Aku sebenarnya tak ingin mengingat kejadian menyebalkan semalam, namun begitu sendirian aku terus kembali teringat akan hal tersebut.
"Hai" sapa Nala.
Nala duduk di hadapanku, aku cukup terkejut melihatnya tiba-tiba menghampiriku seakan tak ada yang terjadi di antara kami.
"Nala!" seruku, gembira.
"Gak nyaman makan sendirian di kantin, iya kan?" tanyanya.
"Iya! gak nyaman gak ada kamu" balasku.
"Maaf, soal kemarin" ucapnya lagi.
"Kan aku bilang, gapapa, Kamu gimana?" ucapku.
"Gapapa, gue cuma malu sama lo. Gue tau kemarin lo liat gue sama Kin" ungkapnya.
"Oh...itu, maaf ya Nal, Kin terlalu berlebihan" sesalku.
Nala menggeleng pelan sembari tersenyum.
"Gapapa, wajar dia marah kayak gitu" balasnya.
"Aku seneng, bisa temenan sama kamu. Pokoknya aku bakal tetep berteman sama kamu" ujarku.
"Gue juga, gue bakal tetep jadi temen lo" balasnya.
Aku senang Nala kembali padaku, Nala juga datang di saat yang tepat, aku membutuhkannya saat ini. Perasaanku sedang terluka , orang yang kusukai ternyata lebih membela perempuan lain, Kenzie seperti orang asing bagiku semalam.
Tok...tok!!!
Kin mengetuk pintu kamarku. Tanpa alasan yang jelas ia membawaku ke pantai di malam hari yang cukup berangin seperti saat ini.
"Kenapa ke sini Kin? dingin!" keluhku.
"Oh! lu mau minuman hangat? oke, gua beli dulu ya!" ujarnya, kemudian meninggalkanku begitu saja di pinggir pantai.
"Huh! tuh orang!" gerutuku, sebal.
Aku duduk di pasir sembari memandangi ombak pantai yang bergelombang. Langit malam hari ini terlihat lebih cerah dari biasanya, ada beberapa bintang yang terlihat dari bawah sini.
Untuk beberapa saat aku merenung dan menenangkan diriku, hanya suara ombak laut yang terdengar di telingaku. Suasana yang tenang dan nyaman membuat perasaanku terasa lebih baik.
"Maaf, ya. Gua bentar perginya" ucapnya.
"Bukannya harusnya minta maaf karna kelamaan, ya?" balasku.
Kin memberikan sebotol minuman hangat, lalu ia duduk di sampingku.
"Gua sengaja ya, ngasih lu waktu sendiri di sini!" cibirnya.
Kami hanya memandang laut tanpa mengatakan apapun, suasana terasa begitu tenang.
"Gua gak bermaksud nyakitin lu dengan ngomong kayak kemarin, gua cuma khawatir lu kenapa-napa" ungkapnya.
Aku terdiam mendengar ungkapan Kin, akupun tahu dia tak mungkin mengatakan hal seperti itu dengan sengaja. Melihat niatnya, membawaku kemari untuk membicarakan hal ini, membuatku sadar bahwa Kin cukup baik.
"Gua denger kemarin lu ke kantor polisi? kenapa lagi?!" tanyanya, dengan tegas.
"Ada, aku gak mau bahas ah" ujarku.
"Kenapa?! gua mau tau!!!" desaknya.