I Am The Justice

Erika Angelina
Chapter #14

13

13

 

Kami selesai mengumpulkan barang-barang bukti di rumah Mely Fowler sekitar pukul 3.40 pagi. Aku ingin langsung ke kantor saja untuk langsung melakukan update pada papan kasus tetapi Gary meminta – memohon lebih tepatnya – untuk kami pulang dulu ke flat.

“Setidaknya istirahat lagi untuk beberapa jam, oke?” ucap Gary yang dengan berat hati aku setujui.

Gary telah menghubungi James dan meminta dia mencoba melacak ponsel milik Mely Fowler saat kami di perjalanan menuju flatku. Sesampainya kami di flat, aku langsung berganti pakaian ke piyamaku dan naik ke atas kasur. Aku membiarkan pintu kamarku terbuka. Aku dapat mendengar suara televisi yang kecil seperti gumaman dan suara rendah Gary yang sedang menelepon seseorang.

Aku tidak mengantuk, apa lagi setelah melihat semua kejadian yang menimpa Mely Fowler. Tetapi tidak dapat aku pungkiri, tubuhku sangat lelah. Aku berbaring dengan selimut menutupi tubuhku hingga dada. Aku menatap langit-langit kamarku yang gelap. Wajah hancur Mely Fowler terus membayangi aku setiap aku memejamkan mata. Aku menjadi yakin aku tidak akan dapat terlelap. Setidaknya berbaring sebentar untuk mengisi tenaga, pikirku.

Hal berikutnya yang aku tahu, aku membuka mata di kamar tidur yang sudah terang oleh cahaya matahari. Suara gesekan spatula dan penggorengan terdengar dari dapur dan wangi makanan mengisi udara. Perutku langsung menanggapi suara desisan makanan di atas penggorengan dan wangi makanan, meminta untuk segera diisi.

Aku bangun secara perlahan dan berjalan keluar dari kamar tidur. Aku disambut dengan pemandangan Gary di dapur yang sedang sibuk kesana kemari. Gary menggunakan kaos putih polos, kemejanya tersampir di lengan sofa. Televisi masih menyala dan menyiarkan berita dengan suara kecil.

“Bagaimana istirahatmu?” tanyanya saat menyadari kehadiranku. Gary sedang menggoreng sesuatu di atas kompor. Bunyi desisan makanan yang digoreng sangat enak untuk didengar. Suara desisan yang dengan mudah membuat aku menyadari ternyata aku sangat lapar.

“Cukup baik,” jawabku, kali ini jawabanku jujur. Aku sama sekali tidak ingat bagaimana dan kapan tepatnya aku terlelap. Meskipun begitu, aku mendapatkan istirahat yang berkualitas.

“Apakah kamu sempat tidur?” tanyaku sambil duduk di kursi meja makan.

“Aku sempat memejamkan mata sebentar,” jawabnya.

Aku menonton Gary yang masih sibuk menyiapkan makanan. Gary terlihat sangat terampil di dapurku yang kecil ini. Wajah seriusnya saat memasak tanpa aku sadari membuat senyum mengembang di bibirku.

“Sarapan sudah siap,” ucapnya sambil meletakkan mangkok berukuran sedang di hadapanku.

Gary memasak bubur yang dilengkapi dengan telur mata sapi serta daging asap di atasnya. Mulutku langsung dipenuhi dengan air liur saat menatap makanan ini. Gary ikut duduk di sampingku dan kami langsung mulai makan.

“Terima kasih untuk makananya,” ucapku sebelum mulai menyendokkan makanan ke dalam mulutku. Bubur buatannya memiliki rasa yang hambar tetapi cocok dengan rasa daging asap yang sedikit asin.

Saat makan, Gary menjelaskan bahwa nomor telepon Mely Fowler tadi berhasil dihubungi hanya satu kali oleh Kalvin. Ponsel tersebut sudah tidak aktif saat dihubungi lagi. Kemudian James berhasil melacak ponsel itu ke lokasi terakhir ponsel itu terdeteksi masih aktif dan dapat dihubungi.

“Lokasi tearkhir dari ponsel yang terlacak adalah Pusat Pengolahan Sampah Highland,” tutup Gary. Tanpa aku sadari makanan di mangkokku telah habis, begitu juga dengan Gary. Jarang sekali aku dapat selesai makan di waktu yang bersamaan dengan Gary. Ini tandanya aku sangat lapar atau dia yang sedang makan dengan santai.

“Saat tim kepolisian terdekat tiba di lokasi, mereka tidak menemukan siapa-siapa,” tambah Gary. Aku separuh melamun, mengangguk-anggukan kepala sebagai jawaban. “Kita bisa ke Pusat Pengolahan Sampah Highland pagi ini.”

“Tentu, tapi kita harus ke kantor dulu untuk menjemput Laura,” jawabku. Aku mulai berdiri untuk membereskan mangkok tetapi Gary menyuruhku untuk mandi dan bersiap-siap ke kantor saja.

“Biar aku yang membersihkan semua ini,” ucap Gary sambil mendorong aku dengan pelan supaya tidak ikut beres-beres.

Aku mandi sebentar karena aku merasa tubuhku masih bau muntahan. Aku menatap bak pakaian kotorku yang mulai menumpuk. Aku terus lupa atau tidak sempat untuk membawa pakaian kotorku ke laundry. Beberapa hari lagi pakaian kerjaku akan habis total. Aku segera memasukkan pakaian kotorku ke dalam tas laundry dan meletakkannya di dekat pintu flat agar aku tidak lupa lagi.

Saat aku selesai bersiap-siap dan berjalan keluar dari kamar tidurku, Gary baru saja masuk kembali ke flat dengan kemeja yang berbeda dari yang dia gunakan tadi malam. Dia habis berganti kemeja dari stok kemeja bersih di mobilnya. Setelah yakin semua sudah beres, kami segera meninggalkan flat untuk ke kantor. Tidak lupa aku mampir sebentar ke tempat laundry langgananku dan meninggalkan pakaian kotorku untuk dibersihkan di sana. Setibanya kami di kantor, kami langsung menuju lantai tiga untuk melakukan absen dan menunggu Laura. James sudah duduk manis di mejanya dengan laptop terbuka di depannya.

“Selamat pagi, James,” sapaku. Dia mengangkat tangan sebagai balasan sapaanku.

“Apakah ponsel itu sempat aktif lagi?” tanya Gary.

“Tidak. Aku telah mengawasi ponsel itu dari pagi tetapi tidak ada pergerakan lagi,” jawabnya. Gary mengangguk sebagai jawaban. Terdengar suara telepon berbunyi dari dalam kantor Gary, dia segera beranjak ke kantornya untuk mengangkatnya.

“Bagaimana kabarmu?” tanya James kepadaku.

“Baik-baik saja, bagaimana denganmu?” tanyaku kembali.

Lihat selengkapnya