Biarkan aku meraih kebahagiaan sederhanaku disini. Walau hanya tiga detik. Sedetik yang lalu, aku sibuk menyapamu dalam ayal, “Selamat malam, Apa kisahmu hari ini?”
Ada banyak rindu yang tertuju padamu. Jikalau sang pemilik rindu saja tak tahu, apalah hak ku untuk mengindera?
Apalah hak-ku untuk menduga-duga?
Setiap malam aku rajin mengestimasi, mengasumsi sebuah bentuk abstrak bernama kerinduan. Aku kadang, bingung atas dua pilihan, apakah aku harus memejamkan mata, ataukah memastikan kamu bahagia tanpaku.
Aku hanya ingin berkisah padamu dalam ayalku. Nanti, ketika benteng-benteng itu telah kau bangun, berlindunglah didalamnya. Namun ingat, bila kau kehujanan, ada aku sebagai atap yang siap menangi.
Aku kehabisan kata-kata. Tak ada lagi yang bisa kutulis, selain rindu yang berlayar membelah malam menjadi sebuah potongan-potongan yang disetiap sudutnya adalah kamu. Namun apa hak-ku memohonmu kembali?
Isaac Sterling. Seorang yang memang ada dalam hidupku, namun aku tidak ada dalam hidupnya. Kadang kita memang begitu dekat. Tetapi aku juga tahu diri, dia adalah pusat perhatian di ruangan ini, sementara aku hanyalah seorang yang membawa kamera dilengkapi dengan sebuah tanda pengenal sebuah Infotainmen online. Hmm, iya Infotainmen online. Riuh suara penonton membudekkan telingaku. Ah, lelaki itu memang idaman semua wanta disini. Bagaimana tidak, aksinya di dalam air memang sangat menawan. Namun, ya itu dunia kami terpisah. Kami bagai dua mahluk yang berbeda.
Oh, ya memang aku tidak ada dalam hidupnya, namun pernah ada dalam hidup kembarannya. Ada banyak kisah yang memang banyak kusimpan tentang kembaran si perenang ini.
Jeffrey Sterling adalah kekasihku setahun yang lalu. Kami putus tepat semalam setelah aku sidang skripsi. Aku juga tak tahan dengannya yang selalu membanding-bandingkan aku dengan wanita lain yang lebih cantik dan lebih lemah lembut daripada aku. Sudahlah, dia memang bukan jodohku.
Mungkin ini kebetulan atau takdir aku bertemu dengan seorang pernenang yang sangat mirip dengan mantanku itu. Hanya bedanya, lelaki ini jauh lebih bule dan lebih tinggi besar daripada mantanku.
Aku pertama kali melihatnya di sebuah kantor imigrasi dan membuatku membuat sebuah hipotesis, dia bukan orang Indonesia. Tetapi salah, dia adalah seorang laki-laki asli daerah ini. Hanya ia memiliki darah campuran Inggris-Jawa dan kuliah master di Amerika dengan jurusan kepelatihan olahraga.
Tubuh tinggi besar itupun meliuk-liuk mengambang diatas air dengan gaya kupu-kupu. Aku harap-harap cemas semoga lelaki itulah yang paling cepat.
Lirih aku menyebut nama Isaac sambil kamera ponselku mengarah ke depan.
Aku kemudian mengunggah gambar yang kuambil itu. Tak kuduga, respon para pengguna internet sangat positif. Khususnya para gadis. Tetapi memang ada yang bernada melecehkan.
Entah kenapa aku sangt penaasaran dengan lelaki ini. Ku telusuri seluruh sosial medianya, selain ibunya, tak ada satupun gadis dalam feeds nya. Okey.
Hipotesis pertama dia tidak punya pacar
Hipotesis kedua dia punya pacar tetapi disembunyikan.
Hipotesis ketiga dia tidak suka perempuan.
Salah satu dari ketiga hipotesisku mungkin adalah kebenaran.
Ku harus menelusuri itu. Aku berpikir, bila aku bisa mengungkap skandal lelaki manis ini, pasti namaku akan bersinar diantara teman-teman kantor. Tanpa sadar, aku tertawa sendiri sambil terus menikmati pertandingan.
“Ayo Isaac dikit lagi,” Teriakan itu didominasi oleh suara gadis. Aku harap-harap cemas. Sekali lagi, aku berharap dialah pemenangnya. Karena jika dia menang dan mendapat medali emas, dia akan semakin populer dan dikagumi banyak gadis. Itu tandanya besok aku akan mendapat makan siang yang enak.
“Dan medai emas diberikan kepada Isaac Sterling,”
Menteri Olahraga mengalungkan medali emas pada perenang manis itu. Berkali-kali Isaac melaayangkan senyum yang membuat tiga per empat gadis di stadion histeris, seperempat lainnya mungkin memendam kehisterisannya.. Aku termasuk bagian dari yang terdiam, namun hatiku tak berhrnti berteriak melantangkan namanya.