I ( Everything In My Life )

Liepiscesha
Chapter #7

Ada beberapa luka yang harus kembali di ingat

Aku berharap apa yang sedang terjadi hari ini hanyalah sebuah mimpi buruk, kumohon seseorang tolong bangunkan aku dari mimpi ini.

Sembari menahan sesak di dada, kami semua kembali ke tanah air untuk memakamkan jasad papa di Bandung, makam mama kini bersebelahan dengan makam papa.

Di pemakaman, aku melihat tante Hanna menangis di hadapan makam kedua orangtuaku. Wanita tersebut hampir saja menikah dengan papaku, aku bisa memahami bagaimana perasaaannya saat ini. Kini tinggal tersisa, aku, kak Kyra dan tante Hanna di makam, kami bertiga baru saja bisa menghentikan tangisan kami.

"Ayo, udah mulai sore" ajak kak Kyra.

Aku mengangguk pelan mengiyakan ajakan kak Kyra, namun wanita tersebut masih duduk di hadapan makam papaku, dia diam membisu dengan matanya yang tampak sembab.

"Dia gapapa?" tanyaku.

"Yang sopan, gimanapun juga tante itu hampir jadi ibu kita" tegur kak Kyra.

Menyadari tatapan kami, tante Hanna bangkit dan berjalan mendekati aku dan kak Kyra. Beliau tersenyum pada kami, sorot matanya tampak lembut.

"Kalian, Kyra dan Kayla?" tanyanya.

"Iya" jawab kak Kyra.

"Maafin saya ya, karena saya kalian kehilangan papa kalian" sesalnya.

Tentu saja, aku juga sempat membencinya karena hal ini terjadi pada papa.

"Gak tante, bukan salah tante papa meninggal" ucapku.

Kupikir, tak akan lebih baik jika aku memendam benci padanya. Sejujurnya, tante Hanna tak melakukan kesalahan apapun, beliau hanya mencintai papaku.

"Saya harap kalian masih mau menerima saya, kalau ada sesuatu kalian bisa menghubungi saya. Saya pasti akan bantu sebisa saya" ucapnya.

Tante Hanna memelukku dan kak Kyra, kami sepakat untuk terus berhubungan. Sayangnya, malam itu tante Hanna harus segera kembali ke Jepang dan mengurus semua masalah yang terjadi saat ini.

Akupun harus segera kembali ke Jakarta, karena aku masih harus pergi ke sekolah. Tante Dyana mendesak kak Kyra untuk ikut ke Jakarta, namun kak Kyra dengan sikapnya yang selalu berusaha terlihat tegar menolak ajakan tante Dyana dengan baik, ia lebih memilih tetap di Bandung dengan alasan banyaknya tugas kuliah yang harus ia selesaikan.

Padahal kami belum sempat berbicara pada satu sama lain, alih-alih memilih bersama, kak Kyra justru seolah menjauhkan dirinya dariku dan keluarga lainnya. Aku tahu mungkin kini kak Kyra membutuhkan waktu untuk berpikir, akupun sebenarnya butuh ruang untuk sendirian.

Ada perasaan takut juga cemas dalam diriku, akupun merasa kehilangan semangat untuk melanjutkan hariku seperti biasa. Tiba-tiba saja rasanya begitu hampa dan melelahkan. Aku tak tahu lagi apa yang ingin kucapai, yang selama ini kami lakukan hanyalah berjuang dan bertahan demi kebahagiaan di masa depan, namun akhirnya kami tak bisa bersama bahkan sebelum mencapai tujuan tersebut.

Rasanya aku seperti kehilangan diriku, seakan tersesat di persimpangan yang gelap. Tak ada lagi yang ingin kulakukan.

Semua yang kulakukan beberapa hari terakhir jauh terasa lebih membosankan, aku tak ingin mendengar perkataan orang lain, tak ingin melakukan apa yang di perintahkan orang lain. Tubuhku terasa lelah sepanjang hari,meski aku tak melakukan apapun.

"Kay? lu sakit?" tanya Nala, memecah lamunanku.

"Enggak" jawabku singkat.

"Aneh, biasanya lu selalu gangguin gue" ujarnya.

"Emang iya?" tanyaku.

Lihat selengkapnya