I am No King

Ren Igad
Chapter #89

Arc 3-3 Ch 16 - Kunjungan

"Selamat menikmati,"

"Terima kasih, kak."

Kami menjawab kakak pelayan yang menghidangkan camilan dan minuman.

Aku memesan teh alpine seperti biasa. Teh ini membawa kenangan yang banyak dan indah untukku. Untuk Nanna, dia memesan es Red Velvet. Padahal menu spesial kafe ini adalah teh herbal, masa pesan menu non teh? Kan aneh. Untuk Suen, dia memesan teh jahe. Aku pernah mencoba, tapi rasa pedas dan panasnya tidak cocok untukku. Aku tidak tahu kenapa Suen menyukainya.

Untuk makanan, kami memesan beberapa kentang dan jamur goreng tepung.

Kata kakak, kalau membawa teman, aku diharuskan menunggu di kafe ini. Cukup sebutkan nama kakak dan kami bisa pesan apapun semaunya. Kakak tidak mau ada orang luar yang mengetahui pekerjaannya. Namun, Nanna dan Suen kan teman baikku. Masa masih dianggap orang luar?

"Ngomong-ngomong, tidak apa kita pesan semua ini?"

"Tidak apa. Tidak apa," Aku menenangkan Nanna. "Sebenarnya, pemilik kafe ini adalah kakak. Jadi kakak bilang kalau kita mau main ke sini, cukup bilang nama kakak, seperti tadi. Bahkan, kalau mau, kalian bisa datang sendiri ke sini dan menyebutkan nama kakak seperti tadi."

"Apa ini berarti kita mengurangi keuntungan kafe ini?" Suen menambah pertanyaan.

"Tidak. Tidak. Hanya karena kafe ini miliki kakak, kakak tidak akan melakukan hal itu. Sederhananya, kakak yang akan membayar pesanan kita. Entah dari gaji dia sebagai kepala security di mal ini, atau dari hadiah battle royale, atau memotong sebagian keuntungan pribadinya di kafe ini. Intinya, kita datang ke sini tidak memiliki efek buruk pada kafe."

Dan mereka tidak perlu mengkhawatirkan uang kakak. Padahal, dulu, kakak bilang tidak suka memegang uang banyak. Namun, saat ini, aku tidak bisa memperkirakan pemasukan kakak per bulan. Tidak! Jangankan per bulan. Aku bahkan tidak mampu memperkirakan pemasukan kakak per minggu.

Pertama, kakak mendapatkan uang dari battle royale sebesar.... aku lupa. Apa 10 ribu Zenith per bulan? Atau 100 ribu Zenith? Yah, intinya ada uang dari battle royale. Lalu, kakak bilang, dia juga ada usaha jual beli barang antik. Aku tidak tahu usaha yang ini masih jalan atau tidak. Kelihatannya masih, tapi mungkin seperti kafe ini, Kakak melimpahkan manajemen ke orang lain.

Dan lalu, pemasukan sebagai pemimpin Agade. Aku tidak tahu bisnis apa yang digeluti oleh Agade. Namun, tidak mungkin organisasi besar pasar gelap memiliki penghasilan kecil, kan? Mungkin kakak mendapatkan jutaan Zenith per minggu dari Agade. Lalu ada gaji sebagai kepala intelijen. Belum lagi, mungkin, kakak memiliki toko-toko lain seperti kafe Ease ini.

Uh, aku pusing. Berapa banyak pemasukan Kakak? Kakak tidak konsisten! Kalau bilang tidak suka pegang uang banyak, lalu kenapa pemasukannya bisa sebanyak itu?

"Kalau kalian mau tambah atau pesan untuk dibungkus tidak apa. Aku yakin kakak tidak akan keberatan."

"Benarkah? Kalau begitu, aku pesan teh jahe bubuk untuk dibungkus ya, untuk orang rumah."

Suen sama sekali tidak sungkan dan langsung berdiri. Tanpa menunggu izin, dia langsung pergi ke bar dan memesan sesuatu.

"Dasar Suen. Tidak tahu malu banget dia."

"Nanna, kalau mau, kamu juga bisa tambah atau pesan untuk dibawa pulang."

"Tapi, apa tagihan kakakmu tidak akan membengkak."

"Ahaha, santai saja. Uang kakak tidak akan berkurang kalau hanya seperti ini. Percayalah..."

"Ka, kalau begitu..."

Nanna mengeluarkan smartphone dan mengirim pesan. Di kejauhan, aku melihat Suen mengambil smartphone dari dalam saku. Nanna pasti mengirim apa yang mau dia pesan melalui pesan. Ahaha, Nanna masih malu-malu kucing ternyata.

Setelah Suen memesan, dia pun kembali ke tempat duduk. Kami mengobrol kira-kira setengah jam hingga akhirnya kakak masuk ke kafe. Aku tidak bilang kalau kami akan berkunjung ke sini. Aku hanya bilang kami akan main. Jadi, kemungkinan besar, kakak mengira kami langsung ke rumah.

Saat ini, pasti kakak membeli teh herbal untuk dihidangkan pada kami nanti.

Namun, aku masih belum terbiasa melihat kakak yang berjalan diikuti Kak Emir dan Kak Inanna. Mereka bertiga tampak mengobrol dengan akrab dan santai, seolah tidak ada beban di dunia ini.

Uhhh..... aku iri. Aku juga ingin mengobrol santai dengan kakak.

Selain itu, aku penasaran, apakah Kak Inanna dan Kak Emir tidak berselisih? Maksudku, mereka bukanlah satu-satunya istri kakak? Apa mereka mau kakak poligami begitu saja? Meskipun Bana'an tidak melarang poligami, dan sering dilakukan oleh bangsawan, tapi bagi rakyat jelata seperti kami, praktik poligami itu... entahlah. Aku tidak menyukainya.

Ya, aku tidak suka praktik poligami.

Ketika aku terhanyut pada pikiranku, salah satu karyawan menunjuk ke sini. Spontan, kakak pun menoleh. Setelah mengucapkan salam pada karyawan, kakak mendatangi kami.

Nanna tiba-tiba bangkit dari kursi.

"Adalah sebuah kehormatan bagi saya dapat bertemu dengan Anda, Tuan Putri Emir, Tuan Putri Inanna."

"Eh, eh, eh, jangan." Kak Emir mencegah Nanna yang hampir merendahkan tubuh. "Aku bukan tuan putri lagi. Sekarang, aku hanya rakyat jelata, seperti kalian."

"Aku juga sama. Jadi, tolong, jangan merendahkan diri di depan kami."

"Ta, tapi...."

"Sudahlah, turuti saja." Kak Lugalgin tiba-tiba masuk. "Kamu tidak mau membuat mereka tidak nyaman, kan?"

Lihat selengkapnya