I am No King

Ren Igad
Chapter #62

Arc 3-2 Ch 13 - Ibu dan Anak

Tok tok

"Gin, ini ibu. Tolong buka pintunya."

"Ya, Bu. Sebentar."

Aku bangkit dari kursi dan berjalan ke pintu.

Ada apa ibu datang malam-malam begini? Apa ibu mendengar percakapan kami? Tapi aku tidak melihat satu pun benda yang bisa digunakan sebagai penyadap seperti handphone atau mikrofon di dekat ayah. Di lain pihak, ayah hanya diam di atas kursi.

Aku membuka pintu. "Ya, ada apa bu?"

"Mana ayahmu?"

"Itu, ada di balkon."

Aku minggir, memberi jalan untuk ibu yang masuk dengan wajah merah.

Akhirnya, ayah berdiri dan masuk kembali ke kamar.

"Ah, sayang, sebentar, aku belum selesai berbicara dengan Lugalgin. Aku–"

Bug

Tanpa mengatakan apapun, tiba-tiba ibu memukul ulu hati ayah dengan cukup keras. Namun, tidak terlalu keras sehingga ayah masih sadar.

"Sudah aku bilang kalau ngomong yang bener! Kenapa kamu kalau ngomong ga pernah bener? Ga dulu, ga sekarang, sama saja!"

"Tapi, tapi,"

"Kamu bilang apa kemarin? Father and son time? Father and Son time mu membuatku hampir berhadapan langsung dengan putraku! Apa menurutku aku akan diam saja?"

"Maaf, maaf."

"Aku kan sudah bilang jangan aneh-aneh!"

Ibu tidak berhenti sampai situ. Dia bahkan menginjak kepala ayah sambil memutar-mutar kaki.

Sudah lama sekali aku tidak melihat ibu semarah ini.

"Anu, gin,"

Ung?

Aku menoleh ke pintu, dimana Emir berdiri dengan mengenakan piama. Berbeda dengan di rumah, dimana dia hanya mengenakan atasan putih dan celana dalam, kali ini dia mengenakan piama lengan panjang dan celana panjang berwarna merah muda. Di tangannya, dia membawa sebuah kotak berwarna hitam.

"Anu, kami mendengar semua percakapanmu dan om Barun."

Eh? Benarkah? Aku menoleh kembali ke dalam, memelototi setiap sudut kamar, mencari benda apapun yang mungkin bisa menjadi seperti sepiker atau mikrofon.

"Percuma, kamu tidak akan bisa menemukannya Gin. Aku sudah memasangnya di tubuh ayahmu. Apa yang dia dengar, aku dengar. Aku harus jaga-jaga karena dia terkadang salah ngomong seperti yang barusan."

"Hah?"

Bukan hanya aku, Emir pun terkejut dengan pernyataan ibu.

Sementara Ayah terbaring di lantai, ibu mendekat ke arahku. Tanpa memberiku kesempatan untuk menghindar, dia langsung memelukku erat. Sangat erat.

"Maaf, ayahmu salah bicara. Ibu sama sekali tidak ada niat menanyakan itu semua atau bahkan menghadapkan Akadia dengan Agade."

"I, iya ibu, aku paham. Tapi, bagaimana kalau kita masuk dulu? Aku khawatir ada orang lewat. Malu kan nanti."

"Iya, iya. Ayo kita masuk dulu."

Ibu menarikku ke dalam, tanpa melepaskan pelukan. Emir pun ikut masuk dan menutup pintu.

Akhirnya, kami berempat duduk. Ayah dan Emir menarik kursi ke depan kasur sementara aku dan Ibu duduk di atas kasur. Sementara ayah dan Emir duduk normal, ibu masih memelukku dari samping.

"Ah, ibu, bisa tolong duduk normal? Aku malu ini...."

"Tidak, ibu tidak mau kamu salah paham lagi."

"Iya, iya. Aku akan mendengarkan baik-baik penjelasan dari ibu. Tapi, setidaknya, tolong lepaskan aku dulu."

"Janji?"

"Janji."

"Oke lah."

Ibu pun melepaskan pelukannya.

Hahaha, meski aku bisa menentang ayah dengan terbuka, tampaknya jalan untuk aku bisa menentang ibu masih sangat jauh. Atau bahkan, aku tidak akan pernah bisa menentang ibu.

Lihat selengkapnya