Medan, 2016
“Panggil no 93, disuruh masuk !” Kata seorang peserta yang keluar dengan wajah melemas lalu pergi meninggalkan ruang seleksi tanpa basa basi."
No 93 Siapa? Coba cek no peserta masing masing.”
“Aku 97,” ujar salah satu peserta yang mengantri tepat di depan pintu.
“Punyaku 99.”
“Aku juga, nomorku bukan 93, tapi 100 malah. Lah jadi no 93 yang mana orang nya?”
“Woiiiii, no 93 siapa, tolong lah dulu berkabar! Salah satu peserta suaranya memekik, PeDe dengan logat bataknya.
“Aku…aku bang.”
“Dari tadi kau di cariin, kok engga dengar sih. Udah di tunggu di dalam. Cepat masuk sana, besok-besok kalau lagi nunggu antrian itu jangan ngobrol aja. Dengerin aba-aba. Jadi gak susah orang nyariin nya.”
“Iya bang, maaf.” Sambut Dea sambil meninggalkan antrian panjang yang mengerumuninya, ia melangkah lambat dan menundukkan kepala nya sekali. Gadis berjilbab ungu dengan kemeja liris-liris biru itu masuk dengan wajah yang rona nya mulai redup, tangannya dingin berkeringat menuju kursi panas yang di hadapannya sudah menanti beberapa panel interviewer. Gadis mungil berbadan ramping itu di arahkan untuk duduk paling ujung. Di dalam ruangan itu ada tiga meja, satu meja nya terdapat dua pewawancara.
Mata Dea terbelalak liar melihat sekitar. Dia tak sendirian, ada dua peserta lain yang sudah duduk disana sedang berbicara seperti menjelaskan, namun tak terlalu kedengaran apa yang dibicarakan.
“Loh, ada bule nya juga. Mati aku, gimana kalau wawancaranya pakai bahasa inggris. Aku kan engga lancar.”
“Gimana kalau nanti mereka minta aku ngomong pakai bahasa Perancis walau sepenggal saja, ih kapok lah aku. Udah belum sempat lagi baca-baca referensi tadi pas lagi di luar.” Suara hati yang gaduh mulai bikin mual-mual.
Dea terlihat jelas gugup nya, belakang badannya basah, wajahnya pucat pasi, lama kelamaan jadi minder saat ia mendengar salah satu peserta yang duduk nya tak jauh dari tempatnya memakai bahasa inggris full saat diwawancarai. Untungnya ia ingat jimat yang disampaikan ayahnya tadi pagi. “Harus percaya diri, kalau grogi mulai menggerogoti, tatap matanya dan jangan berkedip. Kekuatan seseorang bisa disorot dari dua bola matanya. Kalau tak sanggup juga, tatap tengah-tengah kening diantara alis mata kanan dan kirinya.” Gadis itu hapal sekali bagaimana mimik wajah ayahnya kalau sedang mengatakan kata-kata ajaib itu. Biasanya jari telunjuknya seperti grafik naik turun, wajahnya penuh keseriusan, mata nya melebar, dan kepalanya mengangguk-angguk kecil.