" Aku mungkin memang sesederhana itu, aku mudah terluka dan mudah luluh "
***
Setelah malam mengharukan kemarin berlalu, aku dan kak Kyra akhirnya berbaikan, lalu kami memperlakukan satu sama lain dengan lebih baik. Yang kami butuhkan cukup komunikasi, tanpa hal itu mungkin akan lebih banyak kesalah pahaman yang lebih buruk lagi yang dapat terjadi.
Aku turun menuju dapur, hendak menyiapkan sarapan untuk kami semua. Di sana aku menemui Nala tengah meneguk segelas air mineral.
"Pagi" sapanya dengan suara rendah.
"Kok udah bangun?" tanyaku, sembari mengaitkan lenganku di pinggangnya ketika melewati dirinya.
"Mataharinya" jawab Nala, lalu tertawa kecil.
"Oh, iya. silau ya masuk ke kamar?" sahutku.
"Tapi hangat, kak Kyra gimana?" jawab Nala.
"Masih tidur, semaleman nangis pasti capek banget"
Nala memahami ucapanku, lalu ia membantuku mencuci sayuran yang hendak kami gunakan untuk membuat makanan.
Ketika semua orang telah berkumpul untuk sarapan, kak Kyra masih di tempat tidurnya, terlelap dengan semua rasa penatnya. Sejujurnya mendengar penyesalan kakakku semalam sangat melukai perasaanku, bukan tanpa sebab kak Kyra bersikap seperti itu padaku, jika saja aku tak membuat semua orang kecewa dengan pilihan dan tindakanku mungkin saja keadaannya tak akan menjadi seburuk ini.
Padahal aku berusaha keras agar tak menyusahkan siapapun, dengan bertindak mandiri dan semacamnya, namun ternyata aku salah mengira, bahwa tindakanku bukanlah hal yang bisa aku banggakan. Sebaliknya, aku berhasil meruntuhkan kepercayaan dan menyinggung perasaan orang-orang di sekitarku.
Aku hanya membiarkan perasaanku terwujud, aku tak tahu jika menaruh perasaan pada orang lain akan berpengaruh buruk seperti ini. Aku tak tahu jika menyukai seseorang akan sesulit ini.
Aku semakin memahami cara berpikir Nala, mengapa selama ini ia hanya diam ketika anak-anak lain mengucilkan bahkan merisaknya. Ia tak melawan bukan karena ia tak memiliki cukup keberanian untuk menghadapi orang-orang jahat tersebut, hanya saja ia berusaha menjaga perasaan dan kepercayaan orang yang paling berharga di hidupnya.
Namun, siapa yang tahan di perlakukan buruk seperti itu. Aku hanya tak ingin membenarkan dan membiarkan orang-orang seperti mereka merasa hebat karena bisa melakukan apa yang ingin mereka lakukan.
Padahal aku tak ingin memiliki penyesalan lagi, karena kupikir tindakanku benar. Namun melihat bagaimana keluargaku hancur dan terluka, aku kembali merenungkan perbuatanku, tapi mungkin hanya caraku yang salah dan kurang tepat dalam menanggapi ketidakadilan kemarin. Aku bimbang, dan terus berputar dalam rasa penyesalan tersebut.
"Bagus, akhirnya lu bisa nyelesain kesalahan pahaman ini sama kakak lu" ucap Kin.
Aku tersenyum pahit, entahlah aku tak begitu merasa baik akan hal ini. Mungkin aku tak bisa mengatakan apa alasannya, hanya saja perasaanku bercampur aduk dan sulit untuk ku jelaskan.