-Buku adalah jendela dunia-
Seperti itu anggapan orang lain mengenai tumpukan kertas yang memuat kalimat-kalimat berpengatahun yang dijilid menjadi satu dimulai dari yang tebal seperti novel atau setipis buku cerita dongeng.
Tapi lain halnya bagi Tiara Aprillia, sesosok cewek yang sekarang tengah duduk disebuah bangku kayu yang terletak tak jauh dari taman sekolah. Baginya, buku adalah dunianya. Seringkali ia bisa mengabaikan banyak hal kalau sudah bersama buku, seperti tadi saat Gia, sepupu sekaligus sahabatnya yang ingin mengajak Tiara ke kantin, tapi ditolak hanya karena ia sedang fokus menulis sesuatu di bukunya.
Seperti saat ini Tiara menyendiri dengan sebuah buku berwarna biru langit di hadapannya, dengan lincah tangan kanannya menulis beberapa kalimat.
Pengorbananmu tak kan kulupa, walaupun kau telah pergi...
Menyalurkan rasa rinduku kepadamu hanya dengan ucapan doa...
Tiara tersenyum melihat tulisannya sendiri. Entah berapa banyak rangkaian kata yang ditulisnya pada buku itu, ia sama sekali tak ingat, apalagi tiap lembar Tiara selalu memandanginya setiap hari, dan anehnya ia tak pernah bosan. Kalau ada yang dengannya selama ini, itu buku.
Saking asyiknya mengamati untaian kalimat di dalam buku itu, Tiara bahkan tak menyadari tiga orang perempuan mendekat ke arahnya dengan lenggokan. Seringai dari salah satunya nampak jelas tercetak, memikirkan sesuatu yang kemungkinan menyenangkan untuknya.
Huup!
Sekali tarik buku itu seketika berpindah tangan. Tiara terkejut lantas mendongak, kini dihadapannya berdiri seorang cewek dengan rambut ikal sedikit kepirangan. Dengan cepat Tiara berdiri.
"A... Alexa!"
Alexa tersenyum miring. Ia mendapat sasaran yang cukup seru untuk dijahili. "Kenapa? Lo nggak suka liat gue?"
Tiara menggeleng pelan, berusaha mengabil alih buku biru muda itu, tapi dengan sigap Alexa mengelakan tangannya ke atas.
"Alexa kembaliin bukunya!" cicit Tiara.
Alexa tersenyum sinis melirik buku sederhana yang berusaha Tiara gapai. "Lo kayaknya sayang banget sama buku dekil kayak gini."
Alexa memegang ujung buku itu, jijik, seolah benda itu adalah sampah yang harus dimusnakan.
"Gue mohon kembaliin."
Air mata telah mengenang dipelupuk mata Tiara, mencoba memohon pada Alexa yang kini sedang menatapnya remeh.
"Duh mau bukunya ya, kalau gitu nih ambil." Alexa menjulurkan tangannya.
Tiara mencoba mengambilnya dari Alexa, namun Alexa melemparkan buku itu ke arah temannya. "Mira tangkap!" Dengan sigap Mira menangkapnya.
Mereka bertiga tertawa sambil sesekali melempar buku itu tanpa rasa kasian sedikitpun, beberapa orang yang tak sengaja melihat hanya menganggap masa bodoh. Sama sekali tak berniat ikut campur seolah ini adalah hal biasa.
Tiara kewalahan mengambil bukunya yang terus di oper-oper, tapi cewek itu tak menyerah.
Aksi saling oper-mengoper dihentikan Alexa, tapi tetap saja cewek itu enggan mengembalikan buku itu pada Tiara yang menatap tak berdaya.
"Wel wel wel, gimana kalau gue buang buku ini."
Tiara melebarkan matanya.
"Alexa jangan!"
Teriakan Tiara tidak diubris oleh Alexa dan kedua temannya. Mereka berlari mendekat ke sebuah ruangan, Tiara tak tinggal diam, ia berlari mengejar mereka bertiga.
Perpustakaan...
Alexa menghentikan langkahnya, ruangan itu nampak sepi. Dari luar dapat terlihat tidak ada guru yang bertugas di sana. Kesempatan bagus.
"Kalian tunggu di sini."
Tanpa mendengar perkataan Cindy dan Mira, Alexa berlari memasuki ruangan itu dengan membawa buku Tiara di tangannya. Tak kurang dari satu menit Alexa muncul, dengan wajah puas.