"Meski terlihat penuh tawa dan baik-baik saja, tapi kenyataannya semua orang memiliki luka yang begitu menyakitkan"
***
Beruntungnya ulang tahun Kenzie bertepatan dengan akhir pekan, sehingga aku bisa memiliki banyak waktu untuk menyiapkan kue ulang tahun untuknya. Aku tersenyum ceria mengetahui Ken begitu menyukai buah stroberi.
Setelahnya, aku pergi ke sebuah toko bunga, salah satu yang di kelola oleh Ibu Mauren di Jakarta. Aku menghubungi beliau untuk memberitahukan pesanan bunga yang akan aku ambil siang ini. Dengan perasaan senang aku menuju ke toko bunga, menenteng fraisier cake di tanganku.
Suara lonceng pintu berdering dengan indah dan ringan begitu aku membuka pintu toko. Senyum yang sedari pagi merekah seketika lenyap dari wajahku, begitu aku melihat seorang wanita paruh baya dan seorang perempuan yang tak lagi asing. Mereka , ibu tiri Ken dan Yenna, keduanya duduk menghadapi ibu Mauren di meja dekat jendela besar di dalam toko.
Ibu Mauren menunjukkan raut wajah terkejutnya, apa yang ada di hadapanku kini berhasil menghantamku seperti sambaran petir di hari yang cerah.
Bagaimana bisa aku bertemu dengan keduanya di tempat ini, aku juga bertanya-tanya apa hubungan keduanya dengan ibu Mauren. Tanpa sadar aku melangkah mundur, rasa takut memenuhi diriku. Namun, mata kami telah bertemu. Terpaksa aku melangkah maju, hendak mengambil bunga pesananku.
Yenna memberiku tatapan tajam, keheningan yang lama membekukkanku sampai ke tulang. Tubuhku terasa kaku, namun jantungku berdebar dengan cepat. Aku tak mengerti mengapa aku merasa setakut ini, padahal mereka yang telah mengacaukan hidupku.
Aku tak mampu untuk berbalik menghadap ketiganya. Namun wanita tersebut seperti membicarakan sesuatu tentangku dan ibu Mauren.
"Kamu tidak menyapa saya?" tegur wanita tersebut dengan sinis.
Aku sedikit tersentak, lalu memutar badanku dan sedikit membungkuk memberi salam. Tak ada alasan untukku untuk menghampiri ketiganya. Aku hendak keluar dari toko bunga sebelum akhirnya mendengar suara tepukan yang cukup keras. Jantungku berdebar saat menyadari suara tersebut berasal dari hasil tamparan.
Mataku membelalak, berbinar mengetahui wanita tersebut melukai ibu Mauren. Kini beliau menyentuh pipi kirinya, kesakitan karena tamparan keras yang di berikan oleh ibu tiri Kenzie.
Aku berlari melindungi ibu Mauren, aku cemas karena beliau sampai meneteskan air mata. Aku menatap kearah ibu tiri Ken, wajahnya terlihat kejam.
"Jadi ini rencana kalian, membuat Ken pergi dari rumah dan merusak tanggung jawabnya. Anak dan ibu memang sama-sama bodoh, kalian hanya bisa pergi dari rumah seperti pecundang" cibir wanita tersebut.
"Ken pergi dari rumah?!" tanya ibu Mauren, tampak terkejut.
Aku menatapnya dengan bingung ketika beliau mengajukan pertanyaan tersebut.
"Pura-pura tidak tahu? jelas ini karena perbuatan kamu!"
"Jadi sekarang Kenzie tinggal dimana?" tanyanya dengan cemas.
Ibu Mauren sampai berlutut pada ibu tiri Kenzie, memohon jawaban dari wanita tersebut. Beliau nampak cemas dan sedih, menanyakan keadaan Kenzie.
Aku menahan tibuh beliau, memintanya untuk berdiri, namun ia menghempas lenganku, sedikit membuatku terkejut.