Lagi. Hari berikutnya aku ke taman yang sama. Danau yang sama. Kursi yang sama. Akhir-akhir ini gadis itu selalu memenuhi pikiranku. Membuatku pening hingga tak bisa tidur. Gadis tanpa ekspresi itu tanpa sengaja mendorongku untuk selalu pergi ketempat ini. Wajah manis itu juga memaksaku untuk menggambar di setiap inchi pergerakannya.
Aku memandang langit yang tak secerah biasanya. Ada beberapa awan kelabu yang menaungi taman ini. Burung-burung berterbangan seakan mencoba mengusirku dari taman itu. Namun aku tak peduli. Aku tetap membuka buku gambarku dan segera menggores pensil di atasnya. Gadis itu belum juga datang. Aku sangat berharap ia datang untuk menjadi model lukisanku. Ah sebenarnya bukan hanya untuk menjadi model saja. Namun entah kenapa kehadirannya menjadi candu untukku. Jantungku selalu bergejolak saat aku melihatnya. Entahlah. Aku tak pernah merasakan hal itu sebelumnya. Aku hanya berharap aku tidak memiliki penyakit apapun. Dan mencoba tak peduli agar tak datang ke rumah sakit untuk memeriksakannya. Bahkan jantungku berdebar hanya saat melihat gadis bodoh itu. Apa iya aku butuh memeriksakan kesehatanku?
Aku tersenyum lebar saat sosok itu mulai memasuki taman. Tak seperti biasanya kali ini ia memakai dress merah muda yang sangat cantik dengan pita yang bertengger rapi di rambut blondenya. Kali ini rambutnya di sanggul dengan rapi. Sangat menarik. Ia terlihat seperti--seorang puteri.
Kali ini ia membawa sebucket bunga mawar putih. Ah sepertinya hari ini adalah hari yang menyenangkan untuknya sehingga ia repot-repot membeli sebucket bunga yang sepertinya berisi puluhan bunga.
Gadis itu kemudian duduk di kursi kemarin. Kursi yang sama. Ia menatap danau dengan wajah yang datar. Entah kenapa kali ini ia tak membotakkan kelopak bunga mawar itu. Ia hanya mencium aromanya lalu menyentuhnya.