23
Elaine Jasmine
Malam ini seperti malam-malam sebelumnya, Elaine terlalu takut untuk tidur walaupun tubuhnya sangat lelah. Mimpi-mimpi buruk – penglihatan – yang terus mendatangi tidur-tidur Elaine membuat Elaine merasa dia akan segera gila. Setiap kali dia tidur, dia merasa diingatkan kembali dengan kejadian yang menimpanya. Seakan-akan Elaine tidak diberikan kesempatan untuk dapat melupakan kejadian itu dan move on dengan hidupnya.
Elaine terjaga di dalam kamarnya. Pikiran-pikiran gelap terus menghampiri Elaine. Dia merasa tidak sanggup lagi menjalani hidup ini. Dia tidak dapat menghilangkan perasan jijik yang dirasakan dirinya untuk dirinya sendiri. Dia tidak dapat berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian yang menimpanya. Di waktu-waktu yang baik, Elaine dapat sadar bahwa apa yang terjadi bukan lah salah dia.
Tetapi saat kegelapan di dalam dirinya muncul, berjuta pikiran terburuk menyelimut Elaine dan membuat dia merasa tidak ada jalan keluar lagi, seperti saat ini. Dia tidak kuat menanggung tatapan sedih dan tatapan rasa bersalah yang orang tuanya selalu pancarkan setiap mereka menatap Elaine. Dia tidak dapat menanggung rasa sakit yang terlihat dengan jelas di mata kedua orang tuanya. Ayah Elaine yang sudah lama tidak minum-minum alkohol belakangan mulai minum alkohol lagi hingga mabuk.
Meskipun mabuk, ayah Elaine tidak pernah menjadi pribadi yang buruk. Saat mabuk, ayah Elaine hanya akan jadi orang yang menunjukkan kerentanannya. Belakangan setiap kali ayahnya mabuk, Elaine dapat mendengar suara tangisan yang ayahnya berusaha untuk tahan di ruang depan. Kejadian yang menimpa Elaine tidak hanya menghancurkan dia, tetapi juga seluruh keluarganya. Elaine tidak sanggup menanggung semuanya lagi.
Elaine tahu kesakitan yang dirasakan kedua orang tuanya karena dia mendengar dan menyaksikan semuanya sendiri. Kemarin malam Elaine terbangun pada tengah malam akibat mimpi buruk yang kembali. Setelah terbangun, Elaine memutuskan untuk ke kamar mandi. Saat itu dia mendengar suara dari dalam kamar kedua orang tuanya. Elaine dapat mendengar Ibunya menangis dan sedang berbicara dengan Ayahnya.
“Bagaimana Elaine sekarang, Lucian?” tanya Mrs. Jasmine kepada suaminya.
Mr. Jasmine memeluk istrinya. Dia sendiri hancur berkeping-keping sebagai ayah. Melihat Elaine yang selalu ceria kehilangan semangatnya. Mereka tahu, setiap hari Elaine harus memaksa dirinya untuk bangun dari kasur dan beraktivitas untuk mereka. Mereka juga dapat melihat dengan jelas kesakitan yang terpancar di mata putri pertama mereka. Setiap jeritan yang keluar dari mulut Elaine karena mimpi buruk dan setiap air mata yang menetes dari kedua mata Elaine. Semua itu menghancurkan hati mereka, tidak lagi hingga berkeping-keping, tetapi hingga halus seperti pasir dan tidak mungkin dapat disatukan lagi.
“Aku ingin menolong Elaine dengan menjadi kuat untuknya, tetapi aku pun tidak kuat lagi. Setiap aku menatap dia, aku terbayang anak laki-laki itu sedang melakukan perbuatan yang tidak dapat aku ucapkan kepada anak kita.”
Elaine mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya dalam diam. Mendengar apa yang dibicarakan kedua orang tuanya membuat semuanya menjadi semakin nyata. Elaine menjadi yakin dia turut menyebabkan kesakitan juga untuk kedua orang tuanya, walaupun itu juga bukan salahnya. Elaine tahu orang tuanya pun tidak menyalahkan Elaine untuk apa yang terjadi. Tetapi tetap saja mau tidak mau ada bagian dari diri Elaine yang merasa bersalah dan sedih karena menyebabkan begitu banyak duka di keluarganya.
Malam ini kegelapan di dalam dirinya lebih kuat dari sebelum-sebelumnya. Hal tersebut membuat Elaine tanpa berpikir panjang lagi segera mengambil jaket dan berjalan meninggalkan rumah. Dia berjalan di jalanan yang sepi. Setiap beberapa lama sekali akan ada kendaraan yang berlalu-lalang, tetapi selain beberapa kendaraan itu jalanan malam ini kosong.
Berkali-kali Elaine berhenti untuk menolehkan kepalanya ke belakang. Elaine tidak dapat menghilangkan perasaan bahwa seseorang mengikuti dia tetapi setiap kali dia menoleh, dia tidak melihat siapa-siapa. Hanya ada dirinya seorang di jalan yang sepi tersebut. Elaine tanpa ragu melangkahkan kakinya menuju jembatan yang sudah sangat dia kenali. Ini adalah jembatan yang selalu mobil Sarah lalui saat datang mengantar dan menjemput Elaine.
Elaine berdiri di samping pembatas jembatan. Elaine menatap ke kegelapan yang ada di bawah sana. Suara desiran air sungai yang deras terdengar dari bawah sana meskipun Elaine tidak dapat melihat apa-apa. Elaine telah membayangkan gambar ini di kepalanya berkali-kali. Satu lompatan saja dan dia akan mengakhiri semuanya untuk dia dan keluarganya.
Elaine menatap ke kegelapan di bawah kakinya tanpa ada rasa takut. Dia mulai memanjat pembatas jembatan pada bagian yang datar. Dia berdiri di sana, merasakan hembusan angin di wajah dan rambutnya. Sedikit lagi, semua berakhir. Elaine merasa sedikit kelegaan membayangkan ini semua akan berakhir hanya dengan satu langkah saja. Elaine menutup matanya dan merasakan hembusan angin malam di kulitnya.
Semua indera selain penglihatan Elaine menjadi lebih peka saat dia menutup matanya. Suara desiran air di bawah terdengar sedikit lebih jelas. Suara sirine di kejauhan. Rasa dingin di wajahnya yang menjadi sedikit kaku akibat hembusan angin malam. Elaine menunggu kilasan masa lalu hidupnya, seperti yang sering orang-orang ucapkan. Tetapi tidak ada apa-apa. Elaine hanya menatap kegelapan. Mungkin nanti saat aku sudah satu detik dari kematianku baru kilasan itu akan datang, begitu lah pikiran Elaine.
Satu langkah saja, Elaine sudah sangat siap. Air mata menetes dari kedua matanya yang terpejam rapat. Dalam hati Elaine mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga dan sahabatnya. Tanpa Elaine sadari, seorang laki-laki berjalan mendekat. “Elaine Jasmine?” panggil suara itu. Laki-laki itu adalah Oneiropólos yang suatu hari nanti akan menjadi orang terdekat dan terpercaya dari Elaine. Dia adalah Ryan Rott.
Elaine menolehkan kepalanya dan melihat Ryan Rott, yang tentunya belum dia kenal, dan seoang perempuan berdiri beberapa langkah darinya. Elaine berusaha menyipitkan mata untuk memerhatikan wajah kedua orang itu dengan lebih jelas. Elaine tidak merasa dia mengenal mereka, tetapi bagaimana mereka kenal dengannya?
“Siapa kalian? Bagaimana kalian kenal aku?” tanya Elaine dari tempatnya berdiri.
“Bisakah kita bicara sebentar? Di bawah sini, tidak dari atas situ,” ucap Ryan Rott lagi kepada Elaine. Laki-laki itu melangkahkan satu kakinya ke depan. Elaine mulai gemetar, mau apa laki-laki ini!? Ryan Rott menghentikan langkahnya seketika saat perempuan di sampingnya – yang terlihat lebih tua, sepertinya kurang lebih seusia dengan ibu Elaine – menahan bahunya.
“Elaine, perkenalkan, saya Abigail Vernice dan di samping saya Ryan Rott. Kami dari Organisasi Oneiropólos. Saya tahu kamu saat ini takut karena mimpi-mimpi buruk itu,” ucap Abigail Vernice kepada Elaine. “Mari turun dulu kita bicara sebentar.”
Abigail Vernice dengan perlahan mendekati Elaine. Elaine bingung. Apakah yang mereka maksud mimpi-mimpi buruknya yang telah menghantui dia selama lebih dari satu minggu ini? Jika iya, bagaimana mereka bisa tahu? Elaine tidak pernah bercerita kepada siapa pun. Bahkan tidak juga kepada ibunya. Abigail Vernice berjalan semakin dekat dengan kedua tangan terbuka lebar, mengundang Elaine.
Sesuatu mengenai Abigail Vernice membuat Elaine merasa aman dan itu aneh karena Elaine tidak pernah bertemu dengan dia sebelumnya. Perlahan Elaine turun dari tempatnya berdiri dengan bantuan Abigail Vernice yang memegangi Elaine dengan erat hingga dia aman di tepi jalan lagi.
“Mari, kita duduk di situ sebentar,” ucap Abigail Vernice sambil menunjuk ke tempat duduk dari sebuah warung yang tutup. Elaine menatap jam dinding di warung tersebut yang menunjukkan pukul satu malam. Abigail Vernice merangkul Elaine dengan cukup erat untuk membuat Elaine merasa aman tetapi tidak terlalu erat hingga membuat Elaine merasa terancam.
“Saya tahu ini akan terdengar sangat aneh, tetapi saya ingin kamu tahu kamu berbeda dan spesial,” buka Abigail Vernice kepada Elaine. Apakah mereka pengikut sekte dan sedang berusaha menarikku? itu lah yang ada di pikiran Elaine begitu Abigail Vernice mulai berbicara.
“Jadi, perkenalan singkat, kami adalah bagian dari Organisasi Oneiropólos. Singkatnya Oneiropólos adalah orang-orang dengan penglihatan-penglihatan mengenai kejahatan atau marabahaya yang terjadi di sekitarnya. Setiap penglihatan yang didapat Oneiropólos adalah kejadian nyata. Bisa telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi.” Abigail Vernice memberi jeda sesaat sebelum kembali melanjutkan.
“Setiap Oneiropólos mendapatkan jenis penglihatan yang berbeda-beda, saya di sini juga tidak tahu penglihatan kamu itu apa tetapi saya tahu kamu adalah bagian dari Oneiropólos karena saya melihat Anda di penglihatan saya. Saya dapat melihat Oneiropólos yang masih baru mendapatkan penglihatan mereka dan sedang dalam bahaya,” ucap Abigail Vernice.