Kamis, pukul dua belas siang.
Sinar mentari terasa membakar kulit siswa-siswi yang sedang melakukan pelajaran penjaskes di lapangan outdoor SMA CAKRAWALA. Semua orang yang berada di lapangan mengeluh kepanasan. Sebagian dari mereka masih sempat membawa kipas angin kecil dan berada di pinggir lapangan untuk berteduh, begitupula dengan Meira. Wajah putihnya berubah menjadi merah muda tapi senyumnya tak pernah luntur.
Jauh disana Almeer tengah tanding voli dengan kelasnya. Pelajaran penjaskes kali ini adalah sparing dengan kelas sebelah untuk mendapatkan nilai.
“WWUUUUUU!”
Sorakan nyaring terdengar ketika kelasnya gagal mencetak nilai.
“AMEEERR SEMANGAAT!” sorak Meira sambil berdiri dan melompat-lompat dari pinggir lapangan.
“Ih Mei, lo kok belain kelas lain sih?” protes Jessica kesal.
Meira menatap Jessica tidak suka, “Suka-suka gue lah mau dukung siapa!”
“Lo tuh harusnya support kelas kita bukan kelas lawan,” omel Jessica
Meira mengibaskan tangannya dan kembali meneriaki nama Almeer.
“Dah biarin lagi bucin dia,” kata Nina sambil menatap datar kedua temannya.
Dari tengah lapangan Almeer hanya melirik malas Meira yang sedari tadi menyebut namanya. Sebenarnya ia sedikit risih dengan apa yang dilakukan gadis itu.
“Man, dapat semangat tuh dari Meira!”
Kevin merangkul lengan Almeer dengan senyum jahil.
“Buat lo aja,”
“Yakin lo ga mau sama cewek secantik dia?”
“Gue ga suka cewek agresif,” kata Almeer berlalu begitu saja setelah melepaskan rangkulan Kevin
Lima belas menit berlalu pertandingan antar tim putri IPA 1 dan IPA 2. Kelas Meira mencetak goal lebih tinggi sehingga banyak mendapatkan sorakan dari para lelaki terutama untuk Meira.
“Mei kalau menang jadi pacar gue ya!” sebuah teriakan manly itu menggemparkan sisi lapangan.
“MEIRAAA HADEP SINI DONG!” teriakan kembali terdengar dari barisan cowok kelas Almeer
Meira hanya menatap mereka dengan wajah datar.
“Mei dapet salam dari Al!” teriak Kevin nyaring membuat puluhan mata tertuju kearahnya.
Senyum Meira terbit begitu saja ketika pandangannya tertuju pada pemuda yang tampak marah disisi lapangan. Tapi tak lama pandangan pemuda itu berubah pada gadis yang kini menjadi lawan mainnya.
Natasha.
Sorot mata yang tajam itu berubah menjadi lembut dan penuh harap. Senyum Meira memudar. Kini seluruh pandangannya tertuju kearah Natasha, menatap gadis yang sedang tersenyum hangat kepada teman-temanya dengan tidak suka.