" Mengesankan, bagaimana cara dia melindungiku "
***
Malam kemarin berlalu, meski sepanjang malam jantungku terus berdebar mencoba menerka apa yang akan terjadi setelah ini. Mempersiapkan diriku dari apapun yang nantinya akan aku hadapi, aku berusaha menenangkan diriku agar tak begitu terkejut dan hancur begitu hal yang tak aku inginkan terjadi.
Pagi ini, aku menerima banyak sorotan dari teman-teman di sekolahku. Sepanjang jalan menuju kelas, anak-anak lain menatapku dengan seksama dari atas rambut sampai ujung kakiku. Aku tak ingin terlihat begitu takut, aku terus mengangkat kepalaku dan berjalan lurus menuju kelas. Sepanjang hari di sekolah, terasa begitu tak nyaman bagiku. Meski tak satupun dari mereka ada yang benar-benar menghampiriku, namun tatapan dan bisikkan mereka membuatku merasa begitu cemas.
"Lo gapapa?" tanya Nala, mencemaskanku.
Aku tersenyum menanggapi pertanyaan Nala, kami berjalan menuju gerbang sekolah tempat di mana aku bertemu lagi dengan Joe dan teman-temannya. Joe mendahuluiku dengan raut wajah yang nampak begitu kecewa padaku.
Aku mulai merasa bersalah padanya, mungkin saja Joe memang tak memiliki niat buruk padaku. Namun, aku menghakiminya begitu saja hari itu, menyinggung perasaannya dengan segala tuduhan yang aku lemparkan padanya.
"Kayla!" panggil Shasa dari belakang, ia dan teman-temannya tiba-tiba saja menghampiri aku dan Nala di depan sekolah.
Aku dan Nala berbalik, menanti apa yang akan meraka katakan.
"Lo pacaran sama Kenzie?" tanyanya, dengan senyum sinis.
Tiba-tiba jantungku berdebar dengan cepat, ada perasaan takut dan cemas begitu aku mendengar kata-kata itu terlontar dari mulut Shasa.
"Kenapa?" tanyaku, memastikan apa yang terjadi.
"Gue denger Kenzie sama Yenna mau tunangan, tapi kok lo bisa pacaran sama Kenzie?" tanyanya, seolah memancing jawabanku.
"Kamu kenal sama mereka?" tanyaku, dengan perasaan yang sudah mulai tak nyaman.
"Gak... bukan gitu. Kita cuma mau tau aja, Kenzie sama Yenna kan beda dunianya sama kita kok lo bisa kenal sama mereka? apa orang tua lo juga kaya raya?" ucap Tiara.
"Orang tua dia kan udah mati, dia aja numpang sama Ray, Kin" sahut Naomi.
Aku merasa begitu tersinggung dengan ucapan mereka, aku merasa kesal karena mereka bahkan membawa nama keluargaku dengan sembarangan.
Aku tak lagi ingin menanggapi mereka, aku menarik Nala menjauh dari ketiganya. Namun tiba-tiba Shasa menyelukkan pernyataan yang begitu menyakitiku.
"Lucu ya pertemannnya, pelakor sama pembunuh!" ejek Shasa.
Mulutnya begitu jahat, begitu ringan melontarkan kata-kata makian seperti itu di hadapan banyaknya orang.
Nala menggenggam tanganku erat, menguatkan diriku dan memintaku untuk bersabar. Kami bahkan tak berbalik dan meninggalkan sekolah tanpa lagi menengok ke belakang.
Kami sampai di taman dekat rumah kami, aku dan Nala duduk di ayunan. Aku begitu marah karena kejadian barusan, namun Nala terus menahanku agar tak membalas perkataan meraka saat itu.
Mereka bahkan tak tahu apapun, tapi berani mengatakan hal seperti itu padaku dan Nala. Sungguh membuatku merasa kecewa, ku pikir aku telah siap akan semua hal seperti ini namun begitu menghadapinya langsung aku sadar bahwa aku tak sekuat apa yang aku pikirkan.
"Dulu semua orang nyudutin gue, bilang kalo gue yang udah bikin Ghea meninggal, kalo gue yang udah ngebunuh dia. Mereka bahkan nyalahin gue atas kepergian mendiang kedua orang tua gue, selama bertahun-tahun gue nerima tuduhan itu. Lo yang baru satu hari kenal sama gue, ngebela gue mati-matian, nyadarin gue kalo gue gak ngelakuin itu semua. Dari sekian banyak orang yang gak percaya gue, lo dateng, walau cuman lo yang percaya sama gue, gue ngerasa cukup. Lo yang bikin gue bertahan hidup" ungkap Nala.