"Maaf, aku tidak bisa melakukannya."
"Tapi Gin," Emir menyanggah.
Inanna melanjutkan, "kamu sudah mendengar penjelasan ayahmu, kan?"
Ya, aku sudah mendengarnya. Namun, aku tidak ada niatan untuk menurutinya. Hell! Bahkan, seharusnya, saat ini aku belum boleh pulang dari rumah sakit. Ayah ingin aku rawat inap beberapa hari lagi untuk pengecekan.
Aku sudah tidur selama 3 hari. Aku tidak bisa tidur lebih lama lagi. Setelah kemarin siang bangun, sore itu juga aku pulang. Walaupun ayah, ibu, Emir, Inanna, dan Ninlil mencoba mencegah, aku tidak mengindahkan peringatan mereka.
Beberapa minggu lalu, sebelum menelepon ibu dan menyatakan akan menyerang Alhold, aku sudah meminta agar Agade memperbaiki rumahku. Karena kerusakannya tidak terlalu parah, mereka hanya perlu mengganti jendela dan menambal tembok. Jadi, aku pulang dengan kondisi rumah sudah normal.
Pagi ini, aku langsung ke kantor untuk menemui Shinar dan Yuan. Sementara menunggu mereka, Inanna dan Emir mencoba meyakinkanku untuk pensiun dari lini depan pertarungan.
"Aku tahu kekhawatiran kalian. Namun, kalau aku hanya menjadi ahli strategi tanpa terjun langsung ke lini depan, kekuatan bertarung kita akan berkurang drastis. Ditambah lagi, berkat kalian, aku akan menggunakan jebakan lagi. Saat ini, tidak ada satu pun anggota Agade dan Akadia yang mampu meniru teknik jebakan yang kubuat."
Sudah lima tahun lebih aku tidak menggunakan jebakan. Jadi, jebakanku akan menjadi senjata yang sangat ampuh karena sudah tidak terlihat dalam waktu lama.
"Memangnya apa yang membuatmu tidak mau pensiun?"
Inanna dan Emir mengatakannya bersamaan. Mereka melihatku dalam-dalam.
Kurasa, sudah waktunya aku menceritakan semua ini.
"Dengarkan aku baik-baik. Ini soal pengkhianatan yang dilakukan oleh Agen Schneider. Dan, ini adalah rencanaku. Karena aku baru memutuskan untuk menjalankan rencana ini di pagi hari sebelum menyerang Alhold, jadi, yang mengetahui rencana ini baru Yuan dan Mulisu."
"Yuan?"
Akhirnya, aku menjelaskan sebuah rencana yang sudah kubuat, dan sudah mulai berjalan. Untuk menghindari kesalahpahaman, aku menjelaskan kenapa Yuan adalah orang yang kupilih untuk menjalankan rencana ini. Sederhananya, karena Yuan baru masuk, orang tidak akan mengira dia menjalankan rencana yang kubuat.
Ada alasan kenapa aku bersedia menerima Yuan dan langsung memperkerjakannya.
Sebenarnya, orang yang pertama kali mengetahui dan menjalankan rencanaku adalah Mulisu. Sebelum menyerang keluarga Alhold, aku memberi sebuah flash drive berisi rencanaku secara detail. Dan, di sini lah aku meminta Mulisu agar menggunakan Yuan.
Aku pun menjelaskan rencanaku secara panjang lebar, detail, tidak meninggalkan celah sedikit pun kepada Emir dan Inanna. Mereka berdua duduk, diam, mendengarkan dengan saksama.
Setelah beberapa belas menit berlalu, akhirnya, aku selesai menceritakan seluruh rencana. Baik Emir dan Inanna tidak memberi respon. Mereka berdua melihat ke mataku dalam-dalam, mencoba mencari kepastian dan konfirmasi atas ucapanku.
"Gin, sejak kapan kamu meramu rencana ini?" Emir bertanya.
"Sejak ayahmu mengatakan ingin menjadikanku kepala intelijen kerajaan. Perlu kamu tahu ini adalah salah satu skenario yang kubuat. Kalau seandainya agen schneider dan ayahmu tidak mengkhianati kepercayaanku, rencana ini tidak akan pernah muncul ke permukaan."
"Lalu, Etana? Revolusi Mariander?" Inanna bertanya.
"Sebenarnya, aku memberi bantuan pada Etana sebagai jaga-jaga. Kalau Mariander menjadi Republik, aku tidak perlu repot memikirkannya. Dan lagi, kalau benar Mariander menjadi Republik, aku bisa melobi pemerintah yang baru, melalui Etana, untuk membiarkan kamu, ibumu, dan adikmu pindah kewarganegaraan ke sini. Supaya aku bisa melindungi kalian sepenuhnya."
Dua buah respons yang bertolak belakang muncul di wajah Emir dan Inanna. Sementara Emir pucat dan cemberut, Inanna tersenyum dengan mata berbinar. Ketika dua mantan tuan putri memiliki masa lalu yang berbeda, normal untuk menunjukkan respons yang berbeda.
Di lain pihak, mereka tidak membahas soal aku mundur dari lini depan lagi. Baguslah.
"Inanna, aku tidak perlu menanyakan keterlibatanmu, kan?"
"Tentu saja! Aku akan turut serta!"
Aku terdiam, menoleh ke arah Emir. Sebelum aku bertanya, Emir sudah membuka mulutnya terlebih dahulu.
"Gin, aku ingin mencoba satu hal. Kalau berhasil, aku ingin kamu mempertimbangkan sedikit perubahan di rencanamu."
"Apa yang ingin kamu coba? Dan, perubahan apa yang akan kamu lakukan?"
"Begini,"
Sekarang, ganti aku yang duduk dan mendengarkan penjelasan Emir. Bukan hanya aku, Inanna pun mendengarkan penjelasan Emir dengan saksama.
Sebenarnya, perubahan yang ingin dilakukan oleh Emir tidak terlalu banyak. Namun, kalau perubahan ini berhasil, sekutu yang berada di pihakku akan bertambah.
"Gin, apa aku tidak salah dengar? Emir bisa membuat rencana seperti itu?"
"Tidak Inanna. Kamu tidak salah dengar. Aku juga sedikit terkejut dengan rencana Emir."
"Kalian pikir aku bodoh?"
"Iya,"
Aku dan Inanna menjawab bersamaan, tanpa jeda. Emir membuka mulut, tapi tidak terdengar satu pun bantahan atau sanggahan. Tampaknya, dia sendiri sadar kalau dirinya tidaklah terlalu pintar.
"Baiklah. Aku memperbolehkannya. Kamu bisa hubungi Mulisu dan meminta bantuannya untuk mengatur perubahan yang kamu inginkan."
"Oke. Terima kasih gin."
Emir langsung berlari meninggalkan ruangan.
Aku tidak tahu dimana Mulisu saat ini. Namun, Emir memiliki nomor telepon Mulisu. Jadi, aku tidak ambil pusing.
Tok tok
Sebuah ketukan pintu terdengar.
"Masuk." Aku menjawab dengan lantang, memastikan sosok di balik pintu mendengarnya.
"Permisi Guru,"