bertanggung jawab terhadap pengelolaan pelabuhan. Jadi, seluruh karyawan pelabuhan inti, seperti pengguna crane dan menara pengawas, adalah bawahan kami."