" Ketika kupikir semuanya baik-baik saja, namun akhirnya aku kecewa karena aku salah "
***
Pagi pertama di Bandung, aku bangun lebih awal dan melakukan berbagai aktivitas yang sebelumnya tak pernah kulakukan. Aku menyirami seluruh tanaman dan bunga di halaman rumah, dahulu mendiang Ibuku selalu menjaga dan merawat semua tanaman miliknya dengan penuh perhatian.
Aku juga pergi ke lantai atas, di ruang keluarga kami terdapat teropong bintang yang cukup besar milik mendiang Ayahku, aku membersihkan lensa teleskop tersebut dengan hati-hati, mengingat bagaimana dahulu Ayahku begitu menyayangi benda berharga ini.
Setiap sudut rumah terlihat cukup kosong dari sebelumnya, maka dari itu aku berniat pergi ke toko bunga dan membawa beberapa tanaman baru untuk menghias rumah agar bisa terasa lebih hidup.
Aku berkeliling melihat-lihat isi toko tersebut dengan seksama, perhatianku terfokus pada lilin aromaterapi yang terbuat dari beberapa jenis bunga. Banyak benda-benda menarik yang terlihat indah, sama seperti bunga-bunga itu sendiri.
Aku memilih Rosemary, lavender dan beberapa jenis kaktus, monstera. serta bunga-bunga seperti lily dan mawar. Karena menarik perhatianku, aku membeli beberapa lilin aromaterapi untuk kuberikan kepada teman dan keluargaku.
Aku tiba di depan meja kasir, kemudian bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang memiliki aura lembut dan anggun. Aku tak bisa berhenti takjub melihat kecantikannya yang entah bagaimana terpancar begitu saja.
Beliau kemudian memanggil beberapa pegaiwainya dan meminta mereka semua menaikan barang bawaanku ke dalam taksi. Aku dengan senang hati menerima kebaikannya tersebut, beliau lalu memberikan kartu namanya kepadaku.
"Saya Maryam" ucap beliau, tiba-tiba mengenalkan dirinya kepadaku.
"Saya Kayla, makasih banyak bu" ucapku di ikuti senyuman ceria.
"Senang bisa ketemu sama kamu, lain kali kalau mau pesan bunga atau datang ke toko kamu bisa hubungin saya terlebih dahulu" ucapnya lagi.
Aku merasa sedikit bingung menanggapi ucapannya, namun aku tahu niat dari ucapannya baik, beliau begitu ramah sampai aku berpikir kami memiliki hubungan lebih dari penjual dan pembeli.
Selama di perjalanan pulang, aku melihat kartu nama yang Ibu Maryam berikan kepadaku. Anehnya, tatapannya padaku barusan terasa begitu dalam, seolah ada hal yang ia pendam dariku. Wajahnya juga tak terlihat asing bagiku, perasaan familiar ini terus muncul, tapi aku tak tahu pasti tentang apa yang tengah kurasakan saat ini.
Selesai menata rumah dengan tanaman dan beberapa bunga, kini rumah mulai kembali terasa hidup. Aku terus menghela napas meski bibirku tersenyum, aku masih begitu merindukan kedua orangtuaku di tempat ini. Aku tak ingin semakin larut dalam perasaan sendu tersebut, aku berjalan menuju balkon rumah kami, menatap langit malam yang di penuhi dengan bintang, tempat ini masih selalu indah meski dengan perasaan sedihku saat ini. Membuatku berpikir, apakah aku boleh merasakan hal seperti ini ketika aku melihat hal yang begitu indah ada di depan mataku.
Perasaan campur aduk ini terus membuatku berputar dalam pikiranku, tak berujung dan lelah dengan sendirinya.
Esoknya ketika matahari kembali terbit, aku membuat cookies dan membawanya menuju tempat tinggal kak Kyra. Kakakku memutuskan untuk tinggal di rumah salah satu sahabatnya, tempat tersebut dekat dari universitas dan kantor tempat ia magang sebagai perancang busana. Sayang, di tempat tinggalnya aku tak bisa menemui kak Kyra, namun aku bertemu dengan teman sekamarnya.
"Permisi, teh" salamku di depan pintu.
"Iya, eh...Kayla ya?" tanyanya, langsung mengenaliku begitu melihat diriku.