I'am(not)crazy

aira
Chapter #9

Chapter#8

Hari kedua mereka mengerjakan tugas kelompok yang sudah diberikan dua hari yang lalu. Hari ini tinggal menyalin ke slide-slide power point soalnya kemarin mereka sudah menyelesaikan konsep-konsepnya. Walaupun harus terkendala oleh tingkah aneh dari Dava. Laura pikir Dava absurd karena ketularan Rio, tapi ternyata keabsurdtan Dava melebihi rio.

"Kenapa yah? Perangnya nggak pas malem aja, kan pasti seru!"

"Ini pasti karena gue nggak ikut diajak perang deh makanya mereka kalah"

"Perangnya kenapa nggak di GBK aja sih kan lebih luas, lebih leluasa gituh"

Dan masih banyak lagi pernyataan-pernyataan Dava yang keabsurdtannya sudah overdosis. Membuat Laura dan Rio rasanya ingin membuang Dava ke planet mars.

Huh, Laura harap hari ini Dava kembali ke sifat awalnya aja deh meskipun pendiem setidaknya tidak mengulur-ulur waktu.

"Ini kenapa harus ditaroh di power point? Kenapa nggak di word aja?"

Ini Rio lama-lama beneran lempar Dava ke planet mars deh. Takut absurdnya lebih parah kalau deket-deket Dava.

"Kan disuruhnya di power point Dava, kalau ditaroh di word nanti pak Dodit nggak akan nerima presentasi kita" geram Rio pada Dava. Pengen banget rasanya nampil nih anak.

"Loh, kenapa bisa gitu? Kan gue maunya di word gimana dong?" Dava masih saja ngomong nglantur.

"Ya nggak tau oneng, serah Lo dah mau di word kek, di power point kek di kertas folio sekalian gue nggak peduli. Mending sekarang Lo diem daripada gue panggil satpam komplek buat ngusir Lo!" Dava akhirnya diem denger Rio ngomong kayak gitu. Sedangkan Laura masih fokus ke lapto Rio yang ia gunakan untuk membuat slide-slide di power pointnya.

***

"Dava, saya nggak habis pikir sama kamu, kenapa kamu jadi brutal seperti ini? Hah?" Guru dengan kacamata bertengger di hidungnya ini tak habis pikir dengan kelakuan Dava sekarang. Sudah beberapa kali dia masuk keruang BK hanya karena berantem dengan siswa lainnya, hanya karena masalah sepele.

"Dia duluan yang memulai Bu!" Seru Dava menunjuk seseorang disampingnya. Keadaannya jauh dari kata rapi, dasi yang sudah lepas dari lehernya dan seragam putih yang sudah lusuh tak berbentuk serta jas almamater yang sudah entah kemana. Membuat lengan tangannya yang terdapat banyak goresan itu terlihat. Wajahnya pun tak jauh berbeda dengan keadaan seragamnya, darah disudut bibirnya yang masih kentara, lebam di sekitar area mata, tulang pipi dan juga dahi yang sempat terbentur tembok pada saat berantem tadi.

"Gue kan udah bilang nggak sengaja, gue juga udah bilang maaf tadi, elo aja yang sensi kena bola gitu aja lebay, kek cewe Lo" cowok yang tadi disampingnya berseru tak terima, karena memang pada saat bermain basket tadi bola yang ia lempat tidak sengaja mengenai Dava, sontak saja Dava marah. Tapi Dava yang sudah terlanjur emosipun tak menerima permintaan maaf tersebut. Alhasil terjadi keributan diantara keduanya.

"Lo pikir nggak sakit hah? Coba sini Lo yang gue lempar pake bola"

"Sudah-sudah Dava, Bisma kan udah minta maaf, apalagi yang harus dipermasalahkan?"

"Ibu pikir, saya bisa begitu aja maafin dia?" Guru itu tersentak kaget baru pertama kalinya seorang Dava berbicara kasar kepada seorang guru.

"Terus kamu mau apa?" Guru itu masih mencoba bersabar menghadapi Dava kali ini.

"Saya mau dia bersujud dikaki saya" bukan hanya guru itu yang kaget atas perkataan Dava tersebut. Bahkan seluruh orang yang ada di ruangan itu terkejut.

"Apa-apaan kamu Dava, ini hanya masalah sepele kenapa harus di besar-besarin kayak gini mendingan kalian keluar ibu harap ini jadi yang pertama dan terakhir Dava. Kalau kamu ulangi lagi ibu nggak segan-segan manggil orangtua kamu kesini"

Lihat selengkapnya