"Semua orang memiliki pemikiran yang hanya harus di pendam, meski sebenarnya hampir gila karena ingin mengatakan hal tersebut pada orang lain"
***
Selama perjalanan, kak Kyra tak mengatakan apapun. Aku cemas karena aku mengatakan padanya hendak pergi ke tempat Kenzie. Ia tak melarangku, tapi diamnya menjadi lebih menakutkan daripada apapun.
"Aku gak akan lama" ucapku, sebelum turun dari mobilnya.
"Yaudah, kakak tunggu di rumah tante" balasnya.
Aku menghela napas gusar, lalu berjalan memasuki gedung apartement. Tanpa sepengetahuan Kenzie, Joe telah memberitahukan alamat tempat tinggalnya padaku. Harusnya hari ini aku yang memberi kejutan pada Ken, namun ternyata aku yang mendapatkan kejutan paling besar.
Kini aku di liputi perasaan sedih dan berat. Aku menguatkan diriku, memasang senyum di wajahku dan menekan bel pintu dengan hati-hati.
Entah mengapa aku merasa begitu tegang, aku memegang kotak kue dengan kedua tanganku, tak lama dari itu, seorang laki-laki dengan postur tubuh yang tinggi membuka pintu, menunjukkan wajah terkejut dan senangnya, menyambutku di depan pintu.
"Selamat ulang tahun!" ucapku dengan tenang namun masih terdengar ceria.
Kenzie menyeringai dengan manis, lalu mempersilahkanku masuk. Joe ada disana, tersenyum padaku menyapa dengan akrab.
Mataku menelusuri seisi ruangan, nampak nyaman dan tertata dengan rapi. Kenzie membawaku ke sebuah sofa yang terletak di tengah ruangan. Aku duduk di sana dengan tenang selagi Kenzie membawakan sekaleng minuman dingin untukku.
"Makasih" ucapku begitu menerima minum darinya.
"Joe yang kasih tau kamu?" tanyanya.
Aku mengangguk dengan pelan, Joe kemudian bergabung dengan kami.
"Apa itu? cake?" tanyanya sembari menatap penasaran sebuah kotak di tengah meja.
"Iya, kalian udah makan siang?" tanyaku.
"Makan siang? sarapan aja jarang..." gumam Joe pelan.
Aku terkejut mendengar pernyataan tersebut, aku segera bangkit dan meletakan tasku di atas sofa. Atas izin pemilik rumah, aku akhirnya memakai dapur mereka dan membuat beberapa menu makan siang.
Kami bertiga duduk di meja makan, menyantap makan siang kami, sebelum akhirnya merayakan ulang tahun Ken dengan sederhana.
Aku menyarankan Ken agar membuat harapan sebelum memadamkan api kecil pada lilin. Ia memejamkan kedua matanya sembari menengadahkan tangannya, berdoa dengan sepenuh hatinya. Aku ikut memejamkan mata, juga berdoa yang terbaik untuk dirinya.
Sempat bersenang-senang bersama keduanya, aku hampir melupakan kejadian tadi siang di toko bunga. Seketika mengingat hal tersebut, aku langsung terdiam.
"Kenapa?" tanya Ken,menyadari sikapku.
"Gapapa" jawabku di ikuti senyum tipis.
Haruskah aku tetap menyembunyikan hal ini darinya, namun aku juga tak ingin merusak hari ulang tahunnya. Aku tak tahu apa yang akan terjadi jika saja aku mengatakan semua yang terjadi pada Ken.
Nanti, aku akan memberitahu soal kejadian ini nanti padanya.
Aku mengingat janjiku, dan kembali ke rumah untuk menemui kak Kyra. Kami duduk di pinggir tempat tidurku. Setelah terasa seperti berabad-abad, akhirnya dia berbicara padaku.
"Kamu tau, kan? kalo kakak sakit hati liat kamu di perlakuin kayak gitu" ujarnya.
Aku tak bisa menjawab ucapannya, mataku terasa perih, aku mencoba melihat ke arah lain, menahan air mataku. Aku tak menyangka kak Kyra akan ada di sana menyaksikan kejadian menyedihkan tersebut.