18
“Tidak.”
Aku mengangkat alisku dan menolehkan kepalaku kepada Gary.
“Maaf, apa?” tanyaku kepada Jaksa Barton untuk meminta penjelasan lebih jauh.
“Tidak. Bukti yang kalian miliki tidak cukup untuk surat perintah sekelas pengumpulan sampel. Kalau-kalau kalian lupa kita terlibat masalah besar karena pengumpulan sampel dan butuh waktu bertahun-tahun untuk kita mengembalikan reputasi kepolisian. Sejak itu, prosedur surat perintah pengumpulan sampel semakin ketat. Bukti-bukti yang kalian miliki saja belum ada yang mengikat tersangka secara langsung dengan kasus,” Jaksa Barton menjelaskan alasan penolakkannya.
Aku menelan rasa kecewaku dan berusaha tidak menunjukkan rasa frustasiku di depan Jaksa Barton. Aku dan Gary segera undur diri dan berterima kasih untuk waktunya.
“Seperti dugaan kita,” ucap Gary saat kami telah berjalan keluar dari ruangan Jaksa Barton.
“Yeah, tetapi tetap saja aku sudah berharap cukup tinggi.”
Kami segera mengendarai mobil kami kembali ke kantor. Aku berusaha menelan kenyataan yang pahit dan kembali ke penyelidikan yang kami lakukan. Sesampai kami di kantor, aku segera memberikan kabar penolakan dari jaksa begitu aku dan Gary berjalan masuk ruang tim satgas. Kantor Kepolisian Pusat Highland hari ini lebih lengang, mengigat hari ini memasuki akhir pekan.
“Jaksa Barton tidak akan menerima permintaan surat perintah sampai kita memiliki bukti yang kuat untuk mengaitkan salah satu tersangka dengan kasus,” tambahku. “Maka, mari kita bekerja lebih keras untuk menemukan hubungan tersangka dengan kasus ini.”
Aku mengirim para detektif bersama beberapa petugas polisi untuk memeriksa hubungan yang dimiliki dari kantor tempat para korban bekerja dengan Electrize. Setelah kami hubungkan, selain dari kemiripan dari profil fisik, ternyata para korban adalah pegawai kantoran. Dugaan sementara kami, perusahaan-perusahaan tersebut menyewa jasa Electrize dan saat itu lah pelaku memilih targetnya. Aku cukup yakin saat kami mendapatkan riwayat pengerjaan perbaikan dari Electrize di setiap kantor, satu nama yang sama akan tertulis pada semua riwayat yang kami kumpulkan.
“Lakukan apa saja yang kalian butuhkan dan minta surat perintah jika ada kantor yang sulit bekerja sama. Periksa semuanya, jangan ada yang terlewatkan,” pesanku sebelum membubarkan tim untuk melakukan tugas masing-masing.
Meskipun hari ini akhir pekan, tetapi biasanya kantor-kantor tidak sepenuhnya kosong. Setidaknya biasanya ada petugas keamanan yang mungkin dapat memberikan kami akses kepada apa yang kami butuhkan dari penyelidikan. Jika tidak, kami harus tetap berusaha untuk mendapatkan apa yang kami butuhkan sesegera mungkin.
Kurang dari lima menit kemudian ruang satgas lengang. Aku, Debby, dan Laura juga segera meninggalkan ruang satgas dan menuju ke basement. Debby segera duduk di balik kemudi sebuah mobil Ford sedan berwarna abu-abu gelap. Aku dan Laura ikut naik dan mobil segera melaju meninggalkan kantor. Kami akan pergi menemui Johanna Guerira.
Aku membaca kembali berkas dari kasus Johanna Guerira. Johanna Guerira yang berusia 25 tahun adalah pegawai dari bisnis kecil di Highland. Perkiraan waktu kejadian adalah pukul sebelas malam dan dia ditemukan oleh temannya setengah jam kemudian saat temannya pulang dari shift kerjanya sebagai perawat di Rumah Sakit Highland. Temannya menemukan Johanna Guerira dengan kepala berdarah dan kedua tangan terikat. Temannya yang bekerja sebagai perawat segera menghubungi ambulans dan melakukan pertolongan pertama pada Johanna semampunya.
Tim medis tidak menemukan jejak semen pada Johanna tetapi ada bukti dia mengalami kekerasa seksual. Bekas pukulan di kepalanya cocok dengan korban-korban lain dari kasus ini. Tali yang mengikat tangannya juga tali kuning yang sama. Dugaan polisi adalah pelaku tidak menyelesaikan aksinya karena teman Johanna pulang, sehingga dia langsung melarikan diri, meninggalkan bukti berupa tali kuning di kedua pergelangan tangan korban.
Polisi tidak memiliki petunjuk lain dikarenakan korban trauma berat. Korban dinyatakan menderita PTSD[1]. PTSD yang diderita korban menyebabkan dia tidak dapat mengingat kejadian traumatisnya dengan detail. Ingatannya mengenai kejadian traumatis itu hampir tidak ada, jika menurut catatan polisi. Korban menjalani terapi untuk membantu dia.
“Kita sudah sampai,” ucap Debby sambil melepaskan sabuk pengamannya.
Aku mengangkat kepala dan melihat rumah dengan motif batu gelap di samping kami. Aku segera ikut melepas sabuk pengaman dan turun dari mobil. Kami bertiga berjalan menuju rumah tersebut melalui sebuah jalan setapak yang membelah halaman. Debby mengetuk pintu beberapa kali sebelum seorang perempuan berjalan keluar.