Damai. Satu kata yang tidak bisa digunakan untuk mendeskripsikan hidupku.
Sejak aku mulai mengenal lingkungan sekitar, pada usia 3 tahun, hidupku sudah dipenuhi oleh kesengsaraan. Normalnya, di usia 3 tahun, seorang anak akan mulai mengendalikan material. Material pertama yang dikendalikan dianggap sebagai material utama orang tersebut.
Sayangnya, di usia 3 tahun, aku belum mengendalikan material apapun. Di kalangan keluarga Alhold yang penuh dengan orang berbakat dan spesial, serum pembangkit adalah sebuah tabu. Aku, yang menggunakan serum pembangkit, adalah hal yang tabu. Namun, sayangnya, tidak berhenti sampai di situ.
Setelah menerima serum tersebut, pengendalianku tidak juga bangkit. Aku yang resmi tidak memiliki kekuatan pengendalian diberi label inkompeten. Statusku pun naik menjadi aib. Lugalgin Alhold, usia 3 tahun, dianggap sebagai aib yang mencemari nama Alhold.
Karena ayah adalah penerus keluarga Alhold, kami sekeluarga pun diharuskan hidup satu kompleks dengan keluarga Utama. Karena hal tersebut, mau tidak mau, aku pun tumbuh dengan dikelilingi keluarga Alhold.
Aku tidak tahu kapan dan dari siapa mendengarnya. Namun, sebelum pengendalian Ninlil bangkit, aku lah yang diplot akan menjadi pemimpin keluarga Alhold. Keputusan itu tidak lepas dari tradisi keluarga Alhold dimana pemimpin keluarga haruslah keturunan pemimpin keluarga sebelumnya, yaitu ayah.
Seluruh keluarga Alhold, kecuali ayah dan ibu, semakin membenciku. Mereka tidak mampu mencerna fakta kalau di masa depan akan diperintah oleh seorang inkompeten. Hal itu berujung pada perlakuan buruk yang kuterima setiap hari.
Kami hidup di kompleks perumahan keluarga Alhold, jadi, tentu saja, tetanggaku adalah keluarga Alhold. Setiap kali aku keluar rumah, bahkan ketika pergi ke taman kanak-kanak atau grup bermain, perlakuan buruk keluarga Alhold senantiasa menanti. Perlakuan paling ringan adalah dilempar sampah atau kotoran. Perlakuan paling buruk adalah dikeroyok atau dilempar batu seukuran kepalan.
Satu-satunya tempat dimana aku bisa merasa damai adalah di rumah.... atau tidak.
Ibu yang dulu berbeda dengan ibu yang sekarang. Aku sempat lupa mengenai sifat asli ibu. Jika sekarang ibu lemah lembut, dulu ibu bisa dibilang kasar. Ya, sebenarnya, sekarang ibu masih kasar sir, tapi setidaknya sudah tidak separah dulu. Sekarang, ibu bisa lebih halus dan tenang ketika berhadapan dengan orang lain.
Kembali ke cerita masa lalu. Melihatku yang diperlakukan buruk setiap hari, hampir setiap malam ibu bertengkar dengan ayah. Ibu tidak mau aku tumbuh di lingkungan seperti itu. Di lain pihak, ayah tidak bisa menentang keputusan pemimpin keluarga yang masih berkuasa, kakek.
Aku tidak menyangkal kalau mereka menyayangiku. Setiap hari, ayah dan ibu akan meminta maaf padaku sebesar-besarnya, terutama ayah. Ayah terus berkata, "maafkan ayah karena tidak mampu menentang keputusan kakekmu,". Ayah dan ibu yang terus meminta maaf membuatku tidak mampu membenci mereka.
Setelah Ninlil lahir, tingkat stres ibu semakin tinggi. Ibu khawatir kalau Ninlil adalah seorang inkompeten juga. Sejak saat itu, tidak hanya di malam hari. Hampir setiap saat ibu bertengkar dengan ayah. Satu-satunya yang bisa menghentikan pertengkaran ayah dan ibu adalah kehadiranku atau Ninlil. Kalau kami hadir, mereka tidak akan bertengkar. Namun, sayangnya, teriakan mereka terdengar bahkan hingga kamar kami.
Karena pertengkaran ayah dan ibu sangat sering terjadi, aku pun membuat ruang rahasia di lemari. Aku menempelkan banyak baju dan kain di pintu dan dinding lemari, mencoba meredam suara pertengkaran. Di dalam lemari itu, aku bisa merasakan ketenangan. Tidak jarang juga aku membawa Ninlil ke dalam ruang rahasia, mencegahnya mendengar pertengkaran ayah dan ibu.
Pada usia 6 bulan, Ninlil sudah tidak lagi diberi Asi. Sejak saat itu, ketika tidak sekolah, aku mengurus Ninlil sepenuhnya seperti mengganti popok, memberi minum, mengantar tidur, dan yang lainnya. Saat itu, Ninlil adalah satu-satunya alasan aku mau pulang ke rumah. Kondisi tersebut bertahan hingga Ninlil berusia 3 tahun kurang, ketika aku menginjak kelas 2 SD.
Ninlil akhirnya mulai mengendalikan material dan barang-barang di rumah. Dan, seperti ayah, Ninlil adalah anak yang spesial dengan pengendalian utama aluminium. Ditambah, di usianya yang tiga tahun, jumlah benda aluminium yang bisa dikendalikan Ninlil sudah amat sangat banyak. Aku tidak ingat detailnya.
Kejadian itu pun langsung membuat pemimpin keluarga, Enlil Alhold, menyatakan pemimpin keluarga di masa depan adalah adikku, Ninlil.
Berkat bangkitnya pengendalian Ninlil, stres ibu berkurang. Frekuensi pertengkaran ayah dan ibu pun menurun. Ayah pun mendapat pujian karena dapat melahirkan bibir unggul seperti Ninlil. Ninlil pun dipuji dan disanjung-sanjung sebagai anak spesial yang akan menjadi orang penting di masa depan.