I Am The Justice

Erika Angelina
Chapter #5

4

4

 

“Apa yang terjadi?” aku bertanya kepada Gary saat kami masuk ke dalam mobil Volvo biru gelap miliknya. Aku dan Gary tadi langsung bergegas ke kamar mandi untuk berganti pakaian dan segera berpamitan dengan Lucy dan Ryan. Aku memutuskan untuk bertanya detailnya di dalam mobil agar tidak membuang lebih banyak waktu.

“Petugas polisi menemukan tubuh seorang wanita di rumahnya karena laporan dari tetangganya. Saat ini yang kita ketahui adalah korban diperkosa sebelum akhirnya dibunuh.”

Aku hanya dapat menatap jalan dalam diam. Aku tidak dapat memberi tanggapan apa-apa. Kasus pembunuhan memang mengerikan, tetapi kasus dimana korban diperkosa dan sampai dibunuh juga, ada di level yang berbeda. Sebagai sesama perempuan, aku merasakan amarah terhadap pelakunya, siapa pun itu. Kenapa begitu sulit untuk dunia ini menyediakan tempat yang aman untuk perempuan dapat hidup dengan aman dan tenang?

 Aku duduk di dalam mobil dengan gelisah di sepanjang perjalanan. Jarak dari markas ke lokasi kejadian membutuhkan perjalanan hingga kurang lebih satu jam. Aku dan Gary harus langsung ke lokasi karena rekan Divisi 4 lainnya sedang di Orola untuk Pertemuan Tahunan Detektif dari berbagai kota di negara ini.

“Kita mampir sebentar di drive thru dan makan sambil jalan, oke?” ucap Gary.

Aku mengangguk setuju. Tadi pagi aku hanya sarapan granola bar dan sekarang hari mulai siang. Ada kemungkinan juga kami akan harus bekerja hingga sore. Melewati dua kali waktu makan dapat berdampak fatal dan sakit adalah hal yang tidak boleh aku dapat di saat penting seperti ini.

Aku dan Gary berakhir dengan membeli sandwich di salah satu restoran drive thru yang kami lewati. Aku berusaha makan dengan cepat agar dapat bergantian menyetir, tetapi Gary telah menghabiskan makanannya jauh lebih cepat dari aku bahkan saat sambil menyetir. Aku terlalu gelisah untuk menikmati makananku. Saat aku telah menghabiskan makananku, aku sudah lupa dengan rasa dan isi dari sandwich yang aku makan.

Kami tiba di TKP[1] sekitar pukul satu siang. Mobil polisi memenuhi jalanan, pembatas garis polisi dipasang, dan penduduk sekitar berdiri di dekat pembatas saling mengobrol satu sama lain. Gary memarkir mobilnya di tepi jalan, sedekat mungkin dengan TKP. Aku dan Gary turun dari mobil dan mulai melangkah menuju sebuah rumah yang dipenuhi dengan petugas forensik dan petugas kepolisian yang berlalu-lalang.

Aku merasa canggung berada di TKP untuk bertugas dengan pakaian yang apa adanya. Gary masih menggunakan kaos berkerah, dia masih berpenampilan seperti detektif sedangkan aku menggunakan kaos. Jaket Gary sedikit menyelamatkan penampilanku. Sisanya tidak ada yang bisa aku lakukan lagi.

Aku dan Gary melangkah menuju rumah satu lantai yang menjadi lokasi TKP. Beberapa petugas polisi terlihat sedang berbicara dengan beberapa penduduk, mencari saksi dan informasi apapun yang berhubungan dengan korban dan kejadian ini.

“Saya tidak heran ini terjadi kepada dia, dia selalu berpakaian mengundang. Saya tidak pernah mengizinkan suami saya ketemu dia, nanti tergoda.”

Langkahku terhenti saat mendengar salah satu penduduk berbicara seperti itu mengenai korban. Aku menolehkan kepada dan menatap ke arahnya. Tiga orang perempuan, usia sekitar 40 akhir hingga pertengahan 50, berkumpul dan bergosip. Sungguh menjijikan saat orang-orang menormalisasi kejadian pemerkosaan dan menyalahkan korban apa lagi menyalahkan pakaiannya. Sungguh tidak masuk akal dan tidak sensitif.

“Shh,” salah satu dari ibu-ibu tersebut menyadari tatapanku dan mulai menyuruh temannya untuk diam.

“Apa lihat-lihat? Anak muda tidak sopan menatap orang tua seperti itu,” salah satu dari mereka bertanya galak kepadaku.

“Pakaian tidak pernah menjadi penyebab seseorang mengalami pelecehan dan pemerkosaan. Pakaian bukan bentuk persetujuan atau undangan untuk pelecehan dan pemerkosaan. Anda sekalian adalah perempuan, seharusnya Anda sekalian paham lebih baik,” ucapku.

Salah satu dari mereka, yang tadi menegurku, terlihat akan membalasku lagi. Tetapi dia terpotong saat salah satu petugas polisi memanggil aku.

“Detektif Avabelle.”

Ketiga ibu-ibu itu terdiam dan terlihat mulai salah tingkah. Aku tidak mengurus mereka lebih jauh lagi dan segera berjalan ke arah petugas polisi yang tadi memanggilku. Setelah lebih dekat dengan rumah itu, aku melihat detail-detailnya. Rumah ini memiliki cat putih yang bersih dan terlihat sangat terawat. Aku menaiki tangga untuk tiba di teras rumah dan mengenakan sarung tangan karet yang diberikan kepadaku. Tidak lupa aku juga menggunakan penutup sepatu agar tidak merusak TKP.

“Apa yang terjadi di sini?” tanyaku saat aku menemui Gary di pintu utama rumah.

“Perempuan dengan nama Sarah Camille, usia 23 tahun, tinggal di rumah ini sendiri. Pelaku masuk dengan kunci serbaguna atau alat sejenis kawat, pokoknya membuka kunci pintu utama karena tidak ada tanda-tanda dobrakan atau perusakan pada pintu dan jendela. Pelaku melakukan pemerkosaan sebelum membunuh korban dan membawa beberapa harta benda korban.”

Aku dan Gary berjalan masuk rumah, langsung menuju kamar tidur korban dan menemukan korban terbaring di atas kasur. Posisi korban terbaring telentang tanpa pakaian dengan sebuah selimut menutupi wajahnya. Terdapat darah di beberapa bagian kasur. Pakaian korban tergeletak berantakan di beberapa sudut kamar tidur. Benda-benda lain, seperti lampu meja, juga berantakan di lantai.

Lihat selengkapnya