9
Aku berdiri berhadapan dengan seorang laki-laki di dalam sebuah kamar tidur. Napasku terengah-engah. Jantungku berdebar keras beradu dengan otot dan tulang rusukku. Aku memerhatikan sekitar ruangan untuk mencari jalan keluar. Laki-laki itu maju perlahan dengan tatapan mata yang mengerikan tetapi senyuman mengembang di bibirnya.
Aku berteriak sekeras mungkin dan berusaha melawannya saat dia menangkap pergelangan tanganku. Dia mendorong aku sekuat tenaga ke atas kasur dan mengikat tanganku. Aku meronta, memukul, mendorong, menendang tetapi semua usahaku tidak ada artinya. Semua usahaku tidak menghasilkan apa-apa. Laki-laki itu tetap tidak terpengaruh oleh usahaku.
Aku terus meronta, berharap ikatan di tanganku dapat lepas. Laki-laki itu menegakkan tubuhnya dan memerhatikan aku. Aku terus berteriak dan memaki dia. Laki-laki itu kemudian mengangkat palu tinggi-tinggi di udara. Aku menatap ngeri palu itu. Air mata mulai mengaliri wajahku. Aku memejamkan mata. Jadi begini akhir hidupku? Betapa tragisnya. Ibu, sebentar lagi kita akan bertemu. Tunggu aku.
Tiba-tiba bobot tubuh laki-laki itu terangkat dari tubuhku. Terdengar suara benturan yang keras. GUBRAK! Aku membuka mataku dan melihat laki-laki itu tersungkur di dekat lemari. Orang ketiga di ruangan ini berdiri di dekatnya. Seseorang dengan pakaian serba hitam dan hampir seluruh wajahnya tertutup. Hanya matanya yang dapat aku lihat. Seseorang telah menyelamatkan aku.
Aku terbangun dari tidurku dengan terlonjak. Hal terakhir yang aku ingat adalah kamar di penglihatanku mengingatkanku pada sketsa dari penglihatan Ibu dan Gary. Napasku memburu dan jantungku berdebar dengan keras dan cepat. Gary berdiri di sampingku. Kedua tangannya yang memegang jaket berada di kedua bahuku. Aku tertidur di mejaku di kantor setelah kunjungan ke TKP tadi subuh.
“Maaf, aku tidak bermaksud membuat kamu terbangun dengan terkejut,” ucapnya. Rasa bersalah Gary terlihat dengan jelas di wajahnya.
“Tidak apa-apa, bukan salahmu,” jawabku. Aku meraih botol minumku dan mulai meminum air di dalamnya dengan rakus. Jantungku berdebar dengan keras seperti biasanya setiap aku mendapatkan penglihatan.
“Apa yang kamu lihat?” tanyanya dengan berbisik.
Aku menatapnya sesaat. Sebagai sesama Oneiropólos, kami dapat lebih peka terhadap tanda-tanda saat seseorang mendapatkan penglihatan. Aku mulai menceritakan kepada Gary mengenai penglihatanku barusan. Pelaku adalah orang yang sama dengan dua kasus yang sedang aku tangani ini. Aku belum pernah mendapatkan penglihatan dimana korbannya selamat seperti yang ini. Atau…sebenarnya ada korban dari kejadian penglihatanku ini?
“Aku…sepertinya melihat ‘dia’ yang Ibuku dan kamu lihat berkali-kali,” ucapku setelah menceritakan penglihatanku seluruhnya.
Gary terdiam dan menatap jauh ke belakangku. Saat itu Marcus dan Laura berjalan keluar dari lift ke arah kami. Gary langsung beranjak bangun dari kursi dan berjalan masuk ke kantornya tanpa bersuara. Aku segera melepaskan jaket Gary dari bahuku, melipatnya, dan meletakkan jaket itu di dalam tasku.
“Selamat pagi, Detektif Gary,” sapa Laura dengan ceria. Gary menjawab dengan anggukan kepala singkat dan sapaan pagi singkat.
“Aku dengar ada kasus dengan MO yang sama lagi, ya?” tanya Marcus. Aku menjawab dengan mengangguk singkat. Aku kemudian menceritakan kepadanya dan Laura mengenai kasus yang terjadi tadi subuh.
“Maaf, Detektif Avabelle. Jika aku tahu ada kasus aku akan segera menyusul ke TKP,” ucap Laura. Suaranya terdengar penuh dengan rasa bersalah.
“Tidak apa-apa, aku tidak mungkin meminta kamu berpergian di waktu sepagi tadi,” ucapku meyakinkan dia. Aku menutup mulutku yang tiba-tiba menguap dengan tangan.
Aku membuka buku catatanku dan membuka sketsa yang diberikan hari Sabtu lalu. Aku yakin aku melihat orang ini di penglihatanku yang tadi. Apakah dia Oneiropólos? Jika iya, apakah dia seseorang yang aku kenal? Siapa pun dia, dia tidak berniat buruk. Sebaliknya, dia justru menolong orang lain. Dia telah atau akan menggagalkan usaha pemerkosaan dan pembunuhan, dan aku bersyukur karenanya. Sebuah pikiran merayap ke dalam kesadaranku. Mungkin kah orang ini adalah pelaku vigilante yang Marcus maksud kemarin? Jika benar, apakah berarti tidak lama lagi akan ada telepon dan laporan bahwa pembunuh dari dua kasus ini tertangkap?
Tidak dapat dipungkiri, aku merasa sangat malu. Aku merasa gagal karena hingga saat ini masih tidak dapat menangkap pelaku hingga memakan korban tiga orang dan aku tahu akan terus bertambah jika pelaku ini tidak kunjung ditangkap. Terpikir di kepalaku untuk mencari orang yang melakukan aksi vigilante ini dan bekerja sama dengannya. Aku sungguh frustasi karena hingga saat ini aku masih tidak tahu bagaimana caranya untuk menemukan pelaku dan aku tidak memiliki bukti nyata yang dapat mengarahkan kepolisian kepada pelaku. Apakah aku harus bertindak sendiri juga?
***
Siang ini aku tidak pergi keluar untuk makan siang bersama yang lain. Aku terlalu gelisah untuk dapat merasakan lapar. Aku menantikan dengan penuh harap bahwa tim forensik menemukan sesuatu yang dapat mengarahkan kami kepada pelaku, terutama dari DNA pelaku yang ada di dalam kuku Wanda McLight, walaupun masih ada kemungkinan bahwa DNA di dalam kukunya bukan milik pelaku. Aku setengah melamun menggoreskan pensil di buku catatanku. Aku menggambarkan sketsa wajah pelaku yang aku lihat di penglihatan-penglihatanku.
Wajah bulat yang sedikit berisi dengan hidung sedikit lebih lebar dan pesek. Pelaku memiliki mata besar yang terbingkai kacamata. Kacamatanya memiliki bingkai tebal berwarna hitam dan berbentuk persegi. Bibirnya lebar dan menampilkan deretan gigi yang rapi. Pelaku memiliki potongan rambut yang berantakan berwarna hitam dan sedikit ikal.