"Tidak. Mereka bukan dari Akadia. Kalau mereka tim penyerang kami, di dalam helm mereka ada sebuah barcode, nomor serial, dan simbol. Namun, tidak satu pun dari helm ini yang memilikinya. Mereka menyamar menjadi anggota kami."
Seorang laki-laki berambut hitam panjang dikuncir dengan gaya man bun dan dagu tajam, Marlien, mengatakannya dengan lantang. Dengan pandangan yang juga tajam, dia memeriksa helm dan jenazah yang ada di depannya. Kini, dia mengenakan pakaian kasual, celana jeans dan jaket kulit hitam.
Saat ini, kami berada di satu ruangan pada lantai 5 basemen dari Mal Haria Tomorrow. Ruangan ini berada di ujung lantai, cukup jauh dari elevator. Ruangan bercat dan lantai putih ini tidak memiliki apa pun selain jendela.
Di tengah ruangan, terdapat delapan jenazah yang masih utuh. Yah, utuh, kalau aku mengabaikan lubang di tubuh mereka. Dari delapan jenazah, hanya dua yang tidak mengenakan pakaian atau helm, yang dibunuh oleh Constel.
Di samping ruangan ada Shu En, Ibla yang menyamar mengenakan topeng silikon dengan mata dan rambut coklat generik, aku, dan seorang laki-laki.
Laki-laki di sampingku ini baru pertama kali muncul di gedung Intelijen, jadi Shu En menjaga jarak. Ibla pun tampak waspada dengannya. Bukan hanya mereka Marlien pun sesekali melihat ke belakang, ke laki-laki ini. Satu-satunya yang berdiri di sampingnya dengan tenang adalah Aku.
"Jadi, Tuan Sarru, apa Anda ada penjelasan?" Marlien berdiri dan berbalik, menghadap ke Ibla.
"Saya tahu ini sulit dipercaya. Namun, percayalah, ini bukan perbuatan kami."
"Benarkah? Namun, senjata mereka tidak berkata demikian."
"Apakah Anda yakin?"
Marlien mengangkat satu pedang. Di lain pihak, Ibla masih tidak mau mengalah.
Memang, senjata yang digunakan oleh Sarru, yaitu aku, adalah senjata yang dapat menghilangkan pengendalian. Aku melakukannya dengan mencampurkan darahku pada proses penempaan atau sekedar mengoleskan darah.
Pengendalian ini memiliki efek pada orang maupun benda. Kalau ada orang selain aku menggunakannya, maka dia akan kehilangan pengendaliannya. Kalau benda ini ditusuk atau bersentuhan dengan benda lain, maka benda lain itu tidak akan bisa dikendalikan.
Namun, meski demikian, tidak ada yang bisa mengkonfirmasi fakta itu karena tidak ada yang mampu mengambil satu pun senjataku. Mereka hanya bisa mengumpulkan informasi dengan melihatku dari kejauhan. Oleh karena itu, fakta tersebut hanya menjadi rumor.
Saat ini, pihak lawan, Ukin dan sekutu, pasti menganggap yang mengirim orang-orang ini adalah Agade, menyamar menjadi Akadia. Mereka tidak mungkin tahu soal keberadaan barcode dan simbol di dalam helm, tapi mereka tahu pemilik senjata penghilang pengendalian adalah aku.
Jadi, kemungkinan, mereka berpikir Agade ingin agar lawan menyerang Akadia. Anggapan ini didasarkan pada asumsi ketika Akadia dan lawan bertarung, kedua belah pihak pasti mengalami kerusakan. Di saat itu, Agade bisa membersihkan tiga organisasi enam pilar sekaligus. Dengan demikian, saingan Agade di pasar gelap pun akan berkurang.
Dan, menurutku, asumsi ini juga telah menghinggapi Marlien dan Shu En. Hal ini akan membuat Akadia mengundurkan diri kalau aku tidak memutuskan kerja sama dengan Agade. Namun, jika Agade mundur, yang tersisa hanya Akadia di pihak intelijen. Dengan kata lain, pihak ketiga ini ingin melemahkan kekuatanku. Sebuah rencana yang cukup bagus. Menurutku.
Meski kerja sama intelijen kerajaan dengan Akadia dan Agade di ujung tanduk, aku justru tertarik dengan hal lain. Sejauh yang aku tahu, di Bana'an, hanya aku yang bisa membuat senjata penghilang pengendalian. Aku sama sekali tidak mengirim orang untuk melakukan penyerangan ini dan tidak seorang pun memiliki akses ke gudang senjata selain aku, Emir dan Inanna.
Tidak ada tanda-tanda Emir atau Inanna mengambil senjata. Terakhir kali aku melakukan cek senjata, tadi pagi, tidak ada satu pun senjata yang hilang. Selain itu, saat aku cek log keamanan, tidak ada orang lain yang membukanya atau bahkan mencoba membuka. Saat aku tanya Emir dan Inanna, mereka bilang belum yakin bisa membuka keamanan yang kupasang.
Dengan kata lain, saat ini, ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah bualanku di jalan tol dan Mariander adalah kenyataan. Ada orang di luar sana yang bisa membuat alat penghilang pengendalian. Yang, aku cukup ragu akan kebenarannya.
Kemungkinan kedua adalah ada inkompeten lain di luar sana yang membuat senjata sepertiku. Kemungkinan kedua masih memiliki beberapa kemungkinan lain. Pertama, apakah metode dia membuat senjata penghilang pengendalian sepertiku atau tidak?
Mengingat ke masa lalu, inkompeten lain yang sudah kutemui hanya dua orang, salah satunya Etana. Etana mampu menghilangkan pengendalian dengan penglihatan. Apapun yang dia lihat tidak akan bisa dikendalikan atau mengendalikan. Namun, aku belum pernah bertanya apakah darahnya juga memiliki peran yang sama sepertiku. Bisa ya, bisa tidak.
Untuk yang satu, dia memiliki kemampuan yang bisa dibilang bukan sentuhan atau penglihatan. Semua orang dan benda yang berada pada radius tertentu darinya tidak akan bisa menggunakan pengendalian atau dikendalikan. Hal ini membuatnya dianggap sebagai anak terkutuk dan diasingkan.
Di zaman modern ini masih ada yang percaya dengan kutukan ya? Yah, sekarang dia sudah berada di tempat yang lebih baik. Ketika aku bilang berada di tempat yang lebih baik, aku tidak bilang kalau dia sudah tewas. Dia masih hidup. Hanya saja dia tidak berada di kerajaan ini lagi.
Ketika memproses beberapa informasi ini, aku sebuah hawa dingin langsung mengalir di punggungku.
"Sebentar, aku harus membuat telepon,"
Setengah panik, aku keluar ruangan dan mengambil handphone dari saku celana. Handphone yang kuambil adalah model candybar, bukan yang layar sentuh.
[Halo? Kak Lugalgin?]
Ketika mendengar suaranya yang ceria, aku pun tenang.
"Kamu baik-baik saja, kan? Tidak ada orang aneh yang mendatangimu, kan?"
[Iya, aku baik-baik saja. Tidak ada orang aneh kok. Semuanya lancar]
"Baguslah. Kak Lugalgin khawatir. Kamu juga belum pernah mendonorkan darah, kan?"
[Iya, aku menuruti perintah kakak untuk tidak donor darah.]